OLEH : AGUS RISDIANTO.
Wolio – Buthuuni ( baca Buton ) dahulu adalah Kerajaan Islam ( Kesultanan ) maka tidaklah mengherankan bila dalam berfikir dan berprilaku masyarakatnya pada waktu itu selalu dilandasi oleh ajaran Islam. Sejarah mencatat bahwa Kesultanan Buthuuni menerima Islam sebagai agama resmi Negara pada tahun 948 H atau 1540 M sehingga banyak mewarisi n...ilai-nilai budaya luhur yang di dasarkan agama Islam. Nilai-nilai luhur ini tidak saja terpandang sebagai suatu ide, tetapi selanjutnya diwujudkan dengan karya nyata. Baik dalam kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Hasil karya nyata yang diwarisi dari leluhur masih tampak kita saksikan dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari salah satunya adalah Mesjid Kesultanan Buthuuni yang bernama Mesjid Agung Al Muqarabbi Syaffi Saiful Muminina.
Sejarah Berdirinya Mesjid Agung Kesultanan Buthuuni di didirikan pada tahun 1712 pada masa pemerintahan Sultan Saqiuddin Darul Alam ( Oputa Sangia ) sultang ke 19. Mesjid ini merupakan perbaikan dari mesjid sebelumnya yang mengalami kerusakan. Atas saran dari Said/Syarif Muhammad ( Saidi Raba ) lokasi dipindahkan pada lokasi yang saat ini yang sebelumnya berada di kaliwu-liwuto ( dekat kuburan Sultan Murhum ).
Agar kedudukan Mesjid supaya kuat dalam zahir kenyataanya maka kontruksi dan kedudukan aparat mesjid di dasarkan Martabat Tujuh dan Sifat Dua Puluh atas teladan kemanusiaan.
Kontruksi :
Prakarsa Lokasi : Said/Syarif Muhammad ( Saidi Raba )
Arsitek : Maa Kasimu – Bontona Wandailololo
Imama Pertama : Said/Syaris Muhammad ( Saidi Raba )
a. Perkakas/Sambungan : 313 batang/ruas
b. Panjang : 13 Saf
c. Lebar : 40 Mokim
d. Tinggi Mesjid : 30 Hasta
e. Tangga Mesjid : 17 anak
f. Tangga Mimbar : 4 anak
g. Pintu : 13 buah
h. Jendela : 8 buah
g. Gendang : 1 buah
Aparat Mesjid
Aparat mesjid Agung Kesultanan Buthuuni adalah struktur tata laksana keagamaan yang kedudukannya sebagai Sara Kidina ( Sara Agama ) dalam sistim pemerintahan Kesultanan Buthuuni. Secara garis besar struktur pemerintahan Kesultanan Buthuuni terbagi atas dua ( 2 ) bagian yaitu : Sara Ogena ( Sarana Wolio ) dan Sara Kidina ( aparat Mesjid ). Struktur pemerintahan ini diambil dari Martabat Tujuh dan Sifat Dua Puluh atas tamsil atau teladan pada kemanusian bahwa diri manusia terdiri dari Jasad yang di tamsilkan sebagai Sara Ogena ( Sarana Wolio ) dan Roh yang ditamsilkan sebagai Sara Kidina ( Aparat Mesjid ).
Murtabat Tujuh adalah : ” Ajaran Tasauf yang bertolak bahwa : Hanya Tuhan yang satu-satunya Wujud Hakiki. Agar dikenal Tuhan menampakkan diri-Nya ( Tajali ) melalui Tujuh tingkatan atau proses penampakkan ( Tajjali ) Tuhan dalam alam nyata ini kedalam Tujuh Tingkat atau murtabat. “ yang terdiri dari :
1. Murtabat Ahdiyyah
Zat Allah semata-mata tiada dii’tibarkan dengan sifat yang disebut dengan Lata ayyun “ tiada nyata akan kenyataan-Nya “. sebab tiada sekali-kali jalan bagi akal untuk mengetahui-Nya karena Zat Allah semata-mata tidak diberi sifat dan nama ( asma ). Dia terjadi dengan sendirinya yang tiada nyata adanya tetapi nyata kekerasan-Nya.
2. Murtabat Wahdah
Sifat Allah yang disebut Ta’ayyun Awwal artinya : kenyataan yang pertama. Sebagai Martabat yang kedua dalam kenyataan yang pertama tajalli hak Allah SWT. Artinya kenyataan pertama bersatunya segala sifat semesta Alam yang berupa Rukh dari semua keadaan, walaupun masih dalam kandungan rahasia Allah SWT. Pada martabat ini telah sampai akal memikirkan adanya Zat Al Haq itu. Artinya kelakuan dari Zat semata-mata sebagai awal kenyataan dari Ruh Nabi Muhammad melalui sifat Nafsiah ( Wujudiya ) dan Sifat Salbiah, yaitu maujud yang menentukan hakekat Ilhamad di dalam Alam Al Yuni Muhtati sebagai kenyataan titik atau nokhtah. Inilah hakekat dari Nur Muhammad.
3. Murtabat Wahidiyyah
Asma Allah yang disebut Ta’ayyun sa’ni artinya : kenyataan kedua tajallinya Haq Allah SWT karena pada tingkat ini Allah dapat dikenal oleh akal melalui Asma-Nya itulah menunjukkan zatnya. Disebut juga dengan Alam A’yun Nisbita.
Ketiga Martabat tersebut diatas disebut juga Martabat Ketuhanan yang bersifat Qadim dan Baqa serta Esa ( Satu ) yang menjadikan Allah dipermulaan dan menjadikan Allah dipenghabisan ( kemudian ) ialah akal bukan zaman atau waktu.
4. Murtabat Alam Arwah
Wujud Allah melalui Roh atau nyawa atau pokok permulaan keadaan sekalian nyawa, baik nyawa manusia ataupun nyawa makhluk lainnya. Pertama-tama Nyawa yang dijadikan Tuhan ialah Nyawa ( Roh ) Nabi Muhammad SAW. Sebab itu bergelar Abul’Arwah artinya Bapak segala Nyawa ( Roh ). Sabda Nabi Muhammad : “ Awwal Makhalakallaahu Taala Ruhi, “ artinya : “ Pertama yang dijadikan Allah ialah Nyawaku ( Roh-ku ). Antara dengan nyawa yang lain 124.000 tahun dan segala sesuatu yang diciptakan sesudahnya karena Nyawa ( Roh ) Muhammad sebagaimana dalam Hadist Qudsi : “ Khalakatul ‘asyiai ajaluka ajala “, artinya : Kujadikan sekalian karenamu Muhammad, Engkau jadi karena-Ku “.
Dalam martabat ini menentukan adanya segala tempat dan segala perjanjian. Disinipulalah yang menentukan dekatnya Nyawa ( Roh ) itu dengan Tuhannya. Bertanya Tuhan kepada sekalian Nyawa ( Roh ) itu : “ Alastum Birabbikum “ artinya : “ Bukankah Saya Tuhan-Mu “. Jawab sekalian Nyawa ( Roh ) : “ Qulu Balla “ artinya : “ Engkaullah Tuhan kami “. Kemudian Tuhan berfirman kepada sekalian Nyawa ( Roh ) yang telah menyatakan kehambaannya untuk berdiri sembahyang satu rakaat, sebab memang Kujadikan segala sesuatu menurut apa yang Ku-kehendaki agar menyembah kepada-Ku dan inilah yang dinamai sembahyang “ NUR “.
Selesai mengangkat sembahyang NUR tadi Tuhan berfirman : “ Sebenarnya kalau tidak hanya separuh saja “ Nyawa ( Roh ) “ yang melaksanakan sembahyang tidak akan Ku-jadikan manusia itu dua golongan, yaitu : ISLAM dan KAFIR.
Sekalian Nyawa ( Roh ) yang telah melaksanakan sembahyang tadi diperintahkan untuk mengucapkan kalimat syahadat yang berbunya : “ Syahidallahu Anhu Laa Ilaha Illa Hua “. Demikian pengakuan Nyawa ( Roh ) yang telah bersembahyang itu dihadapan Tuhan-Nya.
Sebagai perubahan sifat dari Nyawa ( Ruh ) yang telah memasuki tubuh manusia yang sempurna dengan Nyawa ( Roh ) lainnya “ Ahmad “ maka nyawa ( Roh ) itu telah bersatu dengan Tuhannya yang sementara dalam kandungan sang Ibu. Nyawa yang telah bertubuh itu diperintahkan pula untuk mengucapkan syahadat yang berbunyi : “ Ashadu An Laa Ilaha iIla allah Waana Muhammad Rasulullah “. Inilah pengakuan penjelmaan tubuh manusia itu dihadapan Tuhan-Nya dan bila penjelmaan tubuh manusia itu menjadi manusia yang sempurna dan lahir di atas dunia fana ini beragama ISLAM.
Sebagai pengakuan Islam bahwa ia betul-betul mengaku adanya Tuhan dan Rasul-Nya maka haruslah mengucapkan kalimat syahadat : “ Ashadu An Laa Ilaha Illah Wa Ashadu Anna Muhammadar Rasulullah “. Ucapan dua kalimat syahadat ini terbagi dua bahagia, yaitu : Fardhu Ain dan Fardhu Tahkiy yaitu selesai diucapkan dengan lidah oleh kedua syahadat tersebut kemudian yakin pula dalam hati bahwa tak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasul Allah. Sebagian sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya : “ Barang siapa yang telah mengucapkan kalimat syahadat dengan pengakuan sunguh-sungguh lepaslah ia dari golongan kafir “.
Kemudian Tuhan menjadikan lagi manusia itu empat ( 4 ) golongan kaum : ( 1 ) hidupnya Islam matinya Islam; ( 2 ) Hidupnya Islam matinya Kafir; ( 3 ) Hidupnya Kafir matinya Kafir; dan ( 4 ) Hidupnya Kafir matinya Islam.
Keadaan golongan kaum yang empat itu Tuhan menjadika-Nya dalam lembaga Adam inilah kejadian NUTFAH yaitu keadaan yang tidak berubah lagi.
5. Murtabat Alam Misali
Merupakan perumpamaan ( tamsil ) nya segala keadaan selain keadaan Tuhan. Pada martabat ini menentukan adanya kenyataan Nur Muhammad yang berdasarkan keadaan tempat. Karena Alam Misali itu berupa jenisnya adalah sebagai nyawa tetapi bukan nyawa, sebagai badan tetapi bukan badan, sebagai malaikat tetapi bukan malaikat, sebagai jin tetapi bukan jin, sebagai manusi tetapi bukan manusia, sebagai binatang tetapi bukan binatang. Dengan kata lain segala keadaan dalam Alam Arwah dan Alam Ajsamu adalah tamsilnya di Alam Misali.
Martabat yang menyatakan asal kejadian Segumpal Darah dan akhirnya menjadi Segumpal Daging.
6. Murtabat Ajsamu
Segala keadaan yang nyata ( lahir ), misalnya : tanah, batu, awan, kayu, air, awan dan sebagainya. Alam Ajsamu bernama juga Alam Syahadah artinya : “ Alam yang Nyata “, karena dapat diselidiki dengan panca indra yang lima. Pertama-tama Ajsam yang dijadikan Allah adalah : Arasy dan Kursy, kemudian Qalam dan Lauhil Makhfud dan sesudah itu Tujuh Lapis Langit dan Tujuh Lapis Bumi.
Arasy dan Kursy serta Tujuh Lapis Langit disebut “ WUJUD ABAAI “ artinya : “ Bapak segala Ajsamu yang di bawah langit “. Tujuh Lapis Bumi disebut : “ WUJUD UMMAHAATI “, artinya : “ Keadaan ibu segala Ajsamu “. Ajsam yang ada dibawa langit ada tiga jenisnya : ( 1 ) Ajsam Haiwanat : tubuh segala hewan; ( 2 ) Ajsam Jamadat : tubuh segala yang beku ( benda keras ) tapi bisa cair, misalnya emas, perak dan sebagainya; ( 3 ) Ajsam Nabatat : tubuh segala tumbuhan.
Allah menghendaki akan menjadikan ajsam tersebut karena pertentangan cahaya keadaan di atas dan di bawah dengan kodrat dan iradat Allah dan bukan semata-mata lantaran pertentangan kedua keadaan itu ( di bawah dan di atas ) yaitu bumi dan langit.
Pertama-tama Jasad manusia yang dijadikan Allah di bumi yaitu Kakek kita Nabi Adam A.S. Itu sebabnya Nabi Adam digelar “ Abul Basyari “ artinya” Bapak Sekalian Jasad “. Tempat terkumpulnya anasir yang empat itu adalah pada jasad Adam, yaitu : Api, Angin, Air dan Tanah.
7. Murtabat Alam Insan
Itulah yang disebut Manusia dan Martabat ini disebut juga Martabat Jamiyyat artinya : “ tingkat yang mengumpulkan segala dalil yang menunjukkan keadaan Tuhan yaitu Sifat Jalali ( kebesaran ) dan Sifat Jamali ( kemuliaan ). Dalam Hadist Qudsi disebutkan : “ Maa Zhuhuri fii Syain Kuzhuri Fii Insan “ artinya : “ Tiada Aku ( Allah ) nyata pada sesuatu, tetapi Aku ( Allah ) nyata pada manusia “. Karena pada manusia itulah yang mengumpulkan dua ( 2 ) teladan ( tamsil ) yaitu : ( 1 ) “ Nyawa ( Roh )“ merupakan teladan ( tamsil ) Al Haq ( Allah ) karena pada Nyawa ( Roh ) mempunyai juga sifat dua puluh ( 20 ) banyaknya tetapi pada hakekatnya amat bersalahan dengan sifat Allah dan ( 2 ) “ Badan ( Tubuh ) “ merupakan teladan ( tamsil ) Al Khalaq ( Ciptaan ) karena segala sesuatu yang ada pada alam besar ini ada juga dalam badan manusia. Umpamanya : daging dan tulang pada manusia tanah dan batu pada alam raya, Ingus dan air mata pada manusia air laut pada alam raya, ludah pada manusia air pada alam raya, rambut pada manusia pohon pada manusia, panas pada manusia api pada alam raya dan nafas pada manusia angina pada alam raya.
Itulah sebabnya pada manusia disebut Alam Sakhir ( Kecil ) dan alam raya ( diluar manusia ) alam Kabir ( Besar ). Akan tetapi pada hakekatnya pada manusia itulah tempatnya Alam Kabir ( Besar ) karena segala yang ada di alam Kabir ( Besar ) ada teladan ( tamsil ) nya pada manusia tetapi ada pada manusia tidak ada di alam Kabir ( Besar ) yaitu “ Kalbi Latifatur Rabbani “ dan dinamai juga Qalbi Nurani ( Roh ). Roh ( Nyawa ) itulah yang ditanya Tuhan sewaktu ada di Alam Arwah, sebagaimana Firman Allah : “ Alastum Birabbikum Qaalu Bala, “ artinya : “ Bukankah Aku Tuhanmu, jawab sekalian Roh ( Nyawa ) Engkaulah Tuhan kami “.
Murtabat Alam Arwah, Martabat Ajsamu, Martabat Insan disebut juga Martabat Kehambaan ( Muhadas ) atau disebut juga Martabat Ciptaan.
Bahwa teladan ( tamsil ) Murtabat Tujuh dan sifat dua puluh sebagai struktur Sara Kidina ( Aparat Mesjid ) hanyalah perhitungan bukanlah hakekatnya. Adapun teladan Sara Kidina ( Aparat Mesjid ) pada Murtabat Tujuh itu adalah sebagai berikut :
a. Martabat Ketuhanan :
1. Tamsil Murtabat Ahdiah : Nurullah : Tasauf
2. Tamsil Murtabat Wahda : Nur Muhammad : Tauhid
3. Tamsil Murtabat Wahidiyah : Nur Adam: Fiqih
b. Murtabat Kehambaan :
4. Tamsil Murtabat Alam Arwah: Nutfah : Ma’rifat : Lakina Agama
5. Tamsil Murtabat Alam Insan : Alaqah : Hakekat : Imam
6. Tamsil Murtabat Alam Ajsamu : Mudgah : Tariqat : Khatib
7. Tamsil Murtabat Alam Insan : Muhammad : Syariat : Moji ( Bilal )
Struktur Sara Kidina ( Sarana Agama ) sebagai aparat Masjid adalah sebagai berikut :
1. Tamsil Murtabat Ahdiah : Nurullah : Lakina Agama
2. Tamsil Murtabat Wahda : Nur Muhammad : Imam
3. Tamsil Murtabat Wahda: Nur Adam :
4. Tamsil Murtabat Alam Arwah : Nutfah : Moji
5. Tamsil Murtabat Alam Misali : Alaqa : Bisa Patamianan dipegang merupakan jabatan turun temurun.
6. Tamsil Murtabat Alam Ajsamu : Mudga : Tungguna Aba
7. Tamsil Murtabat Alam Insanu: Muhammad : Mokimo
Adapun struktur pelaksanaan kegiatan ibadah yang disebut Lebe, tidak termasuk Lakina Agama, karena Lakina Agama sebagai pimpinan umum ke agamaan ( enghulu ) dan bukan lebe adalah sebagai berikut :
1. Tamsil Murtabat Ahdiah : Nurullah : Imam : Pimpinan Masjid
2. Tamsil Murtabat Wahda : Nur Muhammad : Khatib : Naib Imam dan Da’i
3. Tamsil Murtabat Wahda: Nur Adam : Moji ( Bilal ) : Para Guru dan petugas pelaksana ibadah.
4. Tamsil Murtabat Alam Arwah : Nutfah : Tungguna Aba : Pengawas dan penasehat Imam dalam hal sah – batal, sebagai hakim dan penuntut untuk melakukan pemberhentian dan penggantian personil dari semua aparat mesjid.
5. Tamsil Murtabat Alam Misali : Alaqa : Tungguna Toba : Bendahara.
6. Tamsil Murtabat Alam Ajsamu : Mudga : Tungguna Bula : Pengawas peredaran pergantian bulan.
7. Tamsil Murtabat Alam Insanu : Mokimu/Tungguna Ganda : menjaga waktu pelaksanaan ibadah dan pembantu umum.
Jumlah aparat Mesjid diteladankan dari kejadian diri manusia dari Nutfah yang diambil dari jumlah huruf kejadian Manusia melalui proses kejadiannya, yaitu :
1. Murtabat Alam Arwah : Nu – Th – Fa – H = 4 Huruf
2. Murtabat Alam Misali : A – La – Qa – H = 4 Huruf
3. Murtabat Alam Ajsam : Nu – D – Ga – H = 4 Huruf
4. Murtabat Alam Insan : Mu – Ha – Ma – D = 4 Huruf
Jumlah huruf adalah 16, yang terdiri dari :
1. Lakina Agama : 1 orang
2. Imam : 1 orang
3. Khatib : 4 orang
4. Moji ( Bilal ) : 10 orang, yang terdiri dari :
- Tungguna Aba : 2 orang
- Tungguna Toba : 2 orang
- Tungguna Bula : 2 orang
- Bisa Patamiana : 4 orang
Jumlah seluruhnya : 16 orang.
Jika negeri dalam keadaan perang diangkatlah tambahan aparat Mesjid yang disebut dengan Moji Kapundu sebanyak 2 orang dalam bahasa adat Sara jika Banyak ( perahu ) perang telah diturunkan dari tempatnya dan diangkatlah Moji Kapundu karena keahliannya, walaupun tidak termasuk dalam silsilah. Disamping itu di tambah dengan Tungguna Ganda 4 ( empat orang ) di hitung 2 ( dua ) orang. Jadi jumlah total aparat mesjid sebanyak 20 orang. Ini ditamsilkan dari Sifat Dua Puluh. Sedangkan jumlah Mokimo sebanyak 40 orang sebagai sahnya berjamaah untuk shalat Jumat. Sedangkan Tamsil dari jumlah 40 adalah tamsil perpindahan dari satu alam kejadian kealam yang lain selama masa 40 hari menjadi manusia yang sempurna jasad tubuh dan nyawa ( roh ) yang diletakkan Tuhan untuk menjadi manusia sempurna.
Sara agama bertugas dibidang agama seperti : nikah, talak dan rujuk atas kuasa dan petunjuk dari Sara Kesultanan. Sebagai pedoman yang dipakai dalam tugas tersebut adalah yang dikenal dengan makhafani atau disebut juga kitabi nikaha.
Sara agama juga dilengkapi dalam bahasa adat disebut Bisa sebanyak 4 ( empat ) orang yang biasa juga disebut : Bisa Patamiana, yaitu :
1. Mojina Silea
2. Mojina Peropa
3. Mojina Kalau
4. Mojina Waberongalu atau Haji I Pada
Mereka yang menjadi Bisa merupakan prioritas utama untuk diangkat menjadi Bilal di dalam mesjid Keraton. Keistimewaan dari Bisa adalah tidak dapat dipecat dari jabatannya ( jabatan seumur hidup dan diganti kecuali wafat ). Kewajiban pokok Bisa Patamiana adalah menjaga dan mengawasi musuh Kesultanan yang datangnya dari luar maupun dari dalam. Demikian pula halnya bila kesultanan berada di dalam serangan wabah penyakit menular dan lain-lain yang akibatnya menjadikan kehancuran dan kebinasaan rakyat.
Tugas masing-masing Bisa telah ditetapkan, yaitu :
1. Mojina Silea dari Moromahu sampai Wawonii
2. Mojina Kalau dari Watuata sampai Moromahu
3. Mojina Peropa dari Wawonii sampai Sagori
4. Mojina Waberongalu Haji I Pada dari Sagori sampai Watuata
Jabatan ini secara turun temurun di duduki oleh anak cucu dari keempat Bisa tersebut dengan tidak dapat dipertukarkan satu dengan yang lain dan tidak dibenarkan yang tidak berasal dari keturunan Bisa itu. Bilal di mana dapat diangkat dari mereka yang bukan asal keturunan dengan ketentuan bahwa pengangkatan yang demikian itu adalah karena jasanya dan kelebihan serta keakhliannya di dalam agama dan disebut Moji Kapundu.
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Jumat
Shalat Jumat adalah ibadah mingguan secara berjamaah dengan mukmin. Adapun tata cara pelaksanaan shalat Jumat di mesjid Keraton Kesultanan Buthuuni adalah sebagai berikut :
1. Dari rumah kita niat ke mesjid untuk shalat Jumat. Sampai di dalam mesjid sebelum duduk kita melaksanakan shalat sunnat tahiyatul mesjid dua rakaat dan setelah selesai tetap duduk sambil zikir sesuai apa yang dikehendaki. Bagi aparat mesjid disamping samping niat beribadah ditambah dengan niat itikaf. Pukul 09.00 setelah beduk pertama semua para mokimu masuk mengaji samapai para Moji ( Bilal ) masuk.
2. Para Moji mulai datang berhenti sebentar untuk beristirahat lalu masuk, sunnat tahiyatul masjid lalu itikaf melaksanakan zikir khusus yang bertalian dengan tugasnya.
3. Masuk salah satu moji, para mokimo berhenti. Tugas khusus Mokimo setelah mengaji itu menjemput ( sarawi ) para petinggi masjid dari khatib sampai lakina agama. Pukul 11.00 semua aparat telah hadir.
4. Pukul 11.30 semua aparat masuk termasuk lakina agama. Yang tinggal hanya iman. Imam duduk di gode-gode ( semacam pavilium ) untuk memulai tugas keimaman yang bersifat sakral dan Imam duduk menghadap utara.
5. Pukul 11.55 imam masuk langsung disebelah kiri dekat gendang dan melaksanakan shalat sunat dua rakaat. Setelah salam imam langsung ke mihrabnya dengan diantar salah seorang dari tungguna ganda. Masuknya imam ke mihrabnya merupakan menutup dari semua shalat sunat para jamaah.
6. Petugas azan melapor kepada imam berkenaan dengan keberadaan aparat yang hadir dan yang tidak hadir dengan menyebutkan alasannya. Laporan terakhir memohon izin untuk melaksanakan azan pertama. Kemudian berdiri azan empat ( 4 ) orang. Setelah azan maka semua jamaah melaksanakan shalat sunnat qalbiyah jumat. Sesudah itu imam berbalik menghadap mamun kemudian memberi izin kepada petugas khatib untuk bersiap melaksanakan tugasnya.
7. Khatib berkemas sementara itu petugas pembawa tongkat bersiap untuk berdiri mengambil tongkat di tempatnya. Diawali dengan pembacaan hadist yang dirujukan kepada semua jamaah sebagai peringatan agar supaya jangan ada yang ribut, tetap mendengarkan semua isi khutbah.
8. Setelah pembacaan hadist itu khatib berdiri menuju petugas pembawa tongkat, diserahkan dan diterima khatib. Khatib berjalan ke depan mimbar. Kemudian bilal membaca salawat atas nabi dan khatibpun melangkah naik sampai ketempat berdirinya dan berhenti. Moji membaca salah satu doa lalu khatib duduk dan khatib berbalik menghadap mamun, lalu memberi salam dan duduk serta menunduk di atas kepala tongkat sambil menunggu selesainya azan kedua.
9. Setelah azan kedua khatib berdiri membawakan khutbah jumat yang pertama dan kedua sampai selesai dan turun ke tempat duduknya serta melaporkan tugasnya telah selesai kepada imam. Iqamapun dikumandangkan oleh petugas azan kedua dan semua berdiri untuk melaksanakan shalat jumat yang dipimpin langsung oleh imam. Setelah salam maka shalat jumat selesai. Bersama Jamaah umum masing-masing meneruskan sendiri-sendiri sampai dengan doa.
10. Imam berbalik untuk zikir Jumat khusus bersama aparat sampai dengan doa lalu masing-masing aparat mesjid shalat sunnat bada jumat diteruskan zikir khusus masing-masing sampai membaca doa pula. Setelah itu imam berbalik kepada aparat dan petugas azan kedua membaca surat Yasin yang diikuti semua apara sampai selesai dan ditutup dengan doa oleh pembawa azan pertama. Kemudian semua aparat berjabat tangan dengan imam, sebagai tanda bahwa semua rangkaian shalat jumat selesai.
11. Setelah jabat tangan imam keluar dari mihrabnya dan duduk ditempatnya bersama para lebe berhadapan dengan lakina agama dan secara bersama-sama melaksanakan zikir dan tahlil kemudian ditutup dengan doa. Selesailah secara keseluruhan tugas aparat yang berkenaan dengan masjid, dengan rakyat dan negeri zahir dan bathin.
12. Biasanya setelah zikir dan tahlil , aparat mesjid melayani hajat dan keperluan masyarakat secara pribadi untuk minta di doakan.****
Sumber : www.facebook.com/home.php?sk=group_196514377036944&ref=notif¬if_t=group_activity#!/home.php?sk=group_182030075144825¬if_t=group_activity