tag:blogger.com,1999:blog-23107759211122384702024-03-05T17:04:30.575-08:00Bumi buTon - IndonesiAWEB BLOG MILIKNYA LA ODE MUHAMMAD ALIHABIU PUTRA ASAL BENTENG LIYA DI INDONESIA Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.comBlogger59125tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-25717978858976670932016-02-14T04:34:00.002-08:002016-02-14T04:34:29.129-08:00MAKAM GAJAH MADA TAK ADA DALAM BENTENG TAKIMPO<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="color: red;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b>OLEH : ALI HABIU</b></span></span><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbzmGJeibOLkCvZOSZV88wKX7bBInQ9_sclu0V5doXY_6qdUEwWlPKsJ24zw6NRSrN4v641qd3j6MPuC0Bu6mzMnmxT3qoCe52Ae3gurf2kSdosQUV3M17o2lR_RHAH9O_H2enb-B9-oY/s1600/LA+AISI.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbzmGJeibOLkCvZOSZV88wKX7bBInQ9_sclu0V5doXY_6qdUEwWlPKsJ24zw6NRSrN4v641qd3j6MPuC0Bu6mzMnmxT3qoCe52Ae3gurf2kSdosQUV3M17o2lR_RHAH9O_H2enb-B9-oY/s400/LA+AISI.JPG" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="color: blue;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> La Aisi</span></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="color: blue;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span><br />
</div>
<br />
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b style="color: blue;"> </b></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Berbagai perdbatan para tokoh adat dan pemuka masyarakat Pasar Wajo yang berdiam di desa Takimpo tentang kepercayaan mereka secara turun temurun akan adanya Makam leluhurnya Gajah Mada dalam Benteng Takimpo (diyakini dan dirahasiakan terdapat dibawah Baruga dalam kawasan Benteng Takimpo) kini telah pupus. Hal ini dibuktikan langsung dengan hasil wawancara penulis dengan salah seorang tokoh parabela Takimpo Lipu Ogena bernama La Aisi. Hasil wawancara beliau mengatakan bahwa penyelesaian yang benar seputar masalah
kepercayaan masyarakat Takimpo akan makam leluhurnya Gajah Mada di
kawasan benteng kota lama Takimpo harus mampu diselesaikan secara bathin
bukan atas tutur sejarah saja. </div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Menurut beliau bahwa setelah mengadakan
tapah brata khusus untuk mengetahui siapa sebetulnya yang terdapat dalam
makam rahasia yang terdapat dalam benteng desa Takimpo lama Lipu Ogena
maka didapatnya bahwa ternyata kepercayaan masyarakat Takimpo atas makam
leluhurnya Gajah Mada dan/atau prajurit setianya sebanyak 40 orang itu
semuanya tidaklah benar. Dia mengatakan demikian sebab dalam pandangan
bathin beliau tidak satupun diketemukan adanya mayat yang ditanam dalam
lubang yang dirahasiakan di dalam kawasan benteng kota lama Takimpo
tersebut. Dan beliau berkesimpulan bahwa makan prajurit setia Gajah Mada
yang benar terdapat di Batauga desa Masiri bukan di kota lama Lipu
Ogena Takimpo (dalam Benteng Takimpo)</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRozmye4R-3kaH151p0IBmVTHJu19UAm8RrVy4dbh5hzQUFSh1IRrGpx6C-8lzzfx9WPP8ah2Qq2cj2C-m11JrOko2KZD0CvsPaQQt2bSLxzFBH-sLs6637nuMYIajbYkvf8BNLHh7pSs/s1600/TAKIMPO2.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRozmye4R-3kaH151p0IBmVTHJu19UAm8RrVy4dbh5hzQUFSh1IRrGpx6C-8lzzfx9WPP8ah2Qq2cj2C-m11JrOko2KZD0CvsPaQQt2bSLxzFBH-sLs6637nuMYIajbYkvf8BNLHh7pSs/s640/TAKIMPO2.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
.<span style="color: blue;">Benteng Takimpo di Pugar Masa Gubernur Ali Mazi</span></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
<span style="color: blue;"> </span></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Hal ini sama juga yang didapatkan oleh penulis saat mengadakan pra riset penelusuran jejak prajurit Majapahit di wilayah eks Kerajaan Buton dan dari hasil pemantauan bathin langsung di lapangan dalam Benteng Takimpo kala itu. **** </div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-80711682430220487682016-02-14T03:50:00.001-08:002016-02-18T18:10:26.616-08:00THINK AND RE THINK "BUNG KARNO ADALAH PUTRA BUTON"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div>
</div>
<div style="color: #999999; font-weight: bold; margin-top: 10px;">
18 Juni 2011</div>
<div style="color: blue;">
<b>OLEH : MAWADDATURAHMAH MUIF,S.Sos <span style="color: red;">*)</span></b></div>
<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: large;"><i style="color: lime;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b> </b></span></i><span style="color: lime;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><span style="font-family: "trebuchet ms" , sans-serif; font-size: small;">“Aku
bukan pencipta Pancasila, Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia
sendiri. Aku hanya menggali Pancasila daripada buminya bangsa
Indonesia. Pancasila terbenam dalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun
lamanya,- aku gali kembali dan aku sembahkan Pancasila diatas persada
bangsa Indonesia kembali.</span><span style="font-size: small;">".................</span></b></span></span></span></div>
<br />
<div>
</div>
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku menggali lima mutiara… yang tadinya lima mutiara itu cemerlang tetapi oleh karena penjajahan asing yang 350 tahun lamanya terbenam kembali di dalam bumi bangsa Indonesia” (Pidato Bung Karno, 24 Desember 1955, Surabaya)</span><br />
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Ini adalah salah satu contoh bentuk statement yang diucapkan oleh <b style="color: red;">Bung Karno</b> (Sang Putra Fajar, Pemersatu Nusantara) selaku Presiden Pertama Republik Indonesia, sebagai penolakan bila beliau dipuji atas filsafat Pancasila yang dicetuskannya dalam sidang BPUPKI dalam menentukan dasar Negara pada bulan Mei 1945 silam dan membawa kejayaan Indonesia hingga kini. Beliau selalu dengan tegas menolak untuk disebut sebagai “pencipta” dari PANCASILA.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7PmXi9_tQsyNE7qy9zoqaVWAaWjucoCEu-U56v3d35FULDG5jiAxFVXkBYlKZDsN1hVi9ryNXx7XgSELW4jvTCeJRbWSjNSamiPmM_hcUO5JlsDs2MiqSfonS4002uepL71wljGOU0bQ/s1600/SUKARNO.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7PmXi9_tQsyNE7qy9zoqaVWAaWjucoCEu-U56v3d35FULDG5jiAxFVXkBYlKZDsN1hVi9ryNXx7XgSELW4jvTCeJRbWSjNSamiPmM_hcUO5JlsDs2MiqSfonS4002uepL71wljGOU0bQ/s400/SUKARNO.jpg" width="246" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mengutip semboyan yang biasa digunakan oleh <b style="color: red;">Bung Karno</b>, marilah kita mencoba <b style="color: red;">Think & amp; </b><b style="color: blue;">Re-Think,</b> berfikir dengan cara atau sudut pandang yang lain atau <i style="color: lime;"><b>"to think in another manner, in another way” </b></i>pernyataan beliau tersebut diatas, dimanakah tepatnya “perut buminya bangsa Indonesia” yang dimaksud oleh beliau?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Beliau menyatakan bahwa bukan <b style="color: magenta;">“pencipta”,</b> melainkan <b style="color: magenta;">“penggali”</b>. Bila disusun secara logika, beliau mula-mula menggali menemukan merumuskan mengutarakan. Mari telaah kata menggali disini. Dengan apakah dan bagaimana <b style="color: red;">Bung Karno</b> menggali isi jiwa bangsa Indonesia? Hanya sekedar RASIO-kah? Apa hanya dengan membaca, menganalisis, merenungkan bertahun-tahun? Mengingat pada zamannya dijumpai buku-buku dengan beragam bahasa seperti bahasa Barat (Belanda, Perancis, Jerman, dll) atau bahasa Melayu-Jawa Kuno (Kawi) dan Sansekerta, yang sangat sulit dipahami? Akankah semua bacaan itu bisa ditelaah oleh <b style="color: red;">Bung Karno</b> secara tepat, mengingat beliau hanya manusia biasa yang juga punya keterbatasan kemampuan? Lalu bagaimana dengan waktu yang dimiliki <b style="color: red;">Bung Karno </b>mengingat kesibukannya sebagai aktivis dan pejuang kemerdekaan yang kerap dihukum dan diasingkan? Dan kondisi saat beliau hidup dipengasingan, penjara Sukamiskin-Bandung lalu di Ende dan Bengkulu, apakah fasilitas minimal lampu/penerangan bisa membantu <b style="color: red;">Bung Karno </b>dalam membaca dan mencari informasi sebagai dasar lahirnya pemikiran tentang <i><b style="color: cyan;">PANCASILA?</b></i> </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Jadi pernyataan bahwa PANCASILA adalah Isi Jiwa bangsa Indonesia benar adanya karena didapat bukan hasil dari Karya, Cipta, Rasa dan hasil Pemikiran seorang <b style="color: red;">Bung Karno</b>, tetapi dari KALBU SANUBARI yang telah berurat akar dalam darah seorang <i style="color: red;"><b>Bung Karno Sang PUTRA BUTON.</b></i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Yang dimaksud oleh beliau adalah perut bumi PULAU BUTON, dari negeri inilah sesungguhnya Beliau mendapatkan falsafah hidup (Way Of Life) dari Bangsa Indonesia. Sebelum telaah lebih jauh mengapa <b style="color: blue;">DAARIL BUTHUUNII</b> yang dimaksud oleh Beliau sebagai perut bumi bangsa Indonesia, maka kita lihat dari asal usul siapakah Beliau ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <b style="color: red;">Dr. Ir. H. Koesno Sosro Soekarno,</b> lahir dari Ibu yang bernama <b style="color: blue;">Ida Ayu Nyoman Rai/Sitti Maryam </b>dan Ayah Bung Karno adalah <b style="color: red;">La Ode Muhammad Idris </b> dari Kesultanan Buton, lahir di Buleleng Bali pada <b>06 Juni 1901.</b> Walaupun fakta sejarah mencatat bila Ayah Bung Karno adalah <b style="color: cyan;"><i>Raden Sukemi</i></b>. Bila dijabarkan siapa sebenarnya orangtua biologis Beliau maka didapat fakta sebagai berikut:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <b style="color: blue;">Dari pihak Bapak, Bung Karno</b> adalah putra biologis dari <b style="color: red;"><i>La Ode Muhammad Idris/Yarona Imamu Yiambo(Mantan Imam Masjid Agung Keraton Kesulthanan Buton) </i></b>sementara kakek Beliau adalah <i style="color: magenta;"><b>Sulthan Buthon XXXII Muhammad Umar Qaimuddin Khalifatul Khamis (Oputa Yi Bariyya, 1887-1904), </b></i>sementara dari pihak ibu, <i style="color: lime;"><b>Ida Ayu Nyoman Rai/ Sitti Maryam adalah putri dari La Jami/ I Nyoman Pasek,</b></i> yang ternyata kakek dari pihak ibu diketahui masih ada darah Butonnya yaitu <b style="color: red;">Bonto Ogena Yi Gundu-Gundu</b>. Jadi jelas sudah bahwa <b style="color: red;">Bung Karno</b> PUTRA BUTON (Bangsawan Asli) yang juga mengalir darah biru Bangsawan Bali.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Mari kembali pada saat <b style="color: red;">Bung Karno</b> mencetuskan PANCASILA pada sidang BPUKI 29 Mei- 1 Juni 1945, beliau selaku pembicara terakhir dalam pertemuan tersebut mengemukakan lima hal sebagai berikut: Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi; Kesejahteraan sosial serta Ketuhanan. Mari kita me Re-Think satu persatu kelima hal yang diungkapkan Bung Karno.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <i style="color: orange;"><b>1. KEBANGSAAN INDONESIA (PERSATUAN INDONESIA)</b></i></span><i style="color: orange;"><b><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Bangsa, adalah rakyat yang harus dilindungi, dapat dilihat, Bung Karno mengambil prinsip MIA PATAMIANA dan MIA PATAKAOMUNA yang membentuk Bangsa Buton dengan paham kebangsaan “KAMATA MOBHARINA TOO MOSAANGUNA, KAMATA MOSAANGUNA TOO MOBHARINA”(Memandang yang banyak untuk yang satu, dan memandang yang satu untuk yang banyak) Satu Bangsa, Bangsa Buton; Satu Tanah Air, Tanah Wolio; Satu Bahasa, Bahasa Buton/Wolio yang kemudian diaplikasikan menjadi Satu Bangsa, Bangsa Indonesia; Satu Tanah Air, Tanah Air Indonesia; Dan Satu Bahasa, Bahasa Indonesia </span></b></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <i style="color: lime;"><b>2. INTERNASIONALISME ATAU KEMANUSIAAN (KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB)</b></i></span><i style="color: lime;"><b><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Sikap saling menghargai, dan hal ini Bung Karno mengadopsi SYARA PATAANGUNA (Empat Pegangan Dasar), BHINCI-BHINCI KULI yang meliputi :</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> a. POMAA-MAASIAKA(Sikap saling menyayangi dan kasih mengasihi)</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> b. POANGKA-ANGKATA (Sikap saling menghormati)</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> c. POPIA-PIARA (Sikap Saling memelihara dan Menjaga)</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> d. POMAE-MAEKA (Sikap saling segan menyegani dan takut terhadap sesama)</span></b></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <i style="color: blue;"><b>3. MUFAKAT ATAU DEMOKRASI (KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT </b></i></span><i style="color: blue;"><b><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN)</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Azas mufakat dan musyawarah ini mencontoh system yang dilakukan oleh MIA PATAMIANA dan MIA PATAKAOMUNA pada saat pembentukan Kerajaan/Keratuan dan mengangkat WA KAAKAA sebagai RATU/RAJA BUTON pertama, dimana asas musyawarah ini diangkat dari SYARA PATAANGUNA, POANGKA-ANGKATA (Sikap saling menghormati, saling meninggikan derajat sesama)</span></b></i></div>
<div style="color: orange; text-align: justify;">
<i><b><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> 4. KESEJAHTERAAN SOSIAL (KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA)</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Bagi Bung Karno, kesejahteraan diarahkan kepada kehidupan “Gotong Royong”, sementara dalam falsafah Buton ditegaskan sebagai berikut: “ HAKUMU LAE MUNTUMU, PARAULEAMU PARABUATAMU ”(hakmu adalah untukmu, dan perolehanmu adalah hasil perbuatanmu)</span></b></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <i style="color: lime;"><b>5. KETUHANAN (KETUHANAN YANG MAHA ESA)</b></i></span><i style="color: lime;"><b><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Kesulthanan Buton dalam menjalankan pemerintahannya telah menerapkan DEMOKRASI KETUHANAN sejak tahun 1311 M yaitu sebagai berikut:</span></b></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <i style="color: red;"><b>OPUTA (Ketuhanan)</b></i></span><i style="color: red;"><b><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> YINDA-YINDAMO SYARA SOMANAMO AGAMA </span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> (Biar Hilang/Tiada Pemerintahan Tetapi Agama Utuh Berjalan)</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> YINDA-YINDAMO LIPU SOMANAMO SYARA </span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> (Biar Hilang/Tiada Negeri Yang Penting Pemerintahan Tetap Berjalan)</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> YINDA-YINDAMO KARO SOMANAMO LIPU </span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> (Biar Diri Hilang/Hancur Tetapi Negeri Utuh Dan Jaya)</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> YINDA-YINDAMO ARATA SOMANAMO KARO </span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> (Biar Harta Hilang Tapi Martabat Diri Tetap Kokoh)</span></b></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<i style="color: magenta;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <b>Selain PANCASILA, BHINEKA TUNGGAL IKA ternyata mengambil filosofis Undang-Undang Kesulthanan Buton yaitu, “TONTOMAKA MOBHARINA TOO MOSAANGUNA, TONTOMAKA MOSAANGUNA TOO MOBHARINA, MAKASU INDA APOSAANGU, AMARIDHO INDA AKOOLOTA” ( Menetap Yang Banyak Untuk yang TUNGGAL, menetap yang TUNGGAL untuk yang banyak, Berdekatan tidak bersekutu, berjauhan tidak berjarak”)</b></span></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <b style="color: red;">Bung Karno</b> menegaskan bahwa Pancasila adalah Isi Jiwa Bangsa Indonesia, Intisari Peradaban Indonesia, Filsafat Bangsa Indonesia, Kepribadian Bangsa Indonesia serta Landasan Kefilsafatan (‘Weltanschauuung’) Bangsa Indonesia, jadi dapat dilihat bahwa dasar Negara kita bukan berdasarkan filsafat individualism seperti Historis –Materialisme milik Marx, Trias Politica milik Montesquieu, Jhon Locke, Roseau, Kant, Hegal dll, sehingga Bung Karno menolak kalau PANCASILA ini adalah “Filsafat Soekarno” atau “PANCASILA Soekarno” seperti nama para pembesar di atas. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Itu karena <b style="color: red;">Bung Karno </b>benar-benar menyatakan bahwa PANCASILA digali dari Bumi Tanah Buton yang keseluruhannya terinspirasi dari sistem Kenegaraan Kesulthanan Buton.</span><br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Wahai Saudara-saudara, teman-teman, adik-adikku yang penulis hormati dan sayangi, tidakkah kalian dan kita semua bangga akan tanah BUTON? Tanah leluhur kita ternyata tanah yang menyimpan 1000 misteri, Tanah yang melahirkan para pembesar di setiap zamannya, yang mungkin kita semua akan menjadi pembesar seperti pendahulu kita di masa depan kelak, tidakkah hati tergerak untuk melestarikan apa yang telah dihasilkan oleh para leluhur kita, yang kemudian oleh <b style="color: red;">Bung Karno</b> selaku PUTRA BUTON digunakan sebagai dasar Negara kita yang juga pernah digunakan Leluhur kita untuk tetap Berjaya hingga sekarang?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Marilah kita mulai menanamkan kecintaan akan tanah leluhur kita Tanah Buton, Tanah Air kita Tanah Air Indonesia dengan melahirkan kesadaran kita bahwa PANCASILA harus lebih dihayati dan diamalkan. Di masa lampau Bangsa Buton bersatu padu mempertahankan PANCASILA, dan di masa kini serta masa yang akan datang kita semua terpanggil untuk kembali mengamalkan PANCASILA, MENGGALI kembali PANCASILA dari kalbu kita. Karena Konsep Bernegara Republik Indonesia yaitu PANCASILA dan BHINEKA TUNGGAL IKA telah mendapat pengakuan dimata dunia khususnya oleh Amerika Serikat dan ini dinyatakan langsung oleh Presidennya <b style="color: lime;">Barack Husein Obama</b> (yang juga pernah belajar di Indonesia dan pastinya masih terekam dalam memorinya kelima butir/dasar PANCASILA) pada 10 November 2010 lalu dalam Pidatonya saat memberi kuliah Studium General di Universitas Indonesia, bahwa AS kini menganut dan mempraktekkannya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Negara Adidaya saja mengakui dan mempraktekkan dasar Negara kita, lalu mengapa kita sebagai pemiliknya tidak mengamalkannya??? </span></div>
<div style="color: blue; text-align: justify;">
</div>
<div style="color: blue; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sekali lagi, amalkanlah, dengan selalu mengobarkan rasa yakni “BANGGALAH SEBAGAI BANGSA BUTON…BANGGALAH SEBAGAI BANGSA INDONESIA, JAYALAH TANAH BUTON, JAYALAH TANAH AIR INDONESIA” !!!</span></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Sebuah Tulisan dalam Rangka Memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2011 dan In Memorian<b style="color: red;"> Dr. Ir. H. Koesno Sosro Soekarno </b>(6 Juni 1901 – 20 Juni 1970) Sebagai <b style="color: lime;">Putra Buton Pencetus Pancasila.</b></span></div>
<br />
<span style="color: red;">*) Penulis merupakan Staff Persidangan Sekretariat DPRD Kota Baubau.</span></div>
<div>
</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-78419448469792027862015-11-25T13:36:00.000-08:002016-02-14T03:53:54.217-08:00JEJAK PERJALANAN PRAJURIT MAJAPAHIT (PRAJURIT GAJAH MADA) DI PULAU BUTON TAK USAH DIRAGUKAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: red;"><b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">OLEH : ALI HABIU</span></b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: red;"><b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><i><span style="color: blue;">Sebuah Renungan <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kelak Akan </span>Menjadi Kenyataan.....</span></i> </span></b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jejak perjalanan prajurit Majapahit khususnya para pengawal Gajahmada di pulau Buton tak usah lagi diragukan. Banyak etafak dan simbol-simbol sandi khusus yang dibuat oleh para prajurit Majapahit khususnya para pengawal Gajahmada nampak dipelupuk mata. Cobalah perhatikan gambar di bawah ini, nampak etafak dan simbol-simbol sandi yang dibuat khusus sebagai pertanda bahwa di wilayah ini terdapat tempat pendaratan sekaligus tempat peristirahatan terakhir para pengawal Maha Patih Gajahmada sebanyak 40 orang tepatnya di desa Masiri, kampung Mada Kecamatan Batauga pulau Buton. Jejeran Etafak dan simbol sandi ini terdapat di tepi pantai desa Masiri Batauga sepanjang lebih kurang 500 meter.</span><br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Postulat, keberadaan simbol-simbol tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya pelarian atau hilangnya Gajahmada setalah berperang mengalahkan lawannya di wilayah sumatera diketahui oleh petinggi-petinggi tertentu di wilayah kerajaan majapahit. Boleh jadi, Tribuwanatungga dewi dan pengawalnya pernah berkunjung di wilayah desa Masiri ini dalam rangka menjenguk para prajurit setia gajahmada yang notabene juga sebagai pelindung dia semasa menjadi Raja Majapahit.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfplH2txS4NzZqX1Ny60ekeW75zv6t3nZrHmlT2O8TsQGYj_pV32TrHu5cr6fXfMl5lR_L923YU3x0bXadwrtOCmiP6iRSom6DsoJDOhb6xomjOnNRPNIT7_3M7-7tnepVGimVs_QP-lo/s1600/batauga.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfplH2txS4NzZqX1Ny60ekeW75zv6t3nZrHmlT2O8TsQGYj_pV32TrHu5cr6fXfMl5lR_L923YU3x0bXadwrtOCmiP6iRSom6DsoJDOhb6xomjOnNRPNIT7_3M7-7tnepVGimVs_QP-lo/s640/batauga.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="color: red;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">Jejeran Etafak dan sandi Khusus Majapahit di Pesisir Pantai Desa Masiri Batauga</span></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-91318406880273904032015-10-14T04:06:00.000-07:002016-02-18T18:06:59.902-08:00MAKAN TUA DALAM BENTENG TAKIMPO BUKAN MAKAM PRAJURIT GAJAH MADA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="color: blue;">
<span style="color: red;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>OLEH : ALI HABIU</b></span></span></div>
<div style="color: blue;">
<br /></div>
<div style="color: blue;">
<br /></div>
<div style="color: blue;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiee4aSVsd1-3xHxm8rDHEdhYF5F4T8yKL8G53BmucSyIiI4VvNzaOVmK0KzaXkqZnTmR5aPVQhzyRES0QeTCS3h_oa0g6ugmG6dvaKbHzNHBJeUwxUktzh_0IaMU3YF1btOUpTraToIII/s1600/IMG_1273.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiee4aSVsd1-3xHxm8rDHEdhYF5F4T8yKL8G53BmucSyIiI4VvNzaOVmK0KzaXkqZnTmR5aPVQhzyRES0QeTCS3h_oa0g6ugmG6dvaKbHzNHBJeUwxUktzh_0IaMU3YF1btOUpTraToIII/s200/IMG_1273.JPG" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
Ketua Umum Lembaga Kabali Indonesia</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pada hri kamis tanggal 13 Oktober 2011 La Ode Muhammad Ali Habiu sebagai ketua umum Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia sengaja datang mengunjungi Kota Lama Takimpo dalam rangka pengambilan data dasar (Desk Studi) makam Gajah Mada dan Prajuritnya sejumlah 40 orang yang dipercayai oleh sebagian besar masyarakat Takimpo Pasar Wajo dan sangat disakralkan atau dirahasiakan berada didalam benteng kompleks pemakaman dalam Takimpo Takimpo yang saat gubernur Ali Mazi mendapat penugaran dan/atau pembangunan benteng seluruh area loasi pemakaman tersebut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkHuPKzqJqZM6XNmKTVVGRJbFTJDAHTKRoLg7Tn9q0U9-G-QKAe86hl7jnsvRqLL712ZGmmNuBYvy6xS52Z2HJtnevJTZnq2a66X6sXVHeSx1DL3ZGL5gZpn-TTIrxj_YbQcV7l45zHWk/s1600/IMG_2134.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkHuPKzqJqZM6XNmKTVVGRJbFTJDAHTKRoLg7Tn9q0U9-G-QKAe86hl7jnsvRqLL712ZGmmNuBYvy6xS52Z2HJtnevJTZnq2a66X6sXVHeSx1DL3ZGL5gZpn-TTIrxj_YbQcV7l45zHWk/s320/IMG_2134.JPG" width="320" /></a></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="color: blue;"><b style="color: red;">LA DJIDU</b></span></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Menurut <b>La Djidu</b> mantan Imam Mesjid Raya Takimpo setelah penulis mewawancarai mengatakan bahwa pasukan Gajah Mada sejumlah 40 orang setelah tiba di Batauga menghilang dan menuju Takimpo kota lama. Semua pasukan pengikut setia Gajah Mada tersebut menuju Takimpo kota lama atau Lipu Ogena mencari sumur tua bernama sumur <b>Langkuna </b>dan mengadakan rapat disana. Setelah selesai mengadakan rapat di sumur tua tersebut lalu semua prajurit Gajah Mada tersebut berpisah-pisah satu dengan lainnya dan entah kemana perginya. Sebagian masyarakat meyakini bahwa ke 40 orang tersebut bukan berpisah-pisah tetapi dikebumikan dalam satu lubang yang terdapat di dalam benteng Takimpo yang diyakini sebagai makam leluhur mereka yakni Gajah Mada.</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr9ld84ZQVtjZZIUEjJy7OXMUSCi9bBf0O42aO0F8uzmiRv-n51zf6BhyphenhyphenaKoURtdQnPrtUabIv18TQKhad6g8yG-aOCA5yhgZ72EhyoIz3TB5ZNWep0fF0RJsrGr-KOwykFaqUGC78wdE/s1600/IMG_2138.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr9ld84ZQVtjZZIUEjJy7OXMUSCi9bBf0O42aO0F8uzmiRv-n51zf6BhyphenhyphenaKoURtdQnPrtUabIv18TQKhad6g8yG-aOCA5yhgZ72EhyoIz3TB5ZNWep0fF0RJsrGr-KOwykFaqUGC78wdE/s320/IMG_2138.JPG" width="320" /></a></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b style="color: blue;">LA AISI </b></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Namun demikian dalam kesempatan lainnya penulis melakukan wawancara kepada kepala Parabela Takimpo Lipu Ogena yakni Bapak <b style="color: blue;">La Aisi </b>dan beliau mengatakan bahwa penyelesaian yang benar seputar masalah kepercayaan masyarakat Takimpo akan makam leluhurnya Gajah Mada di kawasan benteng kota lama Takimpo harus mampu diselesaikan secara bathin bukan atas tutur sejarah saja. Menurut beliau bahwa setelah mengadakan tapah brata khusus untuk mengetahui siapa sebetulnya yang terdapat dalam makam rahasia yang terdapat dalam benteng desa Takimpo lama Lipu Ogena maka didapatnya bahwa ternyata kepercayaan masyarakat Takimpo atas makam leluhurnya gajah Mada dan/atau prajurit setianya sebanyak 40 orang itu semuanya tidaklah benar. Dia mengatakan demikian sebab dalam pandangan bathin beliau tidak satupun diketemukan adanya mayat yang ditanam dalam lubang yang dirahasiakan di dalam kawasan benteng kota lama Takimpo tersebut. Dan beliau berkesimpulan bahwa makan prajurit setia Gajah Mada yang benar terdapat di Batauga desa Masiri bukan di kota lama Lipu Ogena Takimpo</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Pendapat <b style="color: blue;">La Aisi</b> ini dibenarkan oleh ketua umum Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia sebagai penulis blog ini. Pembenaran ini didasarkan bahwa masyarakat Liya sangat yakin bahwa Gajah Mada Moksa di Liya Wangi-Wangi dalam sebuah gua bernama Gua Mabasa <i>(Gua miliknya orang besar)</i>. Dalam pandangan spritual orang-orang Liya mengatakan bahwa Gajah Mada dalam pelariannya dari pulau Sumatera menuju kawasan Timur Indonesia setelah membatu Kerajaan Melayu Pasai dari serangan tentara Mongol langsung menuju ke pulau Wangi-wangi tepatnya mereka menyinggahi pulau Sumanga. Pulau Sumanga tersebut letaknya sebelah timur Keraton Liya dan hanya berjarak sekitar 3 kilometer dari pulau Oroho yang mana Gua Mabasa terdapat di pulau Oroho tersebut. Pulau Oroho merupakan pulau asal mula pertama orang-orang Liya bermukim yang tak lain adalah kumpulan komunitas para bajak laut campuran antara Filiphina, Tobelo, Papua, Bonerate, Bima dan Maluku serta sebagian prajurit Putri Khan asal Mongol-Tibet (invansi dari Kamaru). Semenara di Liya sendiri sudah ada Keraton dengan Benteng yang begitu megah dengan Raja yang berkuasa diperkirakan dari orang-orang jawa keturunan Wangsa Rajasa. Dulunya pulau Oroho ini adalah diyakini sebagai daerah tempatnya orang-orang berani yang sering melakukan tapah brata.</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Pasukan setia Gajah Mada sebanyak 40 orang ditemani 3 orang teliksandinya serta Gajah Mada sempat bermukim di pulau Sumanga untuk beberapa saat. dan berhubung karena ada isyarat bathin bahwa mereka dikejar oleh pasukan khusus Raja Hayam Wuruk untuk membunuh Gajah Mada maka diputuskan untuk memisahkan diri yakni Gajah Mada bersembunyi di pulau Oroho dan pasukan setianya sejumlah 40 orang dan 3 orang teliksandinya berangkat menuju Pasar Wajo karena hanya Pasar Wajo ini merupakan jarak terdekat dari pulau Wangi-Wangi. Sesampainya di teluk Pasar Wajo ternyata di bagian barat ada daratan tinggi yang dinamakan Takimpo Lipu Ogena dan disinilah pasukan setia Gajah Mada sejumlah 40 orang serta 3 orang telik sandinya mengatur siasat perang dan bermukim untukk beberapa saat.</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Supaya mereka terkesan sudah meninggal semuanya perajurit setia Gajah Mada tersebut maka dibuatnya kisah rahasia kepada masyarakat lokal saat itu yang dipimpin oleh mia patamiana takimpo (4 orang pemuka adat Takimpo) seolah-olah 40 orang pasukan inti Gajah Mada tersebut telah wafat di lokasi ini dan dikebumikan dalam satu lubang. Setelah itu mereka berangkat menuju arah barat berjalan di atas dataran timggi atau pebukitan menuju gunung Balawa dan disana juga membuat strategi demikian dan terakhir dalam perjalan pelariannya singgah di desa Masiri Batauga. Disinilah 40 orang prajurit setia Gajah Mada di makamkan dalam satu lubang yang terdapat di atas dataran tinggi setalah sebelumnya selama 40 hari 40 malam secara terus-menerus mereka melantungkan gendang kebesaran puji-pujian maha patih Gajah Mada dimana setelah semua tidak lagi bergerak dan lemas ditimbunnya oleh masyarakat setempat sesuai dengan titah amanah 40 orang prajurit setia Gajah Mada tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGGVJ53ELhLQ0Ceh4vpeEIyTqoc9KcbT1kFDR6qPjSTn2wjjcqFp-dTWZjTUy09c5s2CH91MRWSjlL1i_9sjmCqIagDiJf6foyu0R09qcjt8okwfXuxD_qIx6lo6CiB999-50mTXkZeow/s1600/IMG_2148.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGGVJ53ELhLQ0Ceh4vpeEIyTqoc9KcbT1kFDR6qPjSTn2wjjcqFp-dTWZjTUy09c5s2CH91MRWSjlL1i_9sjmCqIagDiJf6foyu0R09qcjt8okwfXuxD_qIx6lo6CiB999-50mTXkZeow/s640/IMG_2148.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">
<span style="color: blue;"><b>Pintu Gemrbang Utama Benteng Takimpo</b></span></div>
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge1YaY4VbBAb2eSa2IXUKcQZpscZuOhs9DdEUQGjDZ90-wnS3-UTei11lTupS0lxeoMuBKUyOLxRlLZ-GiZfp-n5pMkYNLZRdFaGiFoMgc92ocOToXCjdHBFzUxs3ybIhyiknnkwIeERs/s1600/IMG_2154.JPG" imageanchor="1"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge1YaY4VbBAb2eSa2IXUKcQZpscZuOhs9DdEUQGjDZ90-wnS3-UTei11lTupS0lxeoMuBKUyOLxRlLZ-GiZfp-n5pMkYNLZRdFaGiFoMgc92ocOToXCjdHBFzUxs3ybIhyiknnkwIeERs/s400/IMG_2154.JPG" width="640" /></a></div>
<span style="font-size: small;"><span style="color: blue;"><span style="font-size: xx-small;"><span style="color: red;"><b style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Salah Satu Pintua Bagian Barat</b></span></span></span></span><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHN44B01F4WqsBtcGHlWLytgga7d7n1dfKL1ixVN1d7AkxUGdy8SWG-bc6l1ZCkrUQuKyoBRq5A43PGkVbqKd__qze5EW3-WGWFUBdrsvM9k_1qPrIemslVVf-LST_r2_D_LpeGIIsy48/s1600/IMG_2173.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHN44B01F4WqsBtcGHlWLytgga7d7n1dfKL1ixVN1d7AkxUGdy8SWG-bc6l1ZCkrUQuKyoBRq5A43PGkVbqKd__qze5EW3-WGWFUBdrsvM9k_1qPrIemslVVf-LST_r2_D_LpeGIIsy48/s640/IMG_2173.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: blue;"><span style="font-size: xx-small;"><span style="color: red;"><b> Salah satu Makam Mia Patamiana Takimpo</b></span></span></span></span></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: blue;"><span style="font-size: xx-small;"><span style="color: red;"><b>Yang saat ini Sangat Keramat</b></span></span></span></span></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<br /></div>
</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span id="goog_1271631980"></span><span id="goog_1271631981"></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
Setelah penulis tiba di Benteng Kota lama Lipu Ogena Takimpo lansung menuju Baruga untuk melakukan tirakat mengingat semua hasil wawancara tersebut di atas dari ke dua orang tersebut enggang untuk memberikan data lengkap dimana sebetulnya letak kuburan atau Makam Prajurit Gajah Mada di dalam lokasi benteng Kota lama Lipu Ogena Takimpo tersebut. Setelah beberapa saat alhamdulillah penulis mendapat petunjuk Allah SWT dan pertama langsung menuju kuburan panjang yang terdapat di depan Baruga atau mesjid dalam kompleks benteng kota lama Lipu Ogena Takimpo tersebut dan langsung masuk ke dalam kuburan itu dan membangunkannya melalui median spritual. Ternyata yang diketemukan bukan mayat tetapi hanya 1 buah tombak prajurit Gajah Mada yang sengaja di tanam secara simbolis rahasia untuk mengelabui musuh-musuhnya atau pasukan Hayam Wuruk yang sedang mengejar mereka. Setelah itu penulis langsung naik ke Lawa pintu utama benteng kota lama Lipu Ogena Takimpo dan disini ditemui 3 orang sedang berbincang-bincang sesuatu.</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYhnnqEe7P20caBAwYiYwot5WTiVDpV8tgZdijiuqUSCuD5OvrJQHA92orjGc7_YKlf1j8bLozUOYQTCV4jIjUM8jnTPWyOI5kb2TfFmhHUUb5QdJ9hx_6O9k2O-VXXTuU6XBwFXAQkTc/s1600/IMG_2153.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYhnnqEe7P20caBAwYiYwot5WTiVDpV8tgZdijiuqUSCuD5OvrJQHA92orjGc7_YKlf1j8bLozUOYQTCV4jIjUM8jnTPWyOI5kb2TfFmhHUUb5QdJ9hx_6O9k2O-VXXTuU6XBwFXAQkTc/s640/IMG_2153.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: small;"> <span style="font-size: xx-small;"><span style="color: red;"><b style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Makam depan Baruga Dalam Kawasan Benteng Takimpo</b></span></span></span><br />
<br />
<br />
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdrE5yCB2Tiwc8-cLdPpA-hR8xg6Nr723rlOeJUyTc4pyYEQJNw877MeRYSWcsPJAZzlexrsVzrk8upVVAn2rpIQuAUTW1e3-L01npIr2YmoOwJzoPzxTHiYun-WqYTfARmYoMkLI-q7c/s1600/IMG_2152.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdrE5yCB2Tiwc8-cLdPpA-hR8xg6Nr723rlOeJUyTc4pyYEQJNw877MeRYSWcsPJAZzlexrsVzrk8upVVAn2rpIQuAUTW1e3-L01npIr2YmoOwJzoPzxTHiYun-WqYTfARmYoMkLI-q7c/s640/IMG_2152.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;">
<span style="color: red; font-size: small;"><span style="font-size: xx-small;"><b>Baruga Dalam Benteng Takimpo Dibawahnya di Yakini</b></span></span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="color: red; font-size: small;"><span style="font-size: xx-small;"><b style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> Sebagai Makam 40 Org Prajurit Setia Gajah Mada</b></span></span><br />
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguTk_m7fwcrX0vEQqKSmUqffrsEC9M4dU9q_FEU9zsPW5PrAtOx7qWIiaa06KbyaWcK9tUyWQ27xHEQF97cxjL-enyn5E7-IpKN9JJorkl3VNj4hayU_QcQqZst5zVPGzIvzzIUnlfwSY/s1600/IMG_2177.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguTk_m7fwcrX0vEQqKSmUqffrsEC9M4dU9q_FEU9zsPW5PrAtOx7qWIiaa06KbyaWcK9tUyWQ27xHEQF97cxjL-enyn5E7-IpKN9JJorkl3VNj4hayU_QcQqZst5zVPGzIvzzIUnlfwSY/s640/IMG_2177.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="color: red; font-size: small;"><span style="font-size: xx-small;"><b>Makam 40 Orang Perajurit Setua Gajah Mada</b></span></span></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="color: red; font-size: small;"><span style="font-size: xx-small;"><b>Dibawah Bangunan Baruga ini sangat diyakini</b></span></span></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="color: red; font-size: small;"><span style="font-size: xx-small;"><b>Oleh Masyarakat Takimpo</b></span></span></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<br />
<br /></div>
</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
Ibu yang satunya sedang menumbuk sirih+pinang+gambir+kapur sirih untuk bahan kunyah atau menyirih dan dua orang lainnya sedang menunggu petunjuk ghaib atas sesuatu keperluan dengan ibu tadi. Tanpa disengaja Bapak yang satunya mengucapkan bahwa yang bapak cari makam 40 orang prajurit setia Gajah Mada ada di bawah bangunan Baruga itu, sengaja dibuat demikian untuk disembunyikan. Pada kesempatan itu saya langsung membuat pinangan dan menyampaikan kepada Bapak itu untuk temani saya. Semula Bapak itu takut tapi Ibu ini yang ternyata orang karamah (orang punya kelebihan bathin) menyampaikan kepada tersebut bahwa ikuti kata Bapak ini (maksudnya saya) apa yang dikatakan Bapak itu banar tak salah sebab Bapak ini punya teropong ghaib. Alhamdulillah seketika kami pamit dan turun kembali menuju Baruga dan setibanya disana langsung masuk kebawah kolong Baruga yang terdapat dalam benteng Lipu Ogena Takimpo lama. Setelah masuk langsung penulis menaruh toba (sesajen yang telah disiapkan tadi) di atas sebuah batu besar yang terdapat dibagian utara ditengah-tengahnya bawah lantai Baruga tersebut dan kemudian membuka kunci kuburan membangunkan arwah yang telah diyakini ditanam di tempat itu dengan melakukan dialog metafisis. Ternyata yang diketemukan hanya 1 buah topi prajurit Gajah Mada dan separangkat peralatan perang berupa baju dan perkakas lainnya yang sengaja ditanam oleh para prajurit setia Gajah Mada untuk mengelabui lawan atau pasukan Hayam Wuruk yang sedang mencarinya. Dalam dialog metafisis di lokasi ini mereka mengatakan bahwa makamnya para perajurit itu ada di Batauga. Orang tua ini terkejut dan terkesimah sangat yakin apa yang penulis katakan sebab mata bathinnya juga tembus dan mengatakan demikian itu. Ternyata kisah-kisah sejarah peradaban masa lalu di wilayah Lipu Ogena Takimpo ini penuh dengan rahasia dan politik. *****</div>
</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-42068704272697968132014-11-01T05:34:00.000-07:002014-11-09T17:00:40.373-08:00ASAL MULA TERJADINYA PULAU BUTON<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpONLR-23KLwH0Xf4ytC-DkRa_pMu3iv6_0CguUT5T1ngF_okkw-SON7lhuuCUQ8jwlImGdR8YJ4qpGAM1b0v6FvvNwhR7YVzDWRChHH1xwivGSnJwvRdIsh7_IvNYhnTD5V9ARgdbY9E/s1600-h/peta.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpONLR-23KLwH0Xf4ytC-DkRa_pMu3iv6_0CguUT5T1ngF_okkw-SON7lhuuCUQ8jwlImGdR8YJ4qpGAM1b0v6FvvNwhR7YVzDWRChHH1xwivGSnJwvRdIsh7_IvNYhnTD5V9ARgdbY9E/s320/peta.jpeg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b style="color: blue;">OLEH : ALI HABIU</b></span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b style="color: red;">Berdasarkan Risalah RabbiKU</b> Nomor : 0,1,2,3 <span style="color: magenta;">"</span><i style="color: magenta;"><b>Onemillion Phenomena"</b></i> oleh Fahmi Basya, edisi syawal 1404 hijriah atau tahun 1983 masehi. Dalam risalah ini dikisahkan asal mula terjadinya pulau Buton adalah akibat dari pergerakan lempeng kulit bumi poros <b style="color: cyan;"><i>Ka'bah-Thuur</i></b>. Dataran arabia adalah merupakan kecepatan awal pergerakan kulit bumi mengarah ke timur laut Sulawesi. Pulau Sulawesi diambil sebagai standar, mengingat Sulawesi berada ditengah-tengah antara Mekka (dataran arab) dengan pulau Toamoto (dalam al-qur'an disebut Thuur) yang berada di laut Pasifik Selatan 180 derajat dari Ka'bah. Dan tepatnya adalah sekitar pulau Buton di Sulawesi Tenggara. Perlu diketahui bahwa kecepatan awal hanya sama pada radius-radius yang sama, sehingga kecepatan awal terbesar terdapat pada daerah Equator ketika Ka'bah-Thuur sebagai sumbu bumi. Semakin dekat pada kedua kutub, gerak sisa akan semakin kecil. Oleh sebab itu di Pasifik cenderung untuk menjadi satu lempeng Tektonik yang berputar dengan pusat Toamoto. Demikian juga lempeng Tektonik Arabia cenderung untuk berputar ditempat dengan pusat Ka'bah, sehingga ia menyebabkan <i style="color: red;"><b>Laut Kaspia</b></i> bertambah besar. Sedangkan gerak lempeng Tektonik Pasifik menyebabkan danau-danau di San Pransisco seperti permen karet ditarik, karena lempeng Amerika telah berada di atas lempeng Tektonik Pasifik. Gerak sisa pada kulit bumi dari poros artik-antartik adalah kecepatan akhir yang mengarah ke barat Sulawesi. Resultanta antara kecepatan awal dan kecepatan akhir adalah kecepatan tujuan yang mengarah ke Barat Laut. Dan perlu diketahui bahwa besar kecepatan tujuan dan arahnya berbeda-beda sesuai dengan seperangkat kecepatan akhir dan kecepatan awal serta arahnya. Sehingga dipermukaan bumi berbagai kecepatan gerak lempeng Tektonik yang saling menjauh, saling mendekat, saling bergeseran hingga membentuk gunung, bukit, daerah retak, lembah, danau dan lain-lain. Pada daerah sekitar Sulawesi, gaya kecepatan awal dan kecepatan tujuan itu terlihat jelas. Akibat kecepatan tujuan, Sulawesi bergerak menjauhi tenggara. Bentuk pulau inipun masih memperlihatkan bentuk bongkok akibat dari menjauhi pulau Buton. Buton berasal dari bahasa Arab "Buthuun" yang berarti "Perut-Perut". Kalau pulau Buton ini diistilahkan oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai "Al-Bathniy" atau "hurup Mim" pada pusat (perut) manusia, maka timbul pertanyaan ; Apa hubungannya <b><span style="color: red;">Laut Kaspia</span></b> dengan <span style="color: red;"><b>pulau Buton?</b></span>. </span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVmSD9m5P4XUISnOWxh_rHhIeE9nWVyuvP4u41bZPzFprYlZ66CvAikAB_w8l3fIZXgPlhsEmh3PgM12LKsrQ8iWyEGaUdnAo7WI7gmVJFBfA-tg3Eg1TGn5N0cf8gDPuL7h7Sbdg1T6c/s1600/LAUT+KASPIA-2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="230" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVmSD9m5P4XUISnOWxh_rHhIeE9nWVyuvP4u41bZPzFprYlZ66CvAikAB_w8l3fIZXgPlhsEmh3PgM12LKsrQ8iWyEGaUdnAo7WI7gmVJFBfA-tg3Eg1TGn5N0cf8gDPuL7h7Sbdg1T6c/s320/LAUT+KASPIA-2.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b style="color: blue;">Peta Laut Kaspia di Arabia</b></span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b style="color: blue;"> </b> </span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigL4UGloe0dqxiUpCgVjf08uy8NY0-m-1cr8aQPFplaaDM6gufFR_kJFA0hb_yPrXDgkJa6M4tcpATxZDITytKeeHG4EmeJejSx6uhwwLk5-hKFrDKQVZqaR2uY7wZBof47zLNFCW_3GM/s1600/LAUT+KASPIA-1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigL4UGloe0dqxiUpCgVjf08uy8NY0-m-1cr8aQPFplaaDM6gufFR_kJFA0hb_yPrXDgkJa6M4tcpATxZDITytKeeHG4EmeJejSx6uhwwLk5-hKFrDKQVZqaR2uY7wZBof47zLNFCW_3GM/s1600/LAUT+KASPIA-1.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> Bila kita membuka peta bumi (world map), perhatikan <b style="color: red;">laut kaspia </b>di dataran Arabia, relief dan struktur morfologisnya hampir sama dengan pulau Buton. </span><br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Oleh karena itu, apakah secara ilmiah memang ada hubungan geologis antara pulau Buton dengan Laut Kaspia yang terdapat di dataran Arab?. Para peneliti geologi dari Guelph University Toronto Canada sekitar tahun 1993 lalu telah melakukan penelitian struktur batuan yang terdapat di pulau Buton. </span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsDXsCdxMX0ClPv_7I5Envy5ivA798U1F7JYAI3x8cOHRq0dLQw4-dNvkNWIJ9tZM8TxQ2F18hJtwQX3KdK3Wntw8YSVPZot3YZWPfE3AcweScEAIl7ogAjVjAAKpD4zuxBFqTxuIVxXk/s1600/LAUT+KASPIA-4.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsDXsCdxMX0ClPv_7I5Envy5ivA798U1F7JYAI3x8cOHRq0dLQw4-dNvkNWIJ9tZM8TxQ2F18hJtwQX3KdK3Wntw8YSVPZot3YZWPfE3AcweScEAIl7ogAjVjAAKpD4zuxBFqTxuIVxXk/s1600/LAUT+KASPIA-4.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> Hasil penelitian disimpulkan bahwa struktur batuan pulau Buton sama dengan yang terdapat di dataran Arab dengan usia sekitar 138 juta tahun. Masih diperlukan studi lebih lanjut oleh para ilmuwan untuk menguak tabir ini sehingga Bangsa Arab tau bahwa ada bagian mereka yang hilang dan yang hilang itu ada di pulau Buton. Demikian pula untuk pulau Muna, reliefnya hampir sama dengan Laut Hitam dan usia batuannya diperkirakan 143 juta tahun lebih tua dari pulau buton.****</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-62255334565700650762014-11-01T05:33:00.001-07:002014-11-02T06:01:08.572-08:00LUBANG GHAIB TEMBUS KA'BAH BAITULLAH ADA DI PULAU BUTON<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiocBqfXd2LYk7G68TvuIpnfirnzwmNiGwi94sSjpNZfBPh3FI-ZNPDQFl0ohr9nj8gx9UrENrt4lm9xOhv1i1ibmvK_8FZF8lxMoRq4kvPpPP-016O7C5tiYM4gltgr-y9hqyswUovuRA/s1600-h/DSC08167.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiocBqfXd2LYk7G68TvuIpnfirnzwmNiGwi94sSjpNZfBPh3FI-ZNPDQFl0ohr9nj8gx9UrENrt4lm9xOhv1i1ibmvK_8FZF8lxMoRq4kvPpPP-016O7C5tiYM4gltgr-y9hqyswUovuRA/s200/DSC08167.JPG" height="86" width="129" /></a></div>
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> <span style="color: blue;"><b>OLEH ALI HABIU</b></span></span><br />
<br />
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Dalam Buku Tambaga/Perak berjudul <b style="color: red;">"Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa Daarul Munajat"</b> Oleh Laode Muhammad Ahmadi, mengatakan bahwa dua puluh tahun sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW kira-kira tahun 624 Masehi, ketika beliau berada di Madinah dan berkumpul dengan para sahabat dan terdengarlah dua kali demtuman bunyi begitu keras, ketika itu pula Rasulullah Muhammad SAW mengutus <b style="color: blue;">Abdul Gafur</b> dan <b style="color: blue;">Abdul Syukur</b> yang keduanya merupakan kerabat dekat Nabi Besar Muhammad SAW untuk mencari pulau Buton (Al-Bathniy), diapun melanglang buana mencarinya hingga menelan lamanya waktu pencarian hingga 60 tahun yakni sampai tahun 684 Masehi di kawasan Asia Tenggara. Nanti kemudian setelah melewati selat pulau Buton sesudah waktu shalat Magrib barulah dia mendengar suara azan persis sama dengan suara azan yang dikumandankan di Masjidil Haram Mekkah sewaktu tiba shalat zhuhur, maka diapun turun dari kapalnya lalu mencari sumber suara azan tersebut. Ternyata suara azan tersebut adalah dikumandankan oleh Husein yang tak lain ialah kerabat dekatnya sendiri yang dilihatnya muncul dari sebuah lubang ghaib berbentuk kelamin perempuan terdapat di atas bukit. Lubang ghaib ini tembus ke Ka'bah Baitullah Mekkah. Didepan lubang ghaib inilah <b style="color: blue;">Abdul Gafur </b>meneteskan air matanya merenungkan kebesaran Allah SWT, seraya mengingat kembali pesan Rasulullah Muhammad SAW sebelum tinggalkan Madina, bahwa isyarat tanda inilah telah menunjukkan disitulah terdapat pulau <b style="color: cyan;">Al-Bathniy</b> yang dicarinya. Didepan lubang ghaib inilah Abdul Gafur bisa melihat secara kasaf mata semua yang terjadi di <b style="color: purple;"><i>Masjidil Haram Mekkah</i></b>, termasuk juga orang yang sedang melakukan azan ketika itu dan diapun mengenal orang tersebut yang tak lain adalah sanak keluarganya sendiri bernama Zubair. Pada Zaman Kerajaan Wa Kaa Kaa atau nama aslinya <b style="color: lime;">Mussarafatul Izzati Al fakhriy </b>yang terjadi pada Abad XIII yang pusat Kerajaannya di bukit dekat lubang ghaib tersebut. Pusat lubang ghaib itu berada di wilayah pusat Kerajaan Wa Ka kaa (sekarang Keraton Buton) disucikan dan dipeliharan dengan baik yang kemudian dijadiakan tempat sakral untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk ghaib atas kehendak Allah SWT. Ketika berselang masuknya ajaran Islam di pulau Buton pada Abad XV yang dibawah oleh <b style="color: red;">Sjech Abdul Wahid,</b> maka pemerintahan sistem Kerajaan sudah berubah menjadi pemerintahan sistem Kesultanan dengan sultan pertama Buton bernama Murhum. Maka ketika itu dibangunlah mesjid Keraton Buton yang mana pusat lubang ghaib tersebut diletakkan di tengah-tengah dalam ruang mihrab Imam Mesjid Keraton Buton tempat Imam mesjid memimpin shalat. sang Imam mesjid Keratonpun pada zamannya ketika memimpin shalat lima waktu bisa secara ghaib melihat kejadian di Masjidil Haram Mekkah seolah-olah dia sedang berada memimpin shalat disana, sehingga menambah makin khusu'nya sang Imam tersebut dalam memimpin shalat berjamaah di Mesjid Keraton Buton Bukan itu saja, Sultan Buton dan para Sara pemerintahan Sultan Buton apabila ada keperluan dalam kepemerintahannya serta mau melihat keadaan perkembangan bangsa-bangsa di dunia atau apa saja, maka dapat mengunjungi lubang ghaib tersebut yang selanjutnya di lubang ghaib tersebut akan muncul keajaiban atas kehendak Allah SWT guna mengatasi segala permasalahan yang ada. Sejak akhir tahun 1970-an, lubang ghaib yang terdapat di mihrab Imam Mesjid Keraton itu telah ditutup rapat dengan semen. Hal ini dilakukan oleh para tokoh adat Keraton mengingat masyarakat umum sudah banyak yang menyalahgunakan lubang ghaib ini yang dikuatirkan bisa menduakan Tuhan YME atau murtad. Selain itu juga sebelum ditutupnya lubang ghaib tersebut terjadi kejadian histeris seorang mahasiswa yang berkunjung ke lubang ghaib ini karena disini dia melihat kedua orang tuanya yang sudah meninggal yang disayanginya. Dalam mihrab Imam mesjid Keraton tersebut dibagian atas dari letak lubang ghaib tersebut terdapat dua gundukan mirip buah dada perempuan gadis. Kedua gundukan tersebut ketika Imam mesjid Keraton Buton melakukan sijud shalat, maka ketika sujud dia memegang kedua gundukan mirip buah dada perempuan itu, sedang lubang ghaib berada dibagian bawa pusarnya atau berada disekitar arah kelamin sang Imam tersebut. Lain halnya lubang ghaib yang terdapat di pulau Wangi-Wangi di bagian timur pulau Buton, tepatnya di desa <b style="color: red;">Liya Togo</b> letaknya 30 meter dibelakang mesjid Keraton Liya. Pada zamannya lubang ghaib ini juga dipelihara oleh Raja atau Sara Liya mengingat banyaknya keajaiban yang dapat dilihat dilubang ghaib tersebut. </span><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbC50lCWvT8sheLREeB9-0YZEvV9PYsHkTBnqI02uDHxd6wQDQtwXO2illLPFA-GrN-wnrd9Xp1sjwRIsyoTLUhvoISONHbhPDIYr9VZ8rE0vzEJ7x8dDeziN5PtmMQMq9Pmsvl9tqDXc/s1600/IMG_0290.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbC50lCWvT8sheLREeB9-0YZEvV9PYsHkTBnqI02uDHxd6wQDQtwXO2illLPFA-GrN-wnrd9Xp1sjwRIsyoTLUhvoISONHbhPDIYr9VZ8rE0vzEJ7x8dDeziN5PtmMQMq9Pmsvl9tqDXc/s320/IMG_0290.JPG" height="240" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<b style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">Lubang Ghaib</b></div>
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Lubang ghaib yang tembus ke Ka'bah Mekkah yang terdapat di <b style="color: blue;">Liya Togo</b> ini sengaja tidak diletakkan di dalam mesjid Keraton Liya sebagaimana yang terdapat di <b style="color: orange;">mihrab mesjid Keraton Buton</b> sebab tidak boleh dilakukan sama. Sultan Buton apabila mengunjungi Keraton Liya setelah melakukan shalat di mesjid Keraton Liya, selanjutnya sang Sultan langsung mengunjungi lubang ghaib tersebut lalu memohon kepada Allah SWT untuk dapat melihat seluruh keadaan dan kejadian pemerintahannya sehingga dia dapat melihat secara ghaib untuk menjadi kewaspadaan Sultan. Kedua lubang ghaib tersebut saat ini secara spritual sudah tidak terpelihara lagi sehingga kini tinggal kenangan saja. Hanya dengan penegakan kembali sistem peradaban hakiki Islam dan penegakan Sara Agama pada masing-masing wilayah barulah mungkin rahasia lubang ghaib itu bisa berfungsi kembali atas izin Allah SWT. Diperkirakan lubang ghaib serupa ini juga terdapat satu buah di <b style="color: lime;">Serambih Aceh </b>Sumatera Utara pintu masuk pertamanya Islam di Indonesia. Sehingga di Indonesia terdapat 3 buah lubang ghaib yang dibentuk oleh alam atas kehendak sang halik. Berdasarkan petunjuk spritual di dunia ini terdapat 5 buah lubang ghaib tembus ke Ka'bah Baitullah Mekkah, 2 di antaranya terdapat di <b style="color: magenta;"><span style="color: magenta;">d</span>ataran Cina </b>dan dataran <b style="color: magenta;">Eropah Barat.</b> Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguak kisah ini secara ilmiah oleh para ilmuwan dunia sehingga dapat ditarik manfaatnya untuk perbaikan kualitas hidup dan kehidupan manusia dalam penegakan Iman dan Keyakinan kepada Tuhan YME serta pembenaran perkembangan kemajuan peradaban manusia di muka bumi ini.</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com20tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-27658183208922942672014-11-01T05:33:00.000-07:002014-11-02T06:11:23.567-08:00KERAJAAN PERTAMA KALI di PULAU BUTON TERDAPAT DI KAMARU PADA ABAD KE IX SEBELUM MASEHI BUKAN DI WOLIO<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><b style="color: blue;">OLEH : ALI HABIU</b></span><br />
<br />
Asal mula kerajaan pertama kali di pulau Buton di perkirakan mulai terjadi pada abad IX SM dan hal ini terjadi di desa Kamaru kecamatan Lasalimu. Raja pertama ini bernama Putri Khan asal negeri Tibet-Mongolia-Tar-Tar dari keturunan baginda Sayidina Ali bin Abithalib yang ketika itu mendapat perintah spritual untuk mencari pulau Buton. Putri Khan merupakan permaisuri dari kerajaan asalnya yang berdasarkan perintah spritual tersebut dia datang mencari pulau Buton dengan membawa pasukan sebanya 299 orang dengan menumpang sebanyak 9 Armada kapal perang berlayar. Pelayaranpun dilakukan berbulan-bulan hingga mendapatkan pulau Buton. Ketika pertama kali pulau Buton ditemukan langsung rombongan armada kapal masuk selat Kamaru dan berlabuh di desa Kamaru pulau Buton. Putri Khan mulai pertama masuk pada pulau Buton melalui selat Kamaru dan berlabuh di perairan Kamaru. Setelah tiba di pulau Buton tepatnya di desa Kamaru, dia selanjutnya mencari daerah strategis yang cukup aman dari serangan musuh. Maka dipilihnya gunung Ba'ana Meja yang kira-kira berjarak kurang lebih 1.000 meter dari bandar Kamaru. Gunung ini merupakan gugusan pegunungan yang relatif tinggi dengan ketinggian lebih kurang 170 meter dari permukaan laut. Maka diputuskanlah untuk membuat istana kerajaannya di atas gunung ini yakni di puncak gunung Ba'ana Meja Kamaru. Di puncak gunung Ba'ana Meja inilah memiliki tanah yang datar dengan luas kurang lebih 50 m2 yang relatif cukup baik untuk mendirikan istana permaisuri. Istana kerajaan pertama di pulau Buton ini dibangun di atas puncak gunung dengan ketingggian sekitar 170 meter dari permukaan laut dimana bangunan istana bersebelahan dengan pohon asam yang saat ini sudah punah tinggal bekas-bekasnya dan diperkirakan berdiameter 3 meter. Sepanjang lingkup gunung Ba'ana Meja ini mulai dari kaki sampai puncak gunung lerengnya di timbuni oleh kulit kerang laut dengan ketebalan hingga 1-2 meter. dari sinilah asal mula dimulainya perkembangan manusia-manusia di pulau Buton dan membangun kerajaan-kerajaan kecil hingga memiliki lebih kurang 5 (lima) kerajaan di wilayah ini. Putri Khan inilah merupakan asal mula manusia pertama secara komunitas membentuk suatu kerajaan dan berkembang biak secara turun temurun di pulau Buton sampai menjadikan kisah hubungan Togo Motonu di Malaoge Lasalimu yang ada relevansi secara vertikal baik patrimonial dan matrimonial dengan Sawerigading di Luwu Sulawesi Selatan. Bukti-bukti secara artifak-arkiologis telah dibawah oleh penulis berupa satu buah slop (sandal) kaki kiri milik Putri Khan. Dan kisah ini merupakan hasil penuturan Putri Khan kepada penulis secara ghaib melalui dialogi bathin alam maya atau dalam istilah populer sering dikenal dengan dialog metafisis. Pada saat penulis melakukan dialog metafisis pada waktu itu turut disaksikan oleh 2 orang parabela orang keramat penjaga Batu Ba'ana Meja dan hal ini terjadi pada tahun 2002 lalu. Batu Ba'ana Meja adalah batu berwarna hitam pekat berdiameter 0,50 m2 dan 1 m2 yang merupakan meja tempat kerja atau meja makan Sang Putri Khan. Sejak tahun 1970-an sudah sering kali terjadi bila seseorang pengunjung ke gunung ini yang tidak percaya adanya kekuatan ghaib dari batu Ba'ana meja ini, lalu dia membuang batu Ba'ana Meja tersebut ke bawa gunung atau dibawa pulang ke rumahnya, namun kuasa Allah SWT, kejadian ghaibpun muncul, sebab keesokan harinya batu itu kembali lagi ketempat semula seolah-olah tak terjadi sesuatu apapun. para ahli penulisan sejarah Buton hingga saat ini belum pernah dijumpai naskah secara resmi yang mengemukakan pengakuan atas adanya eksistensi kerajaan-kerajaan kecil yang terjadi di Kamaru dan sekitarnya (Lasalimu-Tira-Tira-Wasuemba-Lawele) sehingga masyarakat Buton juga hingga sekarang ini masih bingung sebetulnya kerajaan-kerajaan apa saja yang terdapat di Kamaru dan sekitarnya pada zamannya, ada berapa keraajaan yang berlansung disana dan apa hubungan kerajaan-kerajaan ini dengan kedatangan orang-orang sakti ke pulau Buton yang juga mendapat perintah spritual termasuk didalamnya mengapa Raden Wijaya sebagai Raja Mataram dan terakhir sebagai Raja Majapahit mau memerintahkan 3 orang anak kesayangannya yakni Raden Sibatara, Raden Jutubun dan Putri Lailan Manggrani untuk mencari pulau Buton dan membuat bandar disana. Secara hipotesis, menunjukkan bahwa ada kaitan secara linier baik patrimonial maupun matrimonial antara kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Kamaru dan sekitarnya dengan kerajaan Mataram? Oleh karena itu berhubung kompleksnya eksistensi sejarah yang didudukkan oleh putri Khan di Kamaru dan sekitarnya ini mana sudah saatnya para peneliti sejarah untuk mengusut masalah ini sehingga masyarakat Buton dapat mengetahui hubungan-hubungan kekuasaan termasuk keturunan antara Raja pertama di Lasalimu yakni putri Khan dengan para raja-raja di pulau Jawa dan Sumatera termasuk Johor.</div>
<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">
Dalam kaitan ini sudah saatnya para antropolog dan para arkiolog putra daerah Buton kerja sama dengan para ilmuwan dunia; untuk melakukan penelitian ilmiah dalam menyikapi kisah ini secara menyeluruh. Apa sebetulnya misi utama Putri Khan ke negeri ini?. Benarkah dia (Putri Khan) dan rombongannya para prajurit sebanyak 299 orang itu merupakan manusia pertama yang mendiami pulau Buton atau manusia kedua yang datang menginjakkan kaki di pulau Buton ? Apakah misi utama Putri Khan ada hubungannya dengan rahasia alam yang terkandung dalam pulau Buton?. Apakah masih ada hubungannya dengan Al-Bathniy sebagaimana yang diamanahkan oleh Rasulullah Nabi Besar Muhammad SAW?. Atau apakah ada hubungannya dengan perlindungan Potensi Sumber Daya Alam yang saat ini serba gaib di daerah ini?. Wallahu a'alam bisshabab.</div>
<div style="color: #eeeeee; font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-37022426818842024612014-11-01T05:32:00.000-07:002014-11-01T05:32:30.594-07:00BENTENG KERATON WOLIO (BUTON)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b>Oleh : Unggun69-Samarinda </b></span></div>
<br />
<br />
<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">
<a href="http://melayuonline.com%20/">Benteng Keraton Wolio</a> merupakan salah satu situs peninggalan sejarah terbesar di Pulau Sulawesi. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos jaga/kubu pertahanan (bastion) yang dalam bahasa setempat disebut baluara. Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba (gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri.
Benteng ini berdiri ketika Sultan ke-4 Kesultanan Buton <b><span style="color: red;">Dayanu Ikhsanuddin (1597-1631)</span></b> gundah melihat banyaknya bajak laut yang menyerang rakyatnya. Untuk menghalau serangan bajak laut itu, Sultan memerintahkan prajuritnya membangun 16 baluara di sekeliling bukit Wolio. Pendirian baluara itu tidak dilakukan sembarangan.
Sultan mendasarkan pembangunan 16 baluara itu pada proses kelahiran manusia. Angka 16 dianggap angka kehidupan (nutfah). Sebab pada umur 160 hari, janin di kandungan seorang ibu akan ditiupkan roh tanda kehidupan oleh Allah SWT. Demikian pula dengan 16 baluara itu. Bangunan-bangunan itu diharapkan memberikan jaminan kehidupan bagi seluruh rakyat Kesultanan Buton pada masa itu.
Sultan Dayanu Ikhsanuddin kemudian digantikan oleh <b><span style="color: red;">Sultan Abdul Wahab</span></b> yang memerintah hanya selama setahun (1631-1632). Pada masa pemerintahannya, tak ada perubahan yang berarti pada 16 baluara itu.
Ketika sultan ke-5, Sultan Gafarul Wadudu (1632-1645) berkuasa, terjadi perubahan besar-besaran. Sultan Gafarul memerintahkan ribuan prajurit dan seluruh rakyatnya membangun benteng besar di puncak bukit Wolio dengan menghubung-hubungkan bangunan baluara itu dalam satu rangkaian.
Agar bangunan benteng yang dibangun itu sesuai dengan keinginannya, Sultan Gafarul Wadudu memerintahkan Perdana Menterinya <b style="color: blue;">Maa Waponda </b>menjadi arsiteknya. Maa Waponda lalu membuat rancangan denah bangunan benteng berdasarkan bentuk salah satu huruf dalam aksara Arab yakni “Dhal”. Huruf dhal itu sendiri, diambil dari huruf terakhir yang pada nama Nabi Muhammad SAW.
Alasan Maa Waponda membuat rancangan denah seperti itu, karena ada salah satu sudut bangunan yang tidak dapat dipertemukan. Secara kebetulan, sudut yang dimaksud tepat di atas sebuah tebing yang sangat curam. Bukit Wolio memang berlokasi di sebuah kawasan berbatu cadas.
Karena sejak awal pembangunan Benteng Keraton Wolio didasarkan pada proses kehidupan manusia, Sultan Gafarul Wadudu kemudian memerintahkan pembangunan 12 buah Lawa (pintu gerbang) di sekeliling benteng. Angka 12 mengacu pada adanya 12 buah pintu (lubang) di tubuh manusia sebagai ciptaan Tuhan. Lawana Lanto, yang merupakan gerbang utama Benteng Keraton Wolio merupakan tamsil/pengandaian mulut manusia.
Panjang keliling benteng tersebut 3 kilometer dengan tinggi rata-rata 4 meter dan lebar (ketebalan) dinding mencapai 50 centimeter. Bahan baku utama yang digunakan adalah batu-batu gunung yang disusun rapi dengan kapur dan rumput laut (agar-agar) sebagai bahan perekat. Luas seluruh kompleks keraton yang dikitari benteng 401.911 meter persegi. Untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan masyarakat di dalam kompleks benteng, Sultan Gafurul Wadudu juga membuat pasar.
Begitu besar dan luasnya bangunan Benteng Keraton Wolio itu, memerlukan waktu 13 tahun bagi Sultan Gafarul Wadudu untuk menyelesaikannya. Selama proses pembangunannya, seluruh lelaki yang ada di wilayah Kesultanan Buton diwajibkan terlibat secara penuh.
Konon kabarnya, lantaran seluruh lelaki diwajibkan ikut bekerja dan menginap di sekitar lokasi pembangunan benteng, berakibat pada rendahnya angka kelahiran yang nyaris mencapai nol persen. Setelah 13 tahun bersusah payah, Benteng Keraton Wolio ini selesai.
<b><i style="color: lime;">(Sumber : Koran Tempo, diolah & http://wolio.wordpress.com/)
</i></b></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-3271236150511282752014-10-08T21:06:00.000-07:002016-01-23T05:36:02.837-08:00GAJAH MADA LAHIR DI BUTON DAN MAKAMNYA DI LIYA WAKATOBI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b>OLEH : MAHAJI NOESA</b><br />
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnpzxdj9vneL24BraZCVOWl-H_XaNIxQ2LDbDwsbC4hEpFf9PU63PBp_lIyxi3kVRj0Kbk0J9mGrfJFtCwAtwDyfEZldAWtMtpQWwNH3BrpUkRpTW4aO6nWOfPohDQsIYEitka28XPbR8/s1600/mahaji+noesa.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnpzxdj9vneL24BraZCVOWl-H_XaNIxQ2LDbDwsbC4hEpFf9PU63PBp_lIyxi3kVRj0Kbk0J9mGrfJFtCwAtwDyfEZldAWtMtpQWwNH3BrpUkRpTW4aO6nWOfPohDQsIYEitka28XPbR8/s1600/mahaji+noesa.jpg" /></a></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="color: red;"><b><i>Kompasianer menilai menarik</i></b></span>. Pulau Buton di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam catatan sejarah, pernah menjadi tempat pilihan perlindungan yang aman dari sejumlah bangsawan kerajaan ternama di Nusantara. Bahkan dalam penelusuran terakhir, ditemukan petunjuk dari sejumlah catatan dan bukti arkeolog, Pulau Wangiwangi yang dulunya masuk wilayah Buton dan kini menjadi Kabupaten Wakatobi justru tempat lahir dan moksanya Gajah Mada, Mahapatih Kerjaaan Majapahit yang terkenal dengan ‘Sumpah Palapa’ - Pemersatu Nusantara.</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8k5TpfeCUXSaeqwC8YXkrwexnhl23AHJmDTGlZtkTa205sDx2VCrFDq_88dkwwgkQBizP9XVKS-xR7nJ_-QGVniiCS3RgytDmOPBOHbRelhSwST_J45AhyphenhyphenH6UkgLBVVhJuiXCz-r1M6w/s1600/gajah+mada.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="444" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8k5TpfeCUXSaeqwC8YXkrwexnhl23AHJmDTGlZtkTa205sDx2VCrFDq_88dkwwgkQBizP9XVKS-xR7nJ_-QGVniiCS3RgytDmOPBOHbRelhSwST_J45AhyphenhyphenH6UkgLBVVhJuiXCz-r1M6w/s400/gajah+mada.jpg" width="640" /></a></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
<b style="color: red;">MAHA PATIH GAJAH MADA</b></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b style="color: red;">GAJAH MADA</b>/Ft:budaya-liya.blogspot.com <b style="color: lime;"><i>Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Komunikasi (Forkom) Kabali Indonesia</i></b> yang dibentuk sejak 6 Desember 2009 di Kabupaten Kepulauan Wakatobi, kini begitu konsen mengumpulkan data dari berbagai sumber, bukti arkeolog, dan berupaya keras menjalin kerjasama dengan semua pihak terkait untuk membuka tabir emas adanya petunjuk perjalanan hidup <b style="color: red;">Gajah Mada</b> di Pulau Wangiwangi. Sejarah nasional mencatat bagaimana Mahapatih Kerajaan Majapahit yang diperkirakan lahir pada tahun 1290 (Encarta Encylopedia) itu memiliki kemampuan strategi di medan perang serta kecerdasan berpikir untuk kemaslahatan kehidupan masyarakat yang luas di masanya. Tapi, dimana tempat wafat dan makamnya, hingga saat ini belum ada keterangan yang pasti. Dari sejumlah catatan yang telah dihimpun Forkom Kabali, sekitar bulan Sya’ban 634 Hijriyah atau akhir tahun 1236 Masehi sebuah kapal layar Popanguna menggunakan simbol bendera Buncaha strep-strep warna Kuning Hitam merapat di Kamaru, wilayah pesisir arah utara timur laut Pulau Buton. Kapal tersebut memuat bangsawan bernama Simalaui dan Sibaana (bersaudara) dikawal seorang sakti mandraguna bernama Sijawangkati bersama puluhan pengawalnya, yang diperkirakan berasal dari Bumbu, negeri melayu Pariaman. Kedatangan mereka ke Pulau Buton diperkirakan lantaran terjadi pergolakan yang memaksa untuk meninggalkan tempat asalnya. Terbukti, setelah mereka membuat pemukiman di Kamaru, juga membangun sebuah perlindungan yang hingga kini dikenal dengan sebutan Benteng Wonco. Sijawangkati pun kemudian memohon diri untuk membuat pemukiman tersendiri di Wasuembu serta membuat Benteng Koncu di Wabula.</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwL44_LZty9Bkmo7n__nir2MFQILsNXgHxYW7udOjF2U-tba1oVeFGR6Elr-wn4gMPbymiIJdmvfOx-60HXCrXi3VVc_mEgwwDai8FRoCNJxktWXb0CDwnt77USp_xzmmqYRqchJBuXYo/s1600/LARIANGI.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwL44_LZty9Bkmo7n__nir2MFQILsNXgHxYW7udOjF2U-tba1oVeFGR6Elr-wn4gMPbymiIJdmvfOx-60HXCrXi3VVc_mEgwwDai8FRoCNJxktWXb0CDwnt77USp_xzmmqYRqchJBuXYo/s400/LARIANGI.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="color: blue; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
<b>TARI LARIANGI LIYA</b></div>
<div style="color: blue; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
<b><br />
</b></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b style="color: magenta;">Masjid Al-Mubaroq Keraton Liy</b><b style="color: magenta;">a</b>/<span style="color: blue;"><i>Ft:budaya-liya.blogspot.com</i></span> Syahdan, beberapa waktu kemudian datang lagi dua buah kapal yang diburitannya ditandai dengan kibaran bendera Davialo berwarna Merah Putih di Teluk Kalumpa, tak jauh dari tempat pendaratan Simalaui, Sibaana, dan Sijawangkati dan rombongannya. Sijawangkati dan Sitamanajo menyambut kedatangan mereka. Ternyata, kedua kapal tersebut membawa Raden Sibahtera, Raden Jatubun dan Lailan Mangrani yang kesemuanya merupakan anak dari Raja Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya. Setiap kapal memuat sekitar 40 orang pengikut. Singkat cerita, kehadiran para pendatang tersebut, selain berupaya menjalin keakraban dengan warga di sekitar Pulau Buton, juga di antara pendatang saling menguatkan persahabatan. Raden Sibahtera yang diangkat menjadi Raja Buton mempermaisurikan Wa Kaa Kaa (Mussarafatul Izzati Al Fahriy). Sedangkan Sijawangkati menyunting Lailan Mangrani (Putri Raden Wijaya). Dari perkawinan Sijawangkati dengan Lailan Mangrani membuahkan keturunan 2 anak laki-laki dan 1 perempuan. Anak tertua lelaki itulah yang kemudian diberi nama Gajah Mada. Sejak kecil Gajah Mada telah memperlihatkan kecerdasan dan kesaktian. Ayahnya, Sijawangkati yang disebut-sebut keturunan wali di negeri Melayu terkenal memiliki ilmu-ilmu kesaktian sudah berupaya menurunkan ilmunya kepada <b style="color: red;">Gajah Mada</b> sejak berusia 7 tahun. Ketika berumur sekitar 15 tahun, <b style="color: red;">Gajah Mada</b> lalu dibawa oleh ibunya (Lailan Mangrani) menemui kakeknya Raden Wijaya di Pulau Jawa. Tatkala Kerajaan Majapahit dipimpin Jayanegara (1309 - 1328 M) — anak Raden Wijaya dari perkawinan dengan Dara Petak dari Jambi, Sumatera, Gajah Mada pun tampil berperan membantu melawan pemberontakan yang muncul dari lingkungan kerajaan sendiri. Dia memimpin pasukan Bhayangkara bertugas menjaga keamanan raja dan keluarganya. Dahsyatnya Pemberontakan Kuti (1319 M) yang dipelopori salah seorang pejabat Kerajaan Majapahit, sampai memaksa Raja Jayanagara, berikut istri Raden Wijaya dan putrinya Tribhuwanattunggadewi, Gayatri, Wiyat, dan Pradnya Paramita mengungsi ke Bedander. Akan tetapi berkat kecerdikan dan kepiawaian Gajah Mada, pemberontakan dapat diredam. Raja dan keluarganya pun aman untuk kembali bertahta ke istana. Tarian adat Liya di alun-alun masjid Keraton Liya/<span style="color: blue;"><i>Ft:budaya-liya.blogspot.com</i></span> Pascaperistiwa tersebut Gajah Mada kemudian diangkat menjadi Menteri Wilayah (Patih) Majapahit, membawahi Daha dan Jenggala. Kepercayaan kepada Gajah Mada yang diberi gelar Pu Mada diperluas dengan kewenangan hingga Jenggala - Kediri yang meliputi Wurawan dan Madura. Setelah Mahapatih Kerajaan Majapahit Arya Tadah pensiun tahun 1329 M, kedudukannya digantikan oleh Gajah Mada. Dari catatan yang dihimpun Lembaga Forkom Kabali (www.budaya-liya.blogspot.com), ada yang menyebut Gajah Mada wafat 1364 akibat penghianatan Hayam Wuruk. Namun data lain yang dihimpun dengan sejumlah fakta pendukung, setelah <b style="color: red;">Gajah Mada</b> membaca gelagat pihak berkuasa di Kerajaan Majapahit tak lagi memberikan kepercayaan kepadanya, ia bersama sejumlah pengikut setianya melakukan pelayaran kembali ke tempat kelahirannya di wilayah kepulauan Wangiwangi, Buton. Perjalanan pulang bersama rombongannya tersebut diperkirakan terjadi sekitar abad XIV, mendarat kembali di wilayah kepulauan Wangiwangi. Di pesisir pantai antara pelabuhan Sempo Liya dan Pulau Simpora terdapat Batu Parasasti yang dinamakan Batu Mada. <b style="color: red;">Mahapatih</b> <b style="color: red;">Gajah Mada</b> yang terkenal sebagai manusia memiliki banyak kesaktian tersebut kemudian memilih sebuah goa di wilayah Togo Mo’ori sebagai tempat Tapa Brata. Di dalam gowa di daratan Pulau Karang Wangiwangi yang bersambung ke laut lepas inilah diperkirakan Gajah Mada yang mengenggam cakram senjata andalannya lantas moksa (menghilang) dalam semedi. Sedangkan puluhan pengikutnya memilih sebuah gua di Batauga, Pulau Buton sebagai tempat semedi. Goa itu sampai sekarang masih dinamai sebagai <i style="color: blue;"><b>Goa Mada</b></i> di Kampung Mada Desa Masiri, Batauga. Himpunan informasi berkaitan dengan perjalanan hidup Gajah Mada yang kini mendapat perhatian dari Lembaga Forkom Kabali tersebut, tentu saja, perlu mendapatkan apresiasi dari pemerintah, dan terutama dari para sejarawan dan antropolog dalam rangka penyempurnaan catatan Sejarah Nasional kita. Selain mengenai perjalanan hidup <b style="color: red;">Gajah Mada,</b> kini Forkom Kabali yang memokuskan diri di bidang pelestarian nilai-nilai tradisi, sejarah dan budaya Keraton Liya di Kabupaten Wakatobi, juga telah menghimpun data jika <b style="color: blue;">Mahisa Cempaka</b> (cucu dari pasangan Ken Arok dan Ken Dedes) merupakan Raja Liya (1259 - 1260). Gundukan batu yang ditinggikan (Ditondoi) yang ada di depan Masjid ‘Al Mubaraq’ Keraton Liya adalah makam Mahisa Cempaka yang pernah bersama Rangga Wuni memimipin pemerintahan di Kerajaan Singosari di Pulau Jawa. Di bawah gundukan batu Ditindoi yang di sekelilingnya ditumbuhi banyak Pohon Cempaka (Kemboja) yang telah berusia sekitar 800 tahun, diperkirakan terdapat sekitar 5 anggota dinasti Ken Arok, selain Mahisa Cempaka yang dimakamkan disitu. Model penguburan satu liang terdiri atas beberapa anggota keluarga, hingga saat ini masih terus terjadi di wilayah Liya, Wangiwangi. Fakta ini, tentu saja, kebenarannya akan memberikan nuansa baru terhadap gambaran hubungan dan dinamika pergerakan masyarakat kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lalu. Batapa masyarakat dari Pulau Jawa sejak masa silam dengan sarana transportasi tradisional sudah dapat menjalin hubungan dengan warga di Kepulauan Wakatobi yang terhampar di Laut Banda, di arah tenggara Pulau Sulawesi.</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgn8yYuvA89u0meZYEPaTDvR1HDivVE1JM-R1gMVk1xhZ6oLHqID4FifBzKHH_RzTE0TgqFU3TkbYzdeKRCdsKekpEPgdq6Bn5_FM7r4gL5zVQftLQqhpeUUsMEWvRF4kvHxnzKsXvPqS0/s1600/forkom+kabali.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgn8yYuvA89u0meZYEPaTDvR1HDivVE1JM-R1gMVk1xhZ6oLHqID4FifBzKHH_RzTE0TgqFU3TkbYzdeKRCdsKekpEPgdq6Bn5_FM7r4gL5zVQftLQqhpeUUsMEWvRF4kvHxnzKsXvPqS0/s400/forkom+kabali.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
<b style="color: orange;"> LATAR MESJID AL MUBARAQ LIYA</b></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Dibandingkan saat ini, <i style="color: red;"><b>Presiden RI, SBY</b></i> belum juga pernah berkunjung mememenuhi hasrat kerinduan banyak warga di kota atau kabupaten yang ada di sekitar Pulau Buton terhadap kehadiran Kepala Negara di wilayahnya. Selain itu, berdasarkan himpunan informasi dan sejumlah bukti arkeolog, jauh sebelum dibangun Masjid ‘Al-Mubaraq’ Keraton Liya (1546 M), sudah ada sebuah masjid di wilayah Liya Togo dikenal dengan nama <b style="color: orange;">Masjid Togo Lamantanari</b>. Masjid itu diperkirakan dibangun tahun <i style="color: lime;"><b>1238 M oleh 18 orang Persia</b></i> dipimpin Haji A.Muhammad yang terhempas gelombang ke Pulau Wangiwangi setelah kapalnya remuk melabrak karang dalam pelayaran menuju Filipina. Tentu saja, ini merupakan masjid tertua di Indonesia, sudah ada sebelum agama Islam masuk ke Aceh pada abad XIII. Walaupun masjid sudah tiada, sampai hari ini, pada saat waktu shalat dhuhur dan masuk waktu shalat ashar setiap hari masih selalu terdengar suara kumandang azan dari sekitar lokasi masjid tua ini. Kumandang azan yang sama sampai saat ini masih selalu terdengar dari sekitar makam H.Muhammad yang terletak di sekitar permandian Kohondao Liya Togo, Desa Woru, sekitar 800-an meter dari lokasi bekas masjid tua Togo Lamantanari. Ada lima desa yang disebut dengan istilah ‘Liya Besar’, yakni Desa Liya Togo, Liya Bahari, Liya Mawi, Woru, dan Mola di Pulau Wangiwangi yang kini menjadi bagian paling penting diperjuangkan oleh Lembaga Forkom Kabali untuk dijadikan sebagai Kawasan Desa Adat. Di dalamnya meliputi pelestarian Benteng Liya dengan perkampungan masyarakat adatnya yang meliputi luas hingga 20 km persegi. Terjalinnya hubungan antara raja-raja yang ada di Pulau Jawa dengan raja-raja khususnya yang ada di Liya dan sekitarnya pada masa lalu, salah satunya juga dapat dilihat dari sejumlah nama tempat yang banyak menggunakan bahasa sangsekerta (Sanskrit). <span style="color: red;"><u>http://sejarah.kompasiana.com/20****</u></span></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<u style="color: cyan;">Sumber </u>: </div>
<div style="color: lime; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: x-small;">http://www.sejarah.kompasiana.com/2011/04/01/gajah-mada-lahir-dan-moksa-di-liya-wakatobi/</span></b></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com7Butung Island, Indonesia-5.3096355 122.98883189999992-7.3338465 120.40704489999992 -3.2854244999999995 125.57061889999993tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-21913972468960889742014-05-23T13:33:00.000-07:002016-01-18T00:51:12.179-08:00SESUAI HASIL ANALISIS PENGEMBANGAN SEJARAH : “TERNYATA GAJAHMADA SAUDARA TIRI JAYANEGARA DAN TRIBHUWANATUNGGADEWI”. <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;">OLEH : ALI HABIU <span style="color: blue;">*)</span></span></h3>
<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name" style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: blue;"> </span></span></h3>
<div class="post-header">
</div>
<div class="post-body entry-content" id="post-body-3452962795048132759" itemprop="articleBody">
<div dir="ltr" style="text-align: left;">
<b><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"></span></b>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12.0pt; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12.0pt; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12.0pt; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-_g-UcowpJZg/UEwqClUHmFI/AAAAAAAACic/ad-C_hg0Pog/s1600/gajah+mada+1.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/-_g-UcowpJZg/UEwqClUHmFI/AAAAAAAACic/ad-C_hg0Pog/s200/gajah+mada+1.jpg" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: blue;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Siapa Gajahmada itu…??</b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #eeeeee; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: lime;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Leo Suryadinata
mengakui, sejarah awal kehidupan Gajahmada tidaklah begitu jelas. Namun,
Encarta Encylopedia berani memperkirakan Gajahmada lahir tahun 1290 M. Jadi, ia
lahir dan besar tatkala terjadi transisi antara kekuasaan Raden Wijaya kepada
Jayanagara. Pembacaan atas tokoh Gajahmada kerap dihubungkan dengan dimensi
supernatural. Ini sulit dihindari, oleh sebab masyarakat Indonesia, khususnya
Jawa, memang menilai tinggi dimensi tersebut.</span></span><br />
<br />
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Berdasarkan foklour
masyarakt buton mengatakan bahwa Gajahmada merupakan anak pertama dari pasangan
Si Jawangkati dengan Lailan Mangraini. Sijawangkati adalah seorang muslim merupakan
pembantu Si Malui dan adiknya bernama Si Baana dan sebagai manusia yang kedua
datang di pulau Buton. Si Jawangkati dating ke pulau Buton menemani Si Malui
dan Si Baana pada hari bulan sya’ban tahun 634 Hijriah dengan menumpangi
behtera kapal bernama “Popanguna” berbenderakan Buncaha yakni bendera dengan
motif warna kuning hitam selang-seling yang tak lain adalah bendera kerajaan
asal leluhurnya dari daerah Bumbu negeri Melayu Pariaman <i style="mso-bidi-font-style: normal;">(baca buku perak buton berjudul : Assajaru Haliqa Darul bathniy Wa Darl
Munajat, serta Hikayat Negeri Buton)</i></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Pada akhir tahun 1236
M Si Jawangkati beserta tuannya terdampar di sebelah utara timur laut Buton
yakni “Kamaru” dengan bentengnya bernama “Wonco”. Si Jawangkati dengan memimpin
rombongan kecil berpamitan dengan Si Malui dan Si Baana untuk mencari daerah
hunian baru dan setelah ditemukan hunian ini bernama “Wasuembu”. Setelah
menemui tempat baru ini Si Jawangkati langsung membuat perkampungan serta
benteng pertahanan bernama “Koncu” di Wabula.</span></span><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<div style="color: yellow;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Gajahmada cucu Raden Wijaya….. !</span></b></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="color: #eeeeee;">Tak lama berselang
kedatangan Si Jawangkati di pulau Buton, maka datanglah serombongan para
anak-anak bangsawan dari pulau Jawa. Anak-anak bangsawan tersebut tak lain
adalah Raden Sibahtera, Raden Jutubun dan Lailan Mangraini yang merupakan
anak-anak dari Raden Wijaya yang ketika itu masih sebagai Raja Mataram sebelum
gabung dengan Majapahit.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kedatangan
ketiga anak-anak Raden Wijaya tersebut bukan tidak beralasan, mereka datang
atas petunjuk ghaib yang diterima oleh dukun atau penasehat istana kerajaan Mataram
untuk memerintahkan anak-anak Raden Wijaya tersebut mencari suatu pulau yang
terdapat di wilayah Timur nusantara bernama pulau Buton. Setelah menemui pulau
Buton ketiga anak-anak Raden Wijaya diperintahkan untuk membangun Bandar perniagaan.
</span></span><span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Raden Wijaya, adalah seorang muslim. Hal ini
karena Raden Wijaya merupakan cucu dari Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa yang
sekaligus juga ulama Islam Pasundan yang mengajarkan hidup prihatin layaknya
ajaran-ajaran sufi, sedangkan neneknya adalah seorang muslimah, keturunan dari
penguasa Sriwijaya. Meskipun bergelar Kertarajasa Jayawardhana yang sangat
bernuasa Hindu karena menggunakan bahasa Sanskerta, tetapi bukan lantas menjadi
justifikasi bahwa beliau adalah seorang penganut Hindu. </span><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Kedatangan putra putri
Raja Mataram itu menggunakan dua Armada antara lain satu armada dipimpin oleh
Raden Sibahtera dengan adiknya Lailan Mangrani disertai dengan 40 pengikutnya,
sedangkan armada yang satu dipimpin oleh Raden Jutubun beserta 40 pengawalnya.
Kedua armada tersebut masing-masing membawa bendera leluhurnya yang dipasang
diburitan kapal dengan warna bendera merah putih dan bendera ini dinamai
“dayialo”. Kedua armada ini setelah tiba di laut Buton selanjutnya disambut
oleh Si Jawangkati dan Si Tamanajo di teluk Kalampa tempat kedua armada
tersebut berlabuh. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Tak lama berselang
beberapa tahun kemudian setelah Raden Sibahtera telah dinobatkan menjadi Raja
Pertama Buton dengan permaisurinya bernama gelar Wa Kaa Kaa atau nama aslinya
Mussarafatul Izzati Al Fakhriy, maka kawinlah Si Jawangkati denga Lailan
Mangrani. Hasil dari perkawinan Sijawangkati dengan Putri Raden Wijaya ini
membuahkan seorang anak pertama seorang bayi yang cukup besar dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berparas jelek dan diberi nama Gajahmada.
Mulai umur 3 tahun Gajahmada ini memiliki kelebihan-kelebihan luar biasa baik
secara kekuatan fisik maupun instink dan setelah usia mencapai 7 tahun maka
dilatihlah oleh ayahnya ilmu kanukragan dan ilmu kesaktian. Perlu diketahui
bahwa Si Jawangkati ini adalah seorang amat sakti dari asal keturunan para wali
negeri melayu.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Kemudian setelah ilmu
kanukragan dan ilmu kesaktian telah diturunkan oleh ayahandanya kepada
Gajahmada, genap usia 15 tahun Gajahmada di bawalah ke pulau Jawa oleh ibunya
Lailan Mangrani untuk membantu Raden Wijaya dalam kesulitan melawan para
pemberontak dari dalam kalangan lingkungan kerajaan Majapahit. Disanalah awal
kisah Patih Gajahmada dalam peranannya membantu neneknya sendiri yakni Raden
Wijaya dan pamannya bernama Jaya Negarauntuk memberantas para penjahat kerajaan
(baca kisah Gajah Mada semakin sangat jelas, Gajah Mada lahir dan wafat di
wilayah eks kerajaan buton, <a href="http://kabali-indonesia.blogspot.com/2012/09/semakin-sangat-jelas-kisah-maha-patih.htm">http://kabali-indonesia.blogspot.com/2012/09/semakin-sangat-jelas-kisah-maha-patih.htm</a>l)</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Leo Suryadinata
menulis, Gajahmada mengandalkan intelijensi, keberanian, dan loyalitas dalam
meraih mobilitas vertikalnya. Karirnya lanjutannya adalah kepala pasukan
Bhayangkara, pasukan penjaga keamanan Raja dan keluarganya. Raja yang menjadi
junjungannya saat itu adalah Jayanagara yang berkuasa di Majapahit sejak 1309-1328
M. Menjadi mungkin, Gajahmada telah meniti karir militer sejak kekuasaan Raden
Wijaya, raja pertama Majapahit, dan sedikit banyak memahami spirit pemerintahannya.</span></span><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<div style="color: yellow;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Gajahmada Bersaudara Tiri dengan Jayanagara
dan Tribuwanattunggadewi ….!</span></b></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">J<span style="color: #eeeeee;">ayanagara ini adalah
putra pasangan Raden Wijaya dengan seorang putri Sumatera (Jambi) bernama Dara
Petak. Sebab itu, darah yang mengalir di tubuh Jayanagara bukanlah pure Jawa.
Anggapan yang relatif rasis ini merupakan fenomena sebuah kancah politik
hegemoni dalam kekuasaan aneka suku bangsa tatkala itu. Buktinya, pernah tahun
1316 M muncul pemberontakan Nambi yang menurut</span> </span><a href="http://www.gimonca.com/"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">http://www.gimonca.com</span></i></a><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"> <span style="color: #eeeeee;">muncul akibat sentimen "darah"
Jayanagara tersebut. Meski pemberontakan itu berhasil dipadamkan, seolah
sesuatu yang laten (faktor rasisme) 'menyala' dalam politik Majapahit ini.<br />
<br />
Tatkala Gajahmada jadi kepala pasukan Bhayangkara, meletus pemberontakan Ra
Kuti, salah satu pejabat istana tahun 1319 M. Pemberontakan ini cukup menohok,
oleh sebab si pemberontak mampu menduduki ibukota. Jayanagara berikut istri
Raden Wijaya dan putrinya (Tribhuwanattungadewi, Gayatri, Wiyat, dan Pradnya
Paramita) mengungsi ke Bedander. Selaku kepala pasukan keamanan, Gajahmada
memastikan keamanan raja dan keluarga. Setelah dinyatakan save, ia berbalik ke
ibukota guna menyusun serangan balasan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
Ia meneliti kesetiaan rakyat dan pejabat Majapahit kepada Raja Jayanagara
dengan memunculkan isu keterbunuhan raja. Menurut anggapannya, raja dan
sebagian besar pejabat Majapahit menyayangkan kematian raja dan membenci
perilaku Ra Kuti. Atas dasar ini, Gajah Mada menyusun serangan balasan secara
kemiliteran, dan berhasil membalik keadaan. Pemberontakan Kuti pun dipadamkan.
Raja dan keluarganya kembali ke ibukota.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
<span style="color: #eeeeee;">Kebijakan Jayanagara ditopang oleh kemampuan politik Arya Tadah, mahapatih
Majapahit. Fokus kebijakan raja dan mahapatih ini adalah stabilitas politik
dalam negeri. Jadi, Majapahit belum lagi melakukan penaklukan ke pulau-pulau
"luar" Jawa. Ini mengingat Gajahmada belum memegang peran penting di
dalam pembuatan keputusan politik level negara.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
Atas jasanya memadamkan pemberontakan Kuti, Jayanagara menaikan status Gajahmada
dari sekadar komandan pasukan Bhayangkara menjadi menteri wilayah (patih) dua
daerah kekuasaan Majapahit: Daha dan kemudian, Jenggala. Posisi tersebut cukup
berpengaruh mengingat dua wilayah tersebut diwenangi oleh putri
Tribuwanattunggadewi (Daha) dan Dyah Wiyat (Jenggala), dua saudari tiri
Jayanagara. Jayanagara sendiri belumlah memiliki putra laki-laki selaku penerus
tahta.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
Bukti mengenai hal ini, seperti ditulis Heritage of Java, sebuah enskripsi
bernama Walandit menceritakan gelar Gajahmada dalam kekuasaan barunya itu
adalah Pu Mada. Wilayah yang diwenangi kepatihan Gajahmada adalah
Jenggala-Kediri yang meliputi Wurawan dan Madura. Loyalitas Gajah Mada terhadap
Jayanagara tidaklah tetap. Versi cerita seputar perubahan loyalitas tokoh ini
pada rajanya, paling tidak ada tiga. Seluruhnya berorama motif pribadi.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
<span style="color: #eeeeee;">Pertama, dari Charles Kimball yang menulis, loyalitas Gajahmada terhadap
Jayanagara mengalami titik balik tatkala raja mengambil istri Gajahmada selaku
haremnya. Kedua, Kitab Negara Kertagama olahan Empu Prapanca menulis, perubahan
loyalitas Gajahmada akibat mulai jatuh hatinya Raja Jayanagara terhadap dua
saudari tirinya: Tribuwanattunggadewi dan Dyah Wiyat. Empu Prapanca ini akrab
dengan Gajahmada sendiri. Ketiga, novelis Langit Kresna Hariyadi, yang menulis
loyalitas Gajahmada terhadap Jayanagara berubah akibat kekhawatian Gajah Mada
atas mulai berubahnya sikap raja terhadap Tribhuwanattunggadewi.<br />
<br />
Ketiga asumsi tersebut melatarbelakangi proses meninggalnya Raja Jayanagara
tahun 1328. Versi meninggalnya Jayanagara pun berlatar belakang loyalitas
Gajahmada pada Jayanagara. Versi Kimball menyatakan, Gajahmada menskenario
pembunuhan atas Jayanagara dengan memanfaatkan tangan Ra Tanca, tabib istana.
Tanca dipaksa membunuh Jayanagara akibat suruhan Gajah Mada dalam suatu proses
pembedahan atas diri raja. Versi ini didukung pula oleh pendapat Leo Suryadinata,
yang juga menulis kekecewaan Gajahmada akibat istrinya diambil oleh raja
sebagai motif asasinasi. Setelah raja meninggal, Gajahmada menuding Tanca ini
telah membunuh raja dan ia pun dieksekusi mati olehnya sendiri. Peristiwa 1328
M ini menggambarkan rumitnya politik pada aras Palace Circle. Kepentingan
pribadi berbaur dengan nasib dan masa depan suatu negara.</span></span><br />
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; color: black; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_M2J7zVqWoURFsmMsbVV_QbEqhCrYRSD67TMcrJrJ9bARY_g2JiloJrm_gkVzlDavT26K7KZ0EO6ITFBsR4fnqdLVjnT9SpDv0J5iRKYrWtS_EQjxrrCEOy2mEDKvctgNXu0HlsvHC0SI/s1600/gajah+mada.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_M2J7zVqWoURFsmMsbVV_QbEqhCrYRSD67TMcrJrJ9bARY_g2JiloJrm_gkVzlDavT26K7KZ0EO6ITFBsR4fnqdLVjnT9SpDv0J5iRKYrWtS_EQjxrrCEOy2mEDKvctgNXu0HlsvHC0SI/s400/gajah+mada.jpeg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="color: yellow;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"> <b>Mahapatih Gajahmada</b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
<br />
<span style="color: #eeeeee;">Pada masa terbunuh dan digantinya Jayanagara ini, Odoric dari Pordonone,
pendeta ordo Fransiskan dari Italia mengunjungi Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Setelah terbunuhnya Jayanagara, Gajahmada berkeras Tribhuwanattunggadewi
dijadikan ratu Majapahit. Belum ditemukan bukti yang cukup seputar alasan
kekerasan hati Gajah Mada atas penunjukan ini. Namun yang belum sampai analisis
para ahli sejarawan kita hingga saat ini adalah Gajah Mada dan Jayanegara
sebetulnya adalah saudara tiri. Gajahmada lahir dari seorang selir Raden Wijaya
semasa masih menjadi Raja Mataram dan Jayanegara lahir dari seorang ibu bernama
dara petak masa Raden Wijaya menjabat Raja Majapahit. Hingga saat ini belum
terkomfirmasi siapa nama slir Raden Wijaya semasa menjabat Raja Mataram yang
memiliki 3 orang anak bernama Raden Sibahtera, Raden Jutubun dan Lailan
Manggraini. Kalau silsilah dalam kerajaan Mataram bisa ditemukan, maka disana
akan terungkap struktur keluarga Gajahmada secara spesifik yang memecahkan teka
teki asal usul Gajahmada yang kontroversial.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
Asumsi lain dari analisis ras, Gajahmada mungkin kuwatir singgasana akan jatuh
pada Arya Damar, keturunan Raden Wijaya dari istri yang asal Jambi. Sementara,
Tribhuwanattunggadewi adalah putri keturunan Raden Wijaya asli pulau Jawa.
Mungkin saja, opini yang muncul saat itu adalah putra asli atau bukan. Atau,
dimungkinkan pula, dengan beralihnya kekuasaan pada ratu ini, Gajahmada lebih
leluasa dalam mengambil tindakan. Konflik suksesi ini terbukti dengan baru
dilantiknya Ratu Tribhuwanattunggadewi tahun 1329, sekurang-kurangnya menurut
Charles Kimball. Pemimpin perempuan Majapahit ini berkuasa sejak 1329 hingga
1350 M. Pada fase ini, Majapahit memulai fase penaklukannya. </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Analisis rasialitas
ini memiliki alasan pribadi yang sangat mendalam, yang mana antara Gajahmada,
Arya Damar dan Tribhuwaanattunggadewi adalah semua bersaudara satu ayah bernama
Raden Wijaya dan lain ibu yang mana Gajah Mada tentu dalam menunjuk atau
memperjuangkan saudara-saudaranya berdasarkan pengamatan pribadi dia mana yang
memiliki kelebihan sifat kepemimpinan antara keduanya Arya Damar dan
Tribhuwanattunggadewi maka dia memilih memperjuangkan Tribhuwanattunggadewi
sebagai Raja Majapahit pengganti Jayanegara.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
<span style="color: #eeeeee;">Mahapatih Arya Tadah pensiun tahun 1329 M, dan praktis posisi tersebut jatuh ke
tangan Gajahmada. Tribhuwanattunggadewi sangat mendukung program-program Gajahmada.
Tahun 1331 M meletus pemberontakan Sadeng dan Keta, di wilayah timur Pulau
Jawa. Gajah Mada mengirim ekspedisi militer ke sana dan berhasil memadamkan
pemberontakan wilayah tersebut. Ra Kembar, salah satu bangsawan dan pejabat
Majapahit berusaha menutup jalan pasukan Gajah Mada ke wilayah Sadeng, baik
secara politik maupun militer.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br style="mso-special-character: line-break;" />
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<div style="color: yellow;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Lokasi Wafat Gajahmada….?</span></b></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="color: #eeeeee;">Beberapa refensi
menyebutkan bahwa Gajahmada wafat tahun 1364 M, akibat diasingkan dan dihianati
oleh Hayam Wuruk sebagai suatu buntut peristiwa BUBAT dimana Gajahmada di
singkirkan ke wilayah Madakaripura dan hidup Gajahmada di wilayah itu asketis</span> <i>(<a href="http://setabasri01.blogspot.com/">http://setabasri01.blogspot.com</a>)</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br />
<span style="color: #eeeeee;">Terdapat sejumlah tulisan yang menyebut bahwa ia menderita sakit ataupun
dibunuh oleh Raja Hayam Wuruk (Rajasanagara) sendiri yang khawatir akan
pengaruh politik Gajahmada yang sedemikian kuat di Majapahit. Penaklukan
Majapahit usai. Setelah tragedi Bubat ini, Hayam Wuruk mengarahkan politiknya
ke arah stabilitas dalam negeri. Memang muncul beberapa pemberontakan di pulau
"luar" seperti dari Palembang, yang minta bantuan Kekaisaran Cina
untuk mengimbangi kuasa Majapahit. Namun, begitu pasukan Cina datang ke
Palembang, wilayah itu sudah ditangani pasukan Majapahit dan ekspedisi Cina itu
pun diluluhlantakkan.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Dalam analisis penulis
Gajahmada tidak dibunuh oleh Hayam Wuruk, namun dia begitu melihat sudah tak
ada lagi kepercayaan dari sang Raja, dia menggunakan taktiknya untuk
menghilangkan diri dari wilayah pengasingannya dengan diam-diam dia berangkat
dengan membawa pasukan atau prajuritnya inti yang setia sampai mati sebanyak 40
orang berlayar menuju negeri asal kelahirannya yakni pulau Buton. Setelah
melalui perjalanan panjang dari pulau Sumatera menuju pulau Buton Gajahmada dan
rombongan prajuritnya melewati kepulauan tukang besi yang sekarang dikenal
dengan Wakatobi. Perlu diketahui bahwa Gajahmada adalah seorang sakti
mandraguna sebagaimana kesaktian yang dimiliki oleh ayahnya Si Jawangkati
sehingga dalam perjalannya pulau ke pulau Buton dia dituntun secara ghaib dan senantiasa
mendapatkan petunjuk-petunjuk spiritual dalam pelariannya. Oleh karena itu
setelah melewati pulau Wangi-Wangi, Gajahmada singgah dengan prajurit setianya
sebentar disalah satu pulau kecil di bagian barat kepulauan Wangi-Wangi dengan
memasang simbol-simbol disana. Pada saat rombongan Gajahmada singgah di pulau
ini dia disambut dengan baik oleh penghuni yang sudah lama mendiami pulau kecil
ini yang tak lain adalah merupakan para hulubalang dan bajak laut (bajak laut
tobelo). Para bajak laut di pulau ini terdiri dari sebagian besar adalah para
prajurit Raja Khan yang berkuasa di Kamaru pertengahan abad IX dan sebagian
asal Mingindanau, Papua, Tobelo, Lanun, Balangingi. Setelah beberapa saat
Gajahmada menyinggahi pulau kecil ini dalam pelariannya ke pulau Buton,
akhirnya berdasarkan petunjuk ghaib dia dapatkan memutuskan untuk wafat di pulau ini,
sementara ke 40 prajurit inti pengawal setianya sebelumnya diperintahkan untuk melanjutkan
perjalannya menuju pulau Buton dengan maksud agar kerahasiaan Maha Patih Gajahmada
yang amat sakti ini tetap terjaga. Gajahmada akhirnya di pulau kecil sebelah
barat wangi-wangi tersebut memutuskan untuk melakukan tapah brata didalam suatu
gua yang didalamnya datar tembus ke laut dalam dan disanalah Maha Patih Gajamada
meninggalkan alam maya padah ini dalam keadaan duduk bersemedi dengan salah
satu bagian tangannya menggenggam cakram sebagai senjata andalannya. </span></span><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; color: black; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-J9jpLsWFJeU/UEwrcpl_urI/AAAAAAAACis/a01M5YYgTXA/s1600/gajahmada+2.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://1.bp.blogspot.com/-J9jpLsWFJeU/UEwrcpl_urI/AAAAAAAACis/a01M5YYgTXA/s400/gajahmada+2.jpeg" width="299" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="color: yellow;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><b> Mahapatih Gajahmada</b></span></span><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Meskipun secara ilmiah
masih diperlukan penelitian mendalam atas riwayat ini, namun bahwa bukti-bukti secara
ontologisme dapat dipertimbangkan dari salah seorang tua pertapa yang pernah
menemukan Gajahmada dalam gua ini pernah menkisahkan secara terbatas dalam
kalangan keluarga di pulau wangi-wangi, karena ada rasa ketakutan luar biasa
ketika melihat sosok orang tak bergerak dalam keadaan duduk bersemedi dalam
sebuah bagian gua di pulau kecil tersebut. Selain itu bukti-bukti fisik baik
situs, atefak, artifak sejarah yang belum terpublikasi dan hanya dikonsumsi
dari kalangan tertentu penduduk salah satu desa yang terdapat di pulau
wangi-wangi telah diriwayatkan oleh leluhurnya secara turun temurun adanya
segumpal batu muncul kepermukaan laut ketika air laut surut dan batu ini
dinamai situs batu Mada.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Menurut folklour
masyarakat setempat keberadaan situs batu Mada ini merupakan simbol yang
sengaja dibuat oleh Gajahmada, dimana dibawa batu tersebut diperkirakan
merupakan penyimpangan sebuah selendang warna kuning yang konon dikisahkan
sebagai selendang sakti. Tak jauh dari situs batu Mada terdapat situs Oa (Gua) Buea
yang digunakan oleh Gajahmada sebagai pintu rahasia keluar masuk menuju
persembuyiannya. Tak jauh dari situs Gua Buea terdapat situs Kuni yang diyakini
oleh masyarakat lokal sebagai tempat semedi Gajahmada dan tak jauh dari situs
Kuni terdapat situs Oa (Gua) Winte yang diyakini oleh masyarakat lokal sebagai
gua tempat penyimpanan harta-harta berharga Gajahmada.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Sedangkan ke 40 orang
prajurit inti pengawal setianya berlabuh di Batauga salah satu wilayah pulau
Buton terdekat dari kepulauan wangi-wangi, dan merekapun setelah tiba di
wilayah ini tidak begitu lama berselang kemudian mencari sebuah gua yang lebar
dan luas. Dan di dalam gua inilah ke 40 orang prajurit inti pengawal setia Maha
Patih Gajahmada mlakukan semedi berbulan-bulan sampai mereka semua meninggal
secara bersamaan di dalam gua ini. Keberadaan Gua ini di Batauga di kenal
dengan nama Gua Mada tepatnya terdapat di desa Masiri Batauga.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 12pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Berdasarkan foklour
masyarakat buton, diyakini bahwa Gajahmada lahir di buton dan merupakan anak
pertama dari Si Jawangkati seorang muslim asal Johor-Melayu dengan ibu bernama
Lailan Mangrani juga seorang muslim yang tak lain adalah anak slir <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Raden Wijaya yang ketika itu sebagai Raja Mataram.
Gajahmada sengaja secara rahasia dibawa oleh ibunya ke pulau Jawa untuk
mengamankan sekaligus melindungi kakeknya bernama Raden Wijaya mengingat kala
itu terdapat banyak pemberontakan dalam kalangan istana Majapahit, yang mana
Gajah Mada diyakini memiliki kesaktian luar biasa hasil didikan orang tuanya .
Oleh karena itu sejarah asal usul Gajahmada di kerajaan Majapahit tidak
dimiliki mengingat kedatangannya disana merupakan urusan dalam internalitas keluarga
pribadi Raja Majapahit. Dan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tak kala
penting yang para ahli sejarah kita luput selama ini ialah bahwa ternyata
“Gajahmada merupakan saudara tiri Jayanegara, Arya Damar, Tribhuwanatunggadewi.
Gayatri, Wiyat, dan Pradnya Paramita. Jika silsilah keluarga ibu Gajahmada
seorang slir istana Mataram bisa didapatkan, maka akan membuka ruang babak
sejarah baru tentang Gajahmada di tanah air merevisi semua penulisan-penulisan
sejarah yang sudah terbukukan selama ini. ****</span></span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial narrow" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><b style="color: blue;">*) </b><a href="http://kabali-indonesia.blogspot.co.id/"><span style="color: blue;">Ketua Umum Lembaga Kabali Indonesia.</span></a> </span></div>
</div>
</div>
<div class="post-footer-line post-footer-line-1" style="color: black; text-align: left;">
<h4>
<span class="post-author vcard">
<span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Diposkan oleh
</span></span><span class="fn" style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">
<a href="https://plus.google.com/104078267080456709797" itemprop="author" rel="author" title="author profile">
Ali Habiu
</a>
</span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span></span></span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span></span><span class="post-timestamp" style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">
di
<a class="timestamp-link" href="http://kabali-indonesia.blogspot.com/2012/09/sekelumit-kisah-gajahmada-di-eks.html" itemprop="url" rel="bookmark" title="permanent link"><abbr class="published" itemprop="datePublished" title="2012-09-08T22:39:00-07:00">22:39</abbr></a>
</span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span></span><span class="post-comment-link" style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">
</span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span></span><span class="post-icons" style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">
<span class="item-action">
<a href="http://www.blogger.com/email-post.g?blogID=7677342365056182726&postID=3452962795048132759" title="Posting Email">
<img alt="" class="icon-action" src="http://img1.blogblog.com/img/icon18_email.gif" height="13" width="18" />
</a>
</span>
<span class="item-control blog-admin pid-71021130">
<a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=7677342365056182726&postID=3452962795048132759&from=pencil" title="Edit Entri">
<img alt="" class="icon-action" src="http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif" height="18" width="18" />
</a>
</span>
</span><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span></span><span class="post-backlinks post-comment-link" style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">
<a class="comment-link" href="http://kabali-indonesia.blogspot.com/2012/09/sekelumit-kisah-gajahmada-di-eks.html#links">Link ke posting ini</a>
</span>
</h4>
</div>
<div class="post-footer-line post-footer-line-2" style="color: black; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<h4 style="text-align: left;">
<span class="post-labels" style="font-size: x-small;">
Label:
<a href="http://kabali-indonesia.blogspot.com/search/label/gajahmada%20saudara%20tiri%20jayanegara" rel="tag">gajahmada saudara tiri jayanegara</a></span></h4>
<span class="post-labels">
</span>
</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com2Butung Island, Indonesia-5.3096355 122.98883189999992-7.3338465 120.40704489999992 -3.2854244999999995 125.57061889999993tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-68475373733371013532014-03-05T05:04:00.000-08:002014-05-23T13:35:24.231-07:00SEMAKIN SANGAT JELAS KISAH MAHA PATIH GAJAH MADA BAHWA GAJAH MADA LAHIR DAN WAFAT DI EKS WILAYAH KERAJAAN BUTON<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 18.0pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">OLEH : ALI HABIU *)</span></b><br />
<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"> </span></b>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibZfwI9nKu8hy-m54wlEq1_0bxOLvMKkibpihcSnqL6kJqpe9POQ3eSmg_-5WgE8uLpL0ZwfceEegrKWqILDK6ah5wahgaUT5zldf4nqtxGEXKWE6wQEbsEOIp70QOg5L0ZIao1K8CO98/s1600/134-3464_IMG.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibZfwI9nKu8hy-m54wlEq1_0bxOLvMKkibpihcSnqL6kJqpe9POQ3eSmg_-5WgE8uLpL0ZwfceEegrKWqILDK6ah5wahgaUT5zldf4nqtxGEXKWE6wQEbsEOIp70QOg5L0ZIao1K8CO98/s200/134-3464_IMG.JPG" height="150" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"></span></b><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Konstruksi
sejarah Maha Patih Gajah Mada yang diakui oleh berbagai ahli sejarah di
Indonesia masih tidak jelas <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">dimana lahirnya, siapa ayah dan ibunya serta
dimana dia meninggal dunia</i></b>, dengan berbagai temuan hasil penelitian
belakangan ini semakin memberikan ketegasan bahwa Maha Patih Gajah Mada lahir
dan meninggalnya di eks wilayah kerajaan buton. Walaupun statemen ini diperoleh
baru sebatas hasil observasi lapangan dari berbagai hasil wawancara (data
foklour) dengan masyarakat buton dan masyarakat Liya serta berbagai artifak,
atefak, situs yang menunjukkan keberadaan Maha Patih Gajah Mada di wilayah
tersebut, namun masyarakat lokal sangat meyakini bahwa histeryografi yang
dibangun oleh masyarakat buton dan Liya tentang keberadaan Maha Patih Gajah
Mada tersebut bukan tidak beralasan karena diturunkan secara tutur ratusan
tahun silam secara turun temurun dari leluhur mereka (baca abstraksi penelitian
penelusuran jejak makam maha patih gajah mada di wilayah buton sulawesi
tenggara, <a href="http://www.bumibuton.blogspot.com/2012/01/abstraksi-penelitian-penelusuran-jejak.html%29">http://www.bumibuton.blogspot.com/2012/01/abstraksi-penelitian-penelusuran-jejak.html)</a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Menurut tulisan<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> <span style="mso-bidi-font-weight: bold;">Sufyan Al Jawi </span></b>Arkeolog
di Numismatik Indonesia berjudul “Jejak Prajurit islam Majapahit dari Bali
hingga Australia”, yang dimuat dalam media on line, mengatakan bahwa Maha Patih
Gajah Mada itu adalah seorang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Muslim.
Hal ini didasarkan fakta sejarah bahwa ternyata wilayah Majapahit lebih luas
dari yang diperkirakan selama ini oleh sejarawan. Riset terbaru tentang penempatan
prajurit Majapahit di luar Jawa menemui fakta yang menakjubkan. Uniknya,
pleton-pleton kawal Majapahit beranggotakan prajurit beragama Islam.
Peninggalannya pun masih bisa dibuktikan hingga sekarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgz8zqbHqV0RVLLTHYAwNTpj390kbl97olslqmZiGn4YCN0Q_fozH2sXrtYApTbPY3n1iGzgndf329uHtrszq5hj9b_4uNduuPrN2XYgEOuwWPyFbnlV1Br4vvxl8aTfIv05updqDAC-BA/s1600/gajah+mada.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgz8zqbHqV0RVLLTHYAwNTpj390kbl97olslqmZiGn4YCN0Q_fozH2sXrtYApTbPY3n1iGzgndf329uHtrszq5hj9b_4uNduuPrN2XYgEOuwWPyFbnlV1Br4vvxl8aTfIv05updqDAC-BA/s400/gajah+mada.jpeg" height="400" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="color: yellow; line-height: normal; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Maha Patih Gajah Mada</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="color: yellow; line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Adanya penempatan prajurit Majapahit
di Kerajaan Vasal (bawahan) yang terdiri dari 40 prajurit elite beragama Islam
di Kerajaan Gelgel-Bali, Wanin-Papua, Kayu Jawa-Australia Barat, dan
Marege-Tanah Amhem (Darwin) Australia Utara pada abad ke 14 memperkuat bukti
bahwa Gajah Mada adalah seorang Muslim. Silakan anda berkunjung ke daerah
tersebut, terutama ke Bali Utara sebelum anda memberi komentar tanpa dasar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Prajurit Islam ini berasal dari basis
Gajah Mada dalam merekrut prajurit elite yang terdiri dari 3 (tiga) kriteria:
Mada; Gondang (Tenggulun-Lamongan) dan Badander (Jombang) yang diketahui
sebagai basis teman-teman lama beliau. Dari desa-desa ini pemudanya direkrut
menjadi Bhayangkara angkatan II dan seterusnya. Tuban, Leran, Ampel, Sedayu
sebagai basis Garda Pantura. Pahang-Malaya, Bugis-Makasar, dan Pasai sebagai basis
tentara Laut Luar Jawa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Hal
ini adalah wajar, karena di Jawa, Islam telah berbaur sejak abad ke 10 yang
dibuktikan dengan penemuan Prasasti nisan Fatimah binti Maimun (wafat 1082 M)
di Leran, Gresik yang bertuliskan huruf Arab Kufi. Dan Prasasti Gondang -
Lamongan yang ditulis dengan huruf Arab (Jawi) dan huruf Jawa Kuno (Kawi).
Keduanya merupakan peninggalan zaman Airlangga. Sedangkan orang Islam sudah
masuk ke Jawa sejak zaman Kerajaan Medang abad ke 7. Islam baru berkembang
dengan pesat di Jawa pada abad ke 15, atas peran tak langsung dari politik
Gajah Mada, putra desa Mada-Lamongan, politikus abad ke 14.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sementara dilain
pihak, </span><b><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";">Sufyan Al
Jawi, </span></b><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-bidi-font-weight: bold;">dalam artikelnya yang berjudul<b> “</b></span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";">Meluruskan
Sejarah Maha Patih Gajah Mada” </span></b><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";">mengatakan bahwa Historyografi (Penulisan Sejarah) suatu
bangsa merupakan kewajiban dari bangsa itu sendiri. Karena bangsa yang besar
adalah bangsa yang menghormati sejarahnya. Ilmu sejarah itu dinamis, tidak
statis. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";">Meskipun kedinamisan dalam ilmu sejarah itu lamban, dan
bisa berubah apabila ditemukan bukti-bukti baru yang akurat. Tentu harus dengan
kaidah Historyografi, yaitu : ilmiah – berdasarkan fakta bukan spekulasi, jujur
tidak ada yang ditutupi dan netral terlepas dari kepentingan politik/agama tertentu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";">Untuk menulis sejarah tidak bisa hanya dengan membaca
buku-buku status quo, itu berarti merupakan pengulangan/saduran saja. Juga
tidak cukup dengan kajian tesis sejarah dikampus dan seminar, tapi wajib riset
di lapangan, observasi mencari situs tersembunyi, ekskavasi situs, dan bila
perlu melakukan forensik. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";">Sejak JLA Brandes, NJ Krom, dan JH Kern dari tahun
1902-1920 menulis sejarah bangsa kita, tentang Majapahit dan Sriwijaya secara
sudut pandang Barat (Modern), banyak sejarahwan menulis puluhan buku tentang
Majapahit. Namun tak ada satu pun yang berhasil mengungkap jatidiri tokoh besar
Majapahit, Mahapatih Gajah Mada.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";">…..”Sungguh aneh dan miris! Karena begitu besarnya nama
Gajah Mada, tapi tidak diketahui asal usulnya? Sehingga meimbulkan spekulasi beberapa
daerah yang mengklaim Gajah Mada berasal dari daerah mereka, tanpa di dasari
oleh fakta yang akurat…..”</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";"><br />
Statemen artikel </span><b><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sufyan Al Jawi </span></b><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa"; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">di atas semakin mendukung data folklour masyarakat
buton yang diyakininya bahwa Ayah Gajah Mada bernama Si Jawangkati seorang
sakti asal johor yang datang bersamaan rombongan Si Malui dan dia sebagai
pengawal pribadi Si Malui diperkirakan mendarat di pulau buton tahun 1238
masehi. Si Jawangkati seorang muslim dalam riwayat beberapa sejarah kontemporer
buton disebutkan sebagai seorang sakti mandraguna, ahli kanukragan dan ahli
berbagai ilmu kebathinan. Mula mendarat armada laut Si Malui dan Sijawangkati
dan rombongan di Kamaru yang letaknya sebelah timur kota bau-bau saat ini. Tak
lama mereka tiba disana, Si Malui membuat benteng Wonco di Kamaru dan Si
Jawanagkati diperintahkan untuk membuat benteng Wabula di Wasuemba Lasalimu,
jarak sekitar 48 km arah selatan Kamaru.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";">Menjelang akhir<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>abad XII, sekitar tahun 1287 datanglah rombongan kakak beradik bernama
Raden Jutubun dengan nama panggilan Bau Besi yang disertai adiknya yang bernama
Lailan Manggraini beserta 40 orang pengikut setiaanya di pulau Buton menyusul
kakaknya yang bernama Raden Sibahtera yang telah datang sebelunnya. Ketiga
kakak beradik ini muslim adalah merupakan anak selir Raden Wijaya semasa masih
menjadi Raja Mataram. Pada saat peralihan kerajaan Mataram ke kerajaan
Majapahit, diam-diam Raden Wijaya mengutus ketiga orang anaknya ini untuk
membuat Bandar di pulau buton (baca sejarah perak buton, berjudul : Assajaru
Haliqa Darul Bathniy Wa Darul Munajat dan Hikayat Negeri Buton)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";">Tak lama Lailan Manggraini berada di pulau Buton,
diam-diam Si Jawangkati menaruh hati dan melamarnya menjadi istrinya. Hasil
perkawinan antara Si Jawanagkati dan Lailan Manggraini inllah melahirkan Gajah
Mada.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Semasa kecil Gajah Mada sudah
memiliki tanda-tanda sebagai kesatria, makanya ayahandanya tak segang-segang
mewariskan seluruh ilmu kesaktian yang dimilikinya kepada Gajah Mada. Pada usia
menjelang 15 Tahun, Gajah Mada dibawah ke pulau Jawa oleh ibunya, karena mendengar
bahwa neneknya bernama Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit tengah dalam
kesulitan mengatasi pemerintahannya, karena banyaknya pemberontakan dalam
istana. Kedatangan Gajah Mada di pulau jawa bersifat rahasia, oleh karena
itulah sejarah asal muasalnya Gajah Mada di pulau Jawa hingga saat ini tidak
ada dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit. Dan menjadi menggelitik para tokoh
masyarakat buton, “mengapa para sejarawan, para arkiolog di Indonesia hingga
saat ini hanya melulu terobsesi dengan folklour tentang kisah Gajah Mada yang
ada di desa mada, desa gondang, desa badender dan trowulan jawa timur sementara
disana hingga saat ini belum jelas konstruksi sejarah asal muasal termasuk
wafatnya ?! Adakah memang perbedaan entitas kesukuan di negeri ini, sehingga
eksistensi kebesaran Maha Patih Gajah Mada harus mutlak selalu berada di pulau
Jawa ?! Lantas Buton sebagai eks wilayah kerajaan Majapahit (pupuh XIV
negarakretagama) dan eks wilayah keresian Majapahit (pupuh LXXVIII
negarakretagama) mau disembunyikan dikolong bawa tanah mana di negeri ini ?! “Pada
saatnya duniapun akan tahu ketidakadilan ini..” Ojo Dumeh !! ****</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Estrangelo Edessa";"><br />
</span><span style="font-family: "Arial Narrow","sans-serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">*).
Ketua Umum Lembaga Kabali Indonesia.<br style="mso-special-character: line-break;" />
<br style="mso-special-character: line-break;" />
</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com18Butung Island, Indonesia-5.3096355 122.98883189999992-7.3338465 120.40704489999992 -3.2854244999999995 125.57061889999993tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-75394791703051450972014-03-05T04:55:00.000-08:002014-05-23T13:37:45.386-07:00ABSTRAKSI PENELITIAN PENELUSURAN JEJAK MAKAM PATIH GAJAH MADA DAN PRAJURITNYA DI BUTON SULAWESI TENGGARA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtrzzk8ptX_smLQR-bgkkm_bg-tlB9ySQTYA6tJMuOaDmbJF42eCzmjClfdn3ZR-BkKH68l5mWX58Rh6aRzOm2nRNC57Fnkpjf1nfMKIQBMsSSQPSn8dau3_g5xiw2JFMpdYQw_cPi8DU/s1600/gajah+mada.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtrzzk8ptX_smLQR-bgkkm_bg-tlB9ySQTYA6tJMuOaDmbJF42eCzmjClfdn3ZR-BkKH68l5mWX58Rh6aRzOm2nRNC57Fnkpjf1nfMKIQBMsSSQPSn8dau3_g5xiw2JFMpdYQw_cPi8DU/s320/gajah+mada.jpeg" height="320" width="320" /></a></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<b>OLEH : ALI HABIU</b></div>
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0cm 14.2pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Devisi Pernaskahan dan Pengembangan Sejarah, Lembaga Kabali Indonesia akan mengadakan riset ilmiah tentang keberadaan Gajah Mada di wilayah eks kerajaan buton sulawesi tenggara. </span><br />
<span style="font-size: 12pt;">Sebagai tokoh yang besar, Gajah Mada sampai saat ini masih
tetap misteri dalam sejarah Indonesia. Bahkan beberapa daerah saling mengklaim
tentang tempat kelahiran dan wafatnya Patih Gajah Mada.. Sedangkan di dalam
masyarakat Buton mereka meyakini beberapa tempat yang dipercayai menjadi makam Gajah
Mada, yaitu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">di Kampung Majapahit Desa
Masiri Kecamatan Batauga, Desa Takimpo Kecamaatan Pasar Wajo, serta di dalam
masyarakat Liya Kecamatan Wangi-Wangi Selatan mengenai silsilah Gajah Mada,
serta memiliki bukti-bukti artefak tempat wafatnya Gajah Mada.</i> Di samping
itu, </span><span style="font-size: 12pt;">Orang
Buton meyakini bahwa, Buton adalah tempat keresian yang dipilih oleh Gajah Mada
untuk menenangkan diri dan mengakhiri hidupnya. </span><span style="font-size: 12pt;"> Meskipun belum ada penelitian yang mendalam
tentang masalah terkait, namun asumsi tersebut bukan tanpa alasan.
Bila pengasingan adalah suatu upaya untuk melakukan perenungan dan tapa brata
dalam tradisi Hindu serta untuk mencapai ketenangan batin, maka logis bila
pelakunya memilih daerah atau wilayah yang diperkirakan jauh dari hiruk pikuk
namun tetap masih dalam wilayah kekuasaan Maja Pahit. Dalam konteks
tersebut, Buton dapat diduga menjadi salah satu pilihan selain daerah-daerah
lainnya. Asumsi ini beranjak dari keterangan yang terdapat dalam <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i>Negarakretagama </i><i style="mso-bidi-font-style: normal;">pupuh LXXVIII</i></b> yang menyebutkan, bahwa desa keresian seperti
berikut: Sampud, Rupit, Pilan, Pucangan, Jagadita dan Pawitri masih sebuah lagi
Butun (baca : Buton). Disitu terbentang taman, di dalamnya didirikan Lingga dan
saluran air yang mulia mahaguru – demikian sebutan beliau. Jika
Buton adalah bagian dari kekuasaan Maja Pahit dan lebih penting lagi Buton
adalah desa <i>keresian</i>, maka asumsi orang Buton yang mengkalaim wilayah
ini sebagai pilihan Gajah Mada untuk mengakhiri karirnya akibat konflik
internal dengan Hayam Wuruk boleh jadi benar adanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0cm 14.2pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Selain petunjuk tentang posisi Buton sebagai bagian dari
Majapahit, yang memungkinkan bagi Gajah Mada untuk memilih wilayah ini sebagai
tempat menenangkan diri dan wafat disini. </span><br />
<span style="font-size: 12pt;">Dalam
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pupuh
ke XIV Negarakretagama</i></b> disebutkan bahwa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ingkang sakasanusa ………<b>Butung</b>
(Buton) Banggawi Kuni <b>Cra-liya-o</b>
mwang i(ng) (<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Liya </b>Wangi-Wangi)…….
makadi ning angeka nusatutur.</i> Oleh karena itu, penelitian mengenai Jejak
Gajah Mada di Buton merupakan salah upaya yang harus dilakukan guna menemukan
jejak asal-usul dan tempat moksa Gajah Mada di Buton, mengingat, asal-usul
Gajah Mada hingga kini di Indonesia yang masih tetap misteri. </span><br />
<span style="font-size: 12pt;"> Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai jejak Gajah Mada di Buton, baik dalam bentuk situs, artefak, naskah maupun
dalam bentuk memori kolektif masyarakat Buton terhadap Gajah Mada. Karena
dengan adanya penelusuran jejak Gajah Mada dalam masyarakat Buton akan
melengkapi atau memberikan kejelasan para sejarahwan atas kebuntuan dalam mengungkapkan
asal-usul Gajah Mada yang selama ini kabur dalam penulisan sejarah Indonesia. Tujuan
yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi
mengenai asal-usul dan tempat wafatnya Gajah Mada yang diyakini didalam masyarakat
Buton. Di samping itu, tujuan penelitian ini juga untuk memberikan jawaban atas
kekosonngan sejarah tokoh Gajah Mada yang selama tetap misteri dalam penulisan
sejarah Indonesia. </span><br />
<br />
<span style="font-size: 12pt;"> Metode penelitian digunakan <span style="color: red;"><span style="mso-spacerun: yes;"></span></span>histeryografi
tradisional dengan melakukan observasi, ekskavasi dan forensik. Diharapkan hasil penelitian akan mendapatkan data akurat tentang keberadaan Gajah Mada di wilayah eks Kerajaan Buton yang mana hingga saat ini oleh masyarakat buton sangat meyakini bahwa Gajah Mada Lahir dan Wafat di wilayahnya.*****</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0cm 14.2pt; text-align: justify;">
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]--><br />
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 14.2pt; text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com2Butung Island, Indonesia-5.3096355 122.98883189999992-7.3338465 120.40704489999992 -3.2854244999999995 125.57061889999993tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-48650175889437328712012-06-15T19:37:00.000-07:002012-06-23T21:56:17.381-07:00NASKAH HIKAYAT NEGERI BUTON (NHNB)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
<br />
</h3>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3p_L9XTabiMEaMUu353JJ-s5puCkADY5rntdGM3Q6Ttxbfd0N7X5Dx6dWLkh6IG-lQYP5qejmeFtSYBz8MuBDHKiOY_7r0NdgMcawEkwEkctK99T9puWUzuPmCgr-bifc5a_8b1ruQXY/s1600/IMG_0305.JPG" imageanchor="1"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3p_L9XTabiMEaMUu353JJ-s5puCkADY5rntdGM3Q6Ttxbfd0N7X5Dx6dWLkh6IG-lQYP5qejmeFtSYBz8MuBDHKiOY_7r0NdgMcawEkwEkctK99T9puWUzuPmCgr-bifc5a_8b1ruQXY/s1600/IMG_0305.JPG" width="400" /></a></div>
<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
<br />
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: medium;"><b>DALAM NASKAH HIKAYAT NEGERI BUTON </b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: medium;"><b>DIKISAHKAN BAHWA SIPANJONGA DAN SI MALUI </b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: medium;"><b>PERNAH SINGGAH DI PULAU LIYA (WANGI-WANGI)</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: medium;"><b><br /></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: blue; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: x-small;"><b>NASKAH HIKAYAT NEGERI BUTON INI</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: blue; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: x-small;"><b>DI SUNTING DARI BUKU SILSILAH RAHA-RAJA DI WAKATOBI</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: blue; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: x-small;"><b>HUBUNGANNYA DENGAN RAJA RAJA DI NUSANTARA</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: x-small;"><span style="color: blue;"><b>(Dr. LA NIAMPE, M.HUM, SUMIMAN UDU,M.HUM, HAMIRUDDIN UDU,M.HUM) </b></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: lime; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 14pt;">OLEH : ALI HABIU</span></b><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-PApIBP_QYSI/T9zmq-hdpqI/AAAAAAAACPs/r9SHJvgPX_8/s1600/IMG_0077.JPG" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="http://2.bp.blogspot.com/-PApIBP_QYSI/T9zmq-hdpqI/AAAAAAAACPs/r9SHJvgPX_8/s200/IMG_0077.JPG" width="200" /></a></div>
<div style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt;">Bermula ketahui
olehmu, “Hai sekalian sanak sudara “ ! Tatkala kami berlayar dari Mangkasar
hendak pergi ke negeri Sumbawa kepada tiga likur hari bulan syafar kepada tahun
1267 sanat tahun. Maka tatkala sudah sampai di gunung api, lawan takdir Allah
Taala, dipukulnya angin ribut tiga hari tiga malam tiadalah lagi melihat
daratan maka jatuh di pulau Kalautua. Tiga hari bernanti di sana, maka dapat
satu perahu orang Bajo dua beranak. Itulah yang menunjuki jalan sehingga sampai
di <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">negeri
Butun.</i></b></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Berapa lama kami
tinggal di negeri itu, duduk dengan segala percintaan. Maka kami dengar
daripada <b style="color: blue;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">asal-usulnya kejadian negeri Butun</i></b><span style="color: red;"> </span>dan asal kejadian rajanya,
tiadalah berlainan dengan cerita asal kejadian yang Dipertuan Sultan Banjar 25 yang
mempunyai alat takhta kerajaan di dalam negerinya dan beberapa negeri yang ta,luk
kepadanya sampai kepada sekarang ini ada turut pada seratus dua puluh buah negeri
yang menyembah [kepadanya]. Maka kami perbuat hikayat ini ceritera daripada
negeri Butun yang dianugerahi Allah Taala berkat dan keramat. Bahwa yang amat
takut dankesentosaan sejahtera
yang amat indah-indah kedengarannya, cinta berahi yang amatpatut daripada kata
segala nuzum dan akhlil firasat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Ketahui olehmu, bahwa
negeri yang terlalu mahabesar kerajaannya dan yang mahamulia amalnya dan
mahasuci doanya dan mahalebat takutnya kepada Allah Taala azza wajallah. Maka
itulah bumi yang amat termashyur wartanya daripada segala negeri yang
besar-besar (di) bawah angin, dan tiga puluh orang menteri yang memegang bicara
dengan pelbagai alatnya, dan dua orang menteri yang besar memakai serba yang
keemasan bertatahkan ratna mutuira manikan, dan seratus hulubalang anak
raja-raja yang mengikut memakai segala pakaian emas yang bertatahkan serba
keemasan, dan berbaju sof sahalat ainalbanaat sekalian datang berhambakan
dirinya, menyembah rantai kepadanya tiada menghilangkan dengan senjata
melainkan dengan akal dan isyarat juga. Dan sentiasa ia tiada berubah mengerjakan
perintah di dalam majelis negerinya dan lagi yang amat lebih mengasihpada segala orang
dagang dan kepada sekalian orang isi negeri itu pun berbuat ibadatdan kebaktian memberi
sedekah segala fakir dan miskin dan yang menolong kepada sekalian orang yang
kesukaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Demikianlah hikayat
akan awal orang yang empunya cerita ini. Sekali peristiwa pada dahulu kala
ceritanya orang pun tiada manusia pada tanah. Sebermula maka tersebut pula
seorang raja dari <b style="color: red;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">pulau Liyaa</i></b> di tanah Melayu bernama <b style="color: blue;">Sipanjongan</b>, terlalu hartawan dan dermawan dan beberapa banyak kaum
keluarga dan hamba sahayanya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka pada suatu malam
<b style="color: blue;">Sipanjongan</b> tidur di dalam peraduannya,
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">maka itu pun bermimpi bertemu dengan
seorang tua. Maka berkata orang tua itu kepada Sipanjongan, “Hai cucuku!” “Apa
juga sudahnya cucuku tinggal di dalam pulau ini?” Lebih baik engkau mencari
lain tempat yang lebih baik dari pulau ini. Karena pulau ini, bukan cucuku yang
menempati [dia]. Maka tatkala didenganrnya kata orang tua itu oleh Sipanjongan
maka kata <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan,</b> “Hai neneku,
”Bagaimana hal aku pergi mencari tempat lain daripada pulau ini?” Maka kata
orang tua, “Cucuku, “Perbuat kayu yang di ujung pulau itu perahu supaya boleh cucuku
pergi sekalian dengan segala keluarganya, cucuku. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>jaga daripada tidurnya serta diciumnya tubuhnya
baau-baau yang harum. Maka di dalam hati[nya] <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan,</b> “Mimpiku ini bukan daripada setan, niscaya mimpi
rahmat”. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> ke luar ke
nesibaani mendapat sahabatnya dan handai taulannya, seraya ia mengkhabarkan hal
mimpi[nya]. Maka sekalian orang isi pulau itu heran semuanya menengar mimpinya
Sipanjongan itu. </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta maka tiada
berapa lamanya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>pun
menitahkan hamba sahayanya memotong kayu serta disuruh perbuat sebuah perahu.
Maka tiada berapa lamanya perahu itu pun jadi. Namakan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> perahu itu “Palulang” [namanya].</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> pun menghimpunkan sekalian
sahabatnya dan keluarganya musyawarat daripada hendak berpindah itu. Maka
sekalian pun masing-masing pada mengikut [dia] kepada ikhtiar[nya] <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b>. 26 Maka palulang itu
dimuat orang, sekalian perkakas dan hartanya, sekalian jenis emas dan perak,
tembaga, suasa dan permata, dan intan baiduri, nilam pualam separkat, dan
palembaga, warna kain sufa sahalat minalbanaat, beledru, hitof, dewangga
beramai-ramai akan mutiara. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Syahdan lain daripada
itu beberapa harta indah-indah dibawanya. Setelah [sudah] lengkap di dalam
palulang itu, maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b>
menyuruh[kan] sekalian orang naik ke palulang dengan segala sahabatnya dan
ra,yatnya dan hamba sahayanya [sekalian]. Maka layar perahu pun dipasang
oranglah merapat kiri kanannya. Maka Siopanjongan pun naiklah ke palulang serta
dengan segala bunyibunyian. Itulah adat segala anak raja-raja yang besar-besar
di dalam negeri. Maka kepada hari yang baik dan saat yang baik, [maka] <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> pun menyuruh orangnya
(mem)bongkar sauh. Maka orang pun hadirlah masing-masing dipegannya. Maka
meriam pun dipasang oranglah kiri kanan dan bunyi-bunyian dipalu [oranglah]
terlalu admat bunyinya dan layar pun dibuka [orang]. Maka angin bertiuplah
terlalu keras jalannya palulang itu seperti burung rajawali pantasnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Dengan seketika juga <b style="color: red;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">pulau
Liyaa</i></b><span style="color: red;"> </span>itu lepas daripada orang banyak. Syahdan ada sehari semalam
pelayarannya di tengah laut, maka turunlah rebut taufan halilintar kilat, maka
sampan pun putuslah. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta berapa lamanya
di tengah laut, maka sampailah pula itu pada suatu pulau, tanah Malalang
namanya. Maka dengan takdir Allah Taala angin pun teduhlah. Maka pilang itu
berlabuh sauh di pulau itu tujuh hari lamanya menanti akan angin teduh juga
turun. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Syahdan orang
sekalian pun duka citalah hendak turun ke pulau itu maka tiada pun sampan. Maka
sekalian orang di dalam pilang itu pun mengantuk dan dlaif daripada sengat
kepanasan matahari. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b>
menyuruh berbuat suatu lanjang di dalam pilang itu. Setelah [sudah] berbuat,
maka diturunkan oranglah lanjang itu. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan
</b>pun turunlah ke lanjang itu dengan segala sahabatnya lalu naik ke pilang
itu dengan sahabatnya. Setelah sampailah [ia] ke pulau, maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>pun turun ke darat lalu
naik berjalan. Masing-masing orang pada mencari tempat bernaung daripada sengat
kepanasan matahari.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka adalah sepohon
kayu perkasa namanya, mahalebat daunnya, maka disanahlah duduk semuhanya
masing-masing pada (ber)[per]buat himat. Setelah [sudah] berbuat himat itu,
maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> pun menyuruh orang
membawa lanjang menurunkan makan-makanan dan minum-minuman anggur, bantalnya
hendak bermalam di sana. Setelah itu, maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjonga</b>n
pun di dalam himat itu dihadap oleh segala sahabatnya dan ra,yatnya
[semuhanya]. Makan minum bersuka-sukaan dengan segala bunyi-bunyiannya
menyukakan hati segala sahabatnya. Setelah mabuklah sekalian orang itu
masing-masinglah tidur di dalam himat itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>seorang dirinya tiada tidur
duduk mengadap matahari bersandar-sandar dirinya pada himat itu. Dengan suka
citanya melihat bulan purnama barulah terbit naik dari tepi langit. Maka dengan
takdir Allah Taala kedengaranlah suara tidak diketahui tempat di mana suara itu
berkata-kata dengan nyaring suaranya dan fasih lidahnya. Demikian bunyinya,
“Hai Sipanjongan, janganlah engkau duka citamu apa pekerjaanmu maka engka
melakukan dirimu seperti demikian itu?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Kembalilah engkau ke
pilangmu. Bukan engkau tempat bagimu pada pulau itu. Hendaklah engkau segera
berlayar menuju matahari. Adalah sebuah pulau besar, “Butun” namanya disebut
orang. Disanalah engkau duduk yang sedia inayah Allah Taala, kemudian hari pula
itu dapat menjadi sebuah negeri yang besar-besar beribu 27 ribu orangnya, lagi
beroleh anak-anak seorang laki-laki, dan cucumu maka banyak. Dan anakmu itu pun
mendapat seorang perempuan di dalam buluh-gading yaitu menjadi raja di dalam
negeri itu, lagi anakmu itu kaya kekal ke kayangannya dating kepada anak cucumu
dengan berkat orang yang didapat di dalam buluh itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta bunyi suara itu
pun tiada kedengaran. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b>
pun barulah diperingat hatinya. Lalu berlari-lari membangunkan segala orang
yang tidur itu. Setelah bangun, maka bergegaslah turun ke lanjang <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>dengan sekalian orang-orang
[semuhanya] lalu berlayar. Setelah sampailah di pilang, maka orang pun naik
keatas pilang itu. Setelah [sudah] lengkap, maka angin pun turun bertiup dan bulan
purnama pun teranglah cahayanya. Maka Sipanjongan pun menyurukan membongkar
sauh. Maka sekalian ra,yatnya pun masing-masing memegang tali sauh.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah berbongkar
sauh, lalu berlayar pada malam itu. Hatta hari pun siang, maka pilang itu pun
hampirlah ke pulau Butun itu. Maka Sipanjongan pun menyuruh orang mehiasi
pilang itu dengan segala perhisan yang indah-indah. Maka didirikan panji-panji
seperti adat kelengkapan segala raja-raja di dalam negerinya rupanya dan segala
bunyi-bunyiannya pun dipalu orang. Hatta maka pilang itu pun sampailah pada
suatu pantai Kalampa namanya, yaitulah Tobe-Tobe yang empunya pantai itu. Maka
Sipanjongan pun tetaplah duduk di sana serta berbuat kebun. Al-fasal peri pada
menyatakan tatkala ceritera suatu lagi dusun. Sebermula dusun itu pun tiadalah
tetap [ia] pada suatu tempat. Dan peri mengatakan tatkala dusun itu menjadilah
sebuah negeri yang besar. Demikianlah ceritera ini diceriterakan orang yang
empunya [cerita ini]. Sekali peristiwa ada suatu dusun itu Mandaika namanya dan
rajanya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui </b>namanya, dan seorang
menterinya La Taata namanya. Maka pada tahun itu pun berhuma. Maka dengan
takdir Allah Taala huma itu pun tiada berisi dan tiada berdaun dan segala
buah-buahan dan tanam-tanaman itu pun tiada menjadi. Maka orang pun
bersegeralah berangkat hendak berpindah kepada yang lain lalu berjalan menuju
kesudahan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Sebermula sampailah
kepada suatu bukit Kapuntori namanya itulah hamper pada suatu sungai Bancuka
[namanya di sungai itu]. Di sinilah ia duduk sekira-kira dua tahun di sana.
Maka berhuma pula pada tanah Walalogusi namanya. Berhuma di sana duduk setahun
juga. Maka pada tahun yang kemudian, berhuma pula pada tanah Kaedupa lalu ke
Bau-bau, sampailah kesungai Butun. Dengan selamanya sedia duduk di sana. Maka
kedua[nya] negeri itu besar kelak. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b>
dan Samalui mufakatlah hendak berkumpul dirinya seperti adat satu negeri tetapi
hukumnya masing-masing kedua kaum itu. Demikianlah hal keduanya itu. Hatta
berapa lamanya, Sipanjongan pun menengar warta ada sudaranya Samalui seorang
perempuan baik parasnya dan putih kuning warna tubuhnya. Maka fikir
Sipanjongan, jikalau demikian baik kita mengantim ganti diri pakai meminang. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka ada suatu hari <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>pun pakai mengantar emas
dan perak dengan beberapa banyaknya kain sutera kepada <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui.</b> Maka sampai kepada Samalui serta</span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12pt;">Samalui</span></b><span style="font-size: 12pt;"> pun talah menerima harta yang telah
dibawah[nya] <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>itu. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> pun dikawinkan dengan
saudara Samalui, Sabanang namanya. Setelah berapa lamanya berkumpul dua
laki-istri, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sabanang</b> pun hamillah. Setelah
sampai bulannya, sembilan bulan pada saat yang baik, maka beranaklah seorang
laki-laki terlalu baik rupanya. Maka dinamai akan bapanya budaklah itu 28 <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>namanya. Maka dipelihara
berapa tahun lamanya, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun
besarlah. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui </b>mangkin betambah-tambah suka
citanya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Datang beganti-ganti
pada rumahnya keduanya makan dan minum bersuka-sukaanyadengan sekalian orang
besar-besarnya dan segala sahabatnya dan ra,yatnya [sekalian]. Hatta berapa
lamanya, maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun
sampailah umurnya delapanbelas tahun. Maka ia
pun menengar khabar anak raja Kamaru, Sagaranya namanya, seorang perempuan baik
parasnya. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun
berahilah akan perempuan itu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br />
<span style="font-size: 12pt;">Hatta maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun masuklah, beradulah
dengan berahinya itu. Maka keesokan harinya, [maka] <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun pergilah kepada bapanya keduanya dan ibunya. Setelah
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui</b> dengan segala ra,yatnya
adalah pada rumah <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> duduk
suka-sukaanya dan berkasih-kasihan makan dan minum pada hari itu.Setelah <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui </b>melihat anaknya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>
datang, maka segeranya disapanya kepada bapanya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>serta berkata, “Hai anakku cahaya mata bapaku”. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>pun sujud kepada bapanya
kedua dan ibunya seraya duduk. Maka berkata <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>, “Hai bapaku dan ibuku”. Hamba ini hendak bermuhun pergi
bermain-main kepada negeri, karena hamba hendak melihat kekayaan Allah
Subhanahu Wataala.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka kata bapanya
keduanya, “Hai anakku!” Apa kehendak hatimu anakku di dalam kedua negeri ini
pun anakku yang empunya dia, maka perempuan mana anakku kehendaki itu sudah
orang kedua negeri ini. Maka nankku pergi sendiri[nya] niscaya binasalah hati
bundanya dan ayahanda. Kedua kami ini hilanglah seraya risau hati bandang dan
ayahanda patah. Jadi ayahanda bandang anakku tinggalkan. Maka sembah <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> seraya menyapu air matanya,
“Jikalau tiada disukai akan hamba pergi ini, adalah ayahanda bandang hilanglah
dalam percintaan, lenyaplah hamba dengan masygul hamba”. Maka ayahanda pun
keduanya telah melihat anaknya seraya berkata, “janganlah anakku berkata
demikian itu, dan janganlah anakku duka cita atas kami. Ayahanda kedua ini yang
mengerjakan dia”. Setelah demikian itu, maka hati <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun suka cita menengar kata bandang itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> itu dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui </b>pun memanggil orang
besar-besarnya dan sahabatnya. Maka segala mereka itu pun datanglah, lalu sujud
di hadapan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui </b>itu. Maka kedua mereka itu pun
berkata memberi perintah akan sekalian sahabatnya, handai taulannya dan menteri
yang kepercayannya. Demikian katanya, “Hai segala sudaraku!” “Kamu himpunkanlah
kedua negeri kita ini sekalian orang muda-muda [semuhanya] karena anak kita <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> hendaklah pergi bermain-main
kepada negeri ini, Kamaru”. Maka kamu pilihlah segala orang muda-muda itu
barang yang baik-baik parasnya dan suaranya dan tinggi besarnya. Itu pun
samakan anak kita <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara. </b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka segala sahabat
dan orang besar-besar itu pun sujudlah bermuhun kembali menghimpunkan segala
orang muda-muda itu. Dipilihnya rupanya dan suaranya dan tinggi besarnya.
Setelah [sudah] habis dipilihnya sekalian itu sebermula seratus orang muda-muda
yang baik parasnya dan seratus orang muda-muda yang baik suaranya akan serta <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pergi ke negeri Kamaru.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta setelah [sudah]
sekalian berhimpunkan sekalian orang muda-muda itu, maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>pun menghimpunkan sekalian anak hamba sahayanya yang
muda mudaitu juga, yang
dipilihnya dua puluh laki-laki yang muda, dan dua puluh hamba 29 sahayanya
perempuan yang muda-muda, dan perak dan kain yang halus-halus, pakaian yang
indah-indah berbagai-bagi juga. Setelah hadirlah orang masing-masing dibawanya
orang itu, maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> pun
memanggil orang besarnya seorang, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sijawangkati</b>
namanya. Dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui </b>pun demikian
juga, [memanggil orang besarnya seorang] <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sitamanajo
</b>namanya. Maka kedua mereka itu pun datanglah di hadapan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui.</b> Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b>
pun berkata akan kedua orang besarnya itu. Demikian katanya, “Hai saudaraku,”
Tuan-tuan kedua fanarahakar pada sudara akan kedua anak hamba dan sekalian anak
saudara kita yang muda-muda serta anak hamba itupun baik dan jahat atas tuan
kedua itu yang membicarakan dia. Dan jika ada hyaat tuan hamba kedua itu akan
orang muda-muda jangan diubah martabatnya yang telah seperti anak hamba
dikaruniakan itu. Maka kedua mereka itu pun berkata, “Yaa Tuanku,” Hamba ini
pertaruhkan diri [hamba] pada yang [telah] sudah. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan</b> pun memanggil anaknya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara.</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>pun datanglah, lalu sujud di
hadapan bapaknya keduanya. Maka berkata bapanya, demikian bunyinya, “Hai
anakku,” Jika engkau diberi Allah Taala selamat sampai ke negeri tempat di
mana-mana datang anakku, berbuat suatu permainan. Hendaklah anakku itu berbuat
suatu kegemaran segala hati yang menghilangkan dan segala kedukaan dalam hati.
Dan baik-baik anakku peliharakan segala ra,yatmu antara suatu kaum tiada
mengenal dia dan tiada ketahui akan bahasanya. Maka dapat ia melakukan akalnya
dan pengetahuannya tiada kekurangan.Itu pun tanda orang
budiman, karena budi manusia itu dengan delapan perkara. Hendaklah dikenal
semuanya supaya sempurna pengetahuan kita. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pertama,</i>
tahan hati padanya. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kedua,</i> perkara
mengenal [dirinya] dan memelihara akan dirinya pada segalabahaya . Ketiga,
perkara kebakti kepada raja-raja dan mencahari yang kegemaran hatikepada raja-raja, dan
mencahari pekerjaan yang memberi kesentosaan [hatinya] dari pada suatu masygul
pada hatinya. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Keempat,</i> mengambil
berteman dua orang bersahabat berkasih-kasihan supaya menaruh rahasianya dan
rahasia orang padanya.</span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 12pt;">Kelima,</span></i><span style="font-size: 12pt;"> perkara amat memeliharakan rahasia dan
rahasia orang padanya . Keenam, perkara mengadap raja itu dengan manis mukanya
dan fasih lidahnya. Bermula segala yang raja-raja itu hendaklah disukainya,
sudah kalah marahlah ia dengan dia. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ketujuh</i>,perkara
barang kala berdirinya melainkan ditanyai orang maka berkata. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kedelapan,</i> perkara menghakimkan
lidahnya, sekira-kira mendatangkan hajatnya. Itulah alamat orang budiman. Bermula
barang siapa ada padanya barang delapan perkara ini, niscaya barang apa
dituntutnya diperoleh juga. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Demikian kehendaknya
orang budiman. Maka ujar bapanya, “Hai anakku, jikalau engkau hendak berbuat
suatu pekerjaan, hendaklah ia berbaik dahulu hatinya dan selesai citanya,
supaya bertambah-tambah budinya dan bicaranya niscayalah tiadalah sudah di
dalamnya. “Hai anakku jika engkau diharap segala ra,yatnya berdiam-diam.
Sebermula akan orang berkata-kata pun bukan mudah karena besar kata mahabesar
bahaya (di)dalamnya. Karena itulah puhun ada jangan pun ada pencuri kanan dan
kiri pun [ada]. Hendaklah dibicarakan 30 dahulu di dalam hati, maka kau katakan
dan jika engkau bersahabat hendaklah engkau menutupi [rahasianya] sahabatmu dan
sentiasa tiada berubah. Karena barang siapa bersahabat barang rahasianya
dikatakan, hendaklah menaruh rahasia sahabatmu itu, apamu awan di langit
tatkala pada tempat tiada bergerak. Apabila awan itu bergerak bertemu dengan
suatu niscaya kita ketahuilah bahwa itu awan namanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Demikian perinya
orang bersahabat. Setelah [sudah] (meng)ajarnya, maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sipanjongan </b>dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Samalui</b>
dipeluk dan (di)ciumnya dua anaknya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>
seraya ditangisinya. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>
pun bermuhunlah berjalan. Maka ayahanda bandang pun mengharaplah lalu pengasih.
Maka Bitaumbara pun kembali pula. Maka disembah ayah bundanya, lalu disapunya air
mawar. Maka bundanya pun bangunlah lalu didekapnya dan diciumnya itu seraya beri
nodai. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>pun berdiri
kepada ayahanda kedu(nya). Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>
pun berjalan serta dengan tangisnya. Maka kata ayahanda kedua(nya) dan
bundanya, “Hai sudaraku sekalian orang besar-besar yang tinggal [sekalian] itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">“Pergilah kamu
hantarkan anakku berjalan”. Maka sekalian itu pun pergilah. Hatta maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun pergi memberi karunia
segala ra,yatnya yang tinggal itu. Semuanya dikarunia <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> masing-masing kepada padarana. Maka Bitaumbara pun
berpegang tangan dengan segala orang besar-besar dan ra,yatnya yang tinggal
itu. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun berkata,
“Hai sekalian tuan-tuan, “Petaruh hamba kepada tuan-tuan sekalian ayahanda
kedua[nya] dan bundanya.” Maka segala mereka itu pun bersujudlah, kepada <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>pun berjalanlah dengan
segala sahabatnya dan orang muda-muda dan ra,yatnya [semuanya]. Seorang pun
tiada yang tua. Maka segala bunyi-bunyian pun dipalu oranglah. Terlalu admat
bunyinya didengarkan. Maka segala orang besar dan ra,yat sekalian yang
mengantarkan pun kembalilah dengan percintaan di dalam hatinya. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>pun berjalan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka melalui sungai
dan sarukan dan beberapa melalui rimba dan padang dan beberapa melalui bukit
dan gunung yang tinggi-tinggi. Hatta berapa hari lamanya berjalan itu, maka
dengan takdir Allah Taala <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>
pun sampailah ke negeri <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">LaWela.</i></b> Maka segala negeri yang
hampir di sana semuanya orang datang berhimpun mengadap kepada <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>serta menyerahkan dirinya
masing-masing bawaanya. Mereka itu ada membawa makanan dan segala buah-buah(an)
kayu [dibawanya]. Setelah <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>pun
keluar daripada negeri itu, maka berjalan ketika ke mari. Setelah hampirlah <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> ketika itu, lalu turun
berjalan ke sebelah bukit itu. Setelah sampailah [Bitaumbara] sebelah laut atas
matahari, maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>pun
berhenti kepada pantai Kaluku namanya. Di sanalah ia duduk berhenti berbuat
sebuah himat besar. Maka dihiasinya dengan perhiasan yang indah-indah siri
kulambu dan langit-langit yang keemasan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka segala harta
yang dibawanya itu pun sekaliannya ditaruhnya ke dalam[nya] himat itu. Maka
segala orang besar-besar dan segala ra,yat dan sahabatnya masingmasing berbuat
himanya, dan segala negeri dan dusun yang dijalaninya itu pun sekalian sertalah
orangnya mengikuti dia. Hatta maka kelihatanlah segala himat itu dari dusun
seperti sebuah negeri rupanya. Maka segala isi dusun itu pun (ber)kumpul. Maka
ditawarkan orang kepada raja Kamaru. Maka raja pun keluarlah dari [di] dalam
pagarnya. Maka ia pun menghimpunkan segala anak raja-raja duduk di atas balai
di hadapan sekalian perdana menteri dan sekalian ra,yat. Hatta maka orang dusun
yang melihat itu pun datanglah, lalu naik diatas balai mengadap raja Kamaru.
Maka penghulu dusun itu 31 pun berdatangan sembah kepada raja Kamaru seraya
berkata, “Ya Tuanku, “Hamba lihat dari atas dusun terlalu banyak himat. Penuh
pada segala pantai itu seperti sebuah negeri yang besar-besar rupanya. Maka
kata penghulu, “Enta atawa enta atawa musuh, “Hamba tiada tahu, tetapi jikalau
niscaya tidak terlawan. Maka raja</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 12pt;">Kamaru </span></i></b><span style="font-size: 12pt;">dan segala mereka itu
pun heranlah serta betambah-tambah duka citanya menengar khabar itu seraya
menyuruh orang memukul gendang dan gong besar. Maka segala anak raja-raja pun
mengumpulkan sekalian hulubalang yang gagah berani dan [sekalian] orang-orang
dusun pun masuk dalam negeri itu seraya raja bertitah, “Hai segala orang,
keluarkan sekalian senjata alat peperangan itu”. Maka masing-masing menggunakan
senjata dengan pakaian yang terlalu hebat sikapnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka raja pun
menyuruh menunggui pantai dan mengelilingi negeri itu masing masing ketemukannya. Setelah
[sudah] lengkap dengan senjatanya, maka seorang hulubalang Tartamu namanya,
maka itu pun memakai pakayannya dan senjatanya dan ketupangnya lalu ia berjalan
naik di atas bukit lalu dusun kepada pihak kelalu peri itu serta dengan
penghulu dusun itu dan ra,yat. Maka turun berjalan di hampirnya pantai itu.
Maka terlihatlah beberapa ra,yat berhimpun seperti kawan(an) kerbau rupanya
melihat himat itu dan balai terlalu banyak. Maka raja pun menyuruh memanggil
akhli nuzum. Maka akhli nuzum pun datang lalu sujud kepada raja. Maka kata
raja, “Hai akhli nuzum. Lihatlah, apakah di dalam nuzummu betapa persatuannya
kepada yang datang itu. Maka akhli nuzum pun melihat nuzumnya. Maka ia pun
tersenyum seraya menggerakan kepalanya serta katanya, “Yaa Tuanku, dalam nuzum
hamba itu datangnya banyak itu wallahu a,lam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Bermula akan
pekerjaannya yang khiraa itu juga rupanya. Maka raja pun mengucapkan syukur
Alhamdulilah akan pekerjaan yang khiraa itu rupanya. Maka raja pun memberi
persalin akan akhli nuzum itu. Setelah [sudah], maka raja pun menyuruh dua
(sampai) tiga perahu berisi baik-baik ni,mat. Maka segala menteri pun turun di
perahu. Hatta maka perahu itu pun pergilah mandapatkan dia [itu].</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun memakai pakain yang
indah-indah daripada yang keemasan. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>
pun duduk di atas hamparan yang keemasan di hadap oleh <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sitamanajo</b> dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sijawangkati,</b>
[dan] orang besar-besar, [dan] sahabatnya, [dan] segala ra,yatnya, dan segala
orang negeri dan orang dusun yang telah dijalaninya [sekalian]. Sebermula dua
ratus orang muda-muda bawanya yang dipilih itu, maka dibahagi masing-masing
dipegangnya. Dua belas muda-muda memegang pedang berikat yang keemasan duduk
dari kanan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>. Dua belas
orang muda-muda memegang pedang berikat seraya duduk di kiri <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>, dua belas anak orang besar-besar
muda-muda duduk dengan pakaian yang keemasan dudk dari kanan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara,</b> [dan] dua belas anak
menteri-menteri menyandang wali kain kekuningan duduk dari kirinya, [dan] dua
belas anak hamba sahayanya perempuan muda-muda dengan perhiasan duduk
menyelempeng [dia] dengan kain indah-indah dari belangnya, [dan] dua belas
orang muda-muda yang memegang pakaian, [dan] dua belas muda-muda yang budiman,
[dan] dua belas orang muda-muda pahlawan yang telah perkasa, [dan] dua belas
orang muda-muda yang baik parasnya berdiri memegang pedang daripada samparnya
yang telah terhunus bediri dari kanannya, dan dua belas orang muda-muda
menyelempang pedang yang keemasan yang bediri di hadapannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Apabila <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> berangkat, maka ialah
mengantar yang mengabarangkan dia, [dan] dua belas orang muda-muda hulubalang
daripada alim dan hikmat pagi 32 pagi sekalian hadirlah mengadap dia, [dan] dua
orang raja besar-besar yaitu raja Tobe-Tobe dan raja Batauga duduk mengadap dia
serta memegang keris tatarapang bersarungkan permata duduk dari kirinya, [dan]
dua orang menteri yang arif yaitu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">menteri
Barangkatopa</i> <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">La Tamanajo</b> namanya
dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">menteri Gundu-Gundu</i> <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">La Jawangkati</b> [namanya] duduk memegang
kalung kalewang kerajaannya berhulukan emas duduk dari kanan, [dan] orang
muda-muda memegang puan yang keemasan duduk dari kanan dan dua orang memegang
kipas beremas bersarung duduk dari kiri. Adapun anak raja-raja itu {ber}pakaian
raja [yang dipakainya].Dan anak menteri pun [itu] demikian juga. Masing-masing
dengan namanya supaya kakanda jangan bercampur [masing-masing] duduk dengan
pakaian. Maka bunyi-bunyian pun dipalu orang terlalu merdu bunyinya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> pun dinaikan orang. Maka perahu
yang mendatangkan itu pun sampailah. Maka dilihatnya orang yang di dalam perahu
itu terlalu banyak orang dan terlalu admat dengan segala bunyi-bunyiannya.Keluar asap apinya
pun kalang kabut. Hatta maka (di)ambilnya orang di dalam perahu itu dengan
campur pun. Orang yang di dalam himat itu pun mendirikan tangkal alamat
kebajikan seraya dengan cemara kuning. Maka kata menteri, yang mendapatkan,
“Itulah anak raja-raja rupanya yang datang ini, alamat kebajikan didirikannya.
Maka perahu yang berisi itu pun naik ke atas himat itu seraya menyembah kepada <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>[itu].</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Syahdan berjabat
kepada tangan segala menteri, maka kata menteri yang datang itu kepada <i style="mso-bidi-font-style: normal;">menteri Barangkatopa dan menteri Gundu-Gundu</i>,
“Yaa taun-tuan apa-apa maksud yang dipertuan datang ke negeri ini?” Maka kata
keduanya itu, “Adapun maksud yang dipertuan itu, hendak mengadap ayahanda”.
Maka inilah yang diceritakan orang kepada yang dipertuan ini sudah mengikat
melainkan hendak mengadap ayahanda. Mudah-mudahan dapat minta diperhambakan
kepada ayahanda dan bundanya, dan hendaklah melihat negeri ayahanda dan bunda.
Maka sahut segala menteri itu seraya mengucap, “Alhamdulilah syukur patih
sahinya”. Maka segala ni,mat itu pun diangkat oranglah. Maka segala menteri
yang mendapatkan itu pun semuanya kasihan kedua laki istri. Setelah Bitaumbara
pun bersadarlah akan ayah bundanya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12pt;">Bitaumbara </span></b><span style="font-size: 12pt;">(ber)haraplah pada suatu hari [Bitaumbara].
Maka bermuhunlah kepada ayahanda dan bundanya, demikian bunyinya, “Yaa ayahanda
bundanya, “Aku lamalah hamba kutinggalkan dari padaku kanda betapa hal ayahanda
bunda hamba”. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>beranak
seorang laki-laki maka dinamainya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sangariarana.
</b>Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sangariarana</b> pun beristri
dengan anak negeri. Maka beranak seorang (anak) laki-laki yaitu <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">La Balowu</b> namanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Adapun segala
peristiwa cerita dari pada dahulu kala nenek moyang kita yang tua-tua, pertama
negeri Butun itu konon dari tanah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mandauli</i>
yaitu hampir negeri <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lambu Saangu.</i>
Maka kemudian berpindahlah pada tanah Kapuntori dengan beberapa lamanya duduk
di sana. Maka datang setahun lamanya duduk berhuma semuanya pada tahun itu.
Setelah sudah, maka datanglah lagi tahunnya. Maka berhuma pula pada tanah
Kadolo, dekat pantai samuta pantai berhuma kepantai Baau-Baau sampai kepada
kaki sungai. Di sanalah tempat salu. Demikian itu betap lamanya [duduk di
sana]. Itu pun belum lagi mendapat rajanya. Demikianlah. Hatta maka tersebut
cerita itu rayang ke Butun yaitu <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Batara
Wa Kaakaa</b> namanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Demikian bunyi
ceritanya. 33 Adapun segala peristiwa ada seorang Butun yang membawa anjingnya mencari
perburuan, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sangia I Langkuru</i> namanya
yaitu dari kampung Peropa. Maka ia sebab berjalan mengikut ke hulu sungai
membawa anjing mencari perburuan. Hari pun petanglah, seekor pun tiada
(men)dapat perburuan. Dan anjingnya pun bercerai dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sangia I Langkuru</i>. Maka ia mencari anjingnya lalu [ia] naik ke atas
bukit. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah sampailah ke
atas bukit itu, maka kedengaran suara anjingnya [itu]. Maka Sangia I Langkuru
pun berlari-lari mengikuti suara anjingnya itu. Setelah sampai[lah] pada suatu
kebun (di)atas tengah bukit itu, lalu ia masuk ke dalam kebun itu. Setelah maka
anjing itu pun telah melihat tuhannya mangkin berseru-seru. Demikianlah
bunyinya, “Aw,aw”. Dan kakinya pun menggali tanah di puhun bulu gading namanya,
yaitu patung gading. Setelah maka Sangia I Langkuru pun bertemu dengan
anjingnya. Seekor pun tiada melihat perburuan. Hanya dilihat oleh anjingnya dan
kelakuan anjingnya itu digalinya tanah kukunya pada puhun bulu gading itu.
Sebentar berlari-lari pada tuhannya, sebentar kembali berlari-lari pada puhun
bulu itu. Digalinya tanah dengan kukunya anjing itu berturut-turut dengan tujuh
kali. Demikian kelakuan fiil[nya]anjing itu. Maka
Sangia I Langkuru melihat hal anjingnya demikian itu, maka berfikir di dalam
hatinya. Demikian bunyi fikirannya, “Apakah sebab anjing ini maka digalinya
puhun bulu ini?” Dan dirasanya sepula-pula berisi di dalam bulu ini rupanya.
Baiklah aku ambil bulu ini. Lalu diparangnya puhun bulu itu. Lalu luka sedikit
kaki <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Batara Wa Kaakaa</b> di dalam buluh
itu. Lalu keluarlah darahnya sangat putihnya seperti air susu rupanya. Lalu
bersuara, demikian katanya, “Janganlah penggal kakiku itu”. Maka <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sangia I Langkuru</i> pun terkejut mendengar
suara di dalam bulu gading itu. Maka tiada lagi diparanginya dengan dua kali,
sebab terdengar suara di dalam bulu itu lagi. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Dipukulnya (bahagian)
atas itu lagi. Berserulah “Aa....aa..., “Tanganku.” Berturut dengan tiga kali
bersuara, “Aa...aa....aa...., “Janganlah penggal.” Maka Sangia I Langkru pun takut, lalu ia
kembali berlari-lari memberi tahu orang besar-besarnya yaitu <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> namanya. Diceritakanlah pada
barang apa dilihat dan didengarnya daripada permulaan digalinya anjing dan
disuruhnya dating pada kesudahannya kembalinya itu. Maka Bitaumbara pun suka
citanya rasa hatinya. Lalu menyuruh orang memanggil anaknya Sangariarana dan
segala menteri dan ra,yat. Sekaliannya pun datanglah [semuanya] berkumpul penuh
sesak.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka berangkatlah <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b> dan anaknya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sangariarana</b> dan sekalian menteri dan
ra,yat [sekalian pun] naik berjalan (ke)atas bukit Lelemangura. Setelah sampai
kepada bukit itu, maka segala orang banyak itu pun duduk berkeliling pada puhun
bulu gading itu. Maka Bitaumbara dan Sangariarana dan segala menterimenterinya pun
duduk bersaf-saf. Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>
pun memeriksa suara dalam buluh itu. Lalu diambilnya kayu. Maka dipukulnya
dengan kayu buluh itu. Lalu berbunyi dalam buluh itu. Demikian katanya,
Aa....aa...., aa...., jangan kau penggal kaki dan tanganku dan kepalaku itu.
“Setelah diperiksa oleh Bitaumbara akan suara itu, maka dipanggil segala akhli
nuzum. Maka dilihat di dalam nuzumnya yaitu katandu-tandu namanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka berkata segala
akhli nuzum itu. Demikian katanya pada <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>
dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sangariarana,</b> “Yaa Tuanku,
jangan kau penggal buluh itu.” Di dalamnya ada seorang perempuan “peri”
namanya, dari atas langit terlalu baik parasnya. 34 Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>menyuruh orang menggali puhun bulu itu supaya kita belah
itu. Maka segala orang pun digalinya tanah itu. Lalu di bawah bahunya dapat diangkatnya.
Maka diubahnya bulu itu. Sudah (di)belah oleh <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara </b>dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sangariarana</b>,
maka keluarlah seorang putri [perempuan] dalam buluh itu yaitu <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Batara</b> yang ke Butun <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wa Kaakaa</b> namanya. Terlalu baik
parasnya, gilang gemilang warnanya, rupanya seperti bulan purnama empat belas
hari bulan dan kulitnya pun terlalu sangat putihnya. Maka Bitaumbara dan
Sangariarana pun melihat rupa <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wa Kaakaa</b>
itu pun rubuhlah [keduanya] tiada khabarkan dirinya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wa Kaakaa</b> itu pun telah melihat hal
yang demikian. Maka diludahnya tubuh <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bitaumbara</b>
dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sangariarana.</b> Setelah [sudah]
Bitaumbara dan Sangariarana baharulah diangkat dirinya. Lalu bangun dengan
sembah sujudnya di bawah kaki Batara ke Butun. Kemudian Batara pun
berturut-turut berkata-kata. Demikian katanya, “Aa....aa....aa,” sebab itulah
kemudian dinamainya Wa Kaakaa [namanyalah kamu].</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka segala orang pun
hadirlah berbuat “gata”. Setelah sudah maka Bitaumbara pun berbangkit mengambil
segala kain keemasan akan selendang <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">WaKaakaa</b>
itu. Setelah [sudah] diperselendang oleh Bitaumbara pun menyembah pada tuan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wa Kaakaa</b>. Demikian sembahnya, “Ya
Tuanku, naiklah tuan (ke)atas gata itu.” Maka <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wa Kaakaa</b> itu pun naik duduk atas gata itu. Maka orang pun
diangkatnya gata itu lalu berjalan dua selangka dua berjalan. Maka matahari pun
tiada kelihatan, maka turunlah ribut taufan halilintar petir. Gata gelaplah
tiada kelihatan seorang kepada seorang, berpegang tangan sebab sangatlah gelapnya
setelah maka Bitaumbara pun berseru-seru, “Hai kamu sekalian,”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Duduklah kamu!” Maka
segala orang pun duduklah, dan gata itu pun diturunkan ke tanah. Setelah
matahari pun kelihatanlah, ribut taufan tiadalah. Bitaumbara dan Sangariarana
dengan tiga kali berturut-turut diangkatnya, ribut taufan pun demikian[lagi berturut-turut
dengan tiga itu juga]. Demikian halnya berkata Wa Kaakaa itu. Maka segala orang
banyak pun takutlah. Setelah di dalam antara itu, maka adalah seorang perempuan
tua “Wa Bua”namanya yaitu (dari) kampung Balowu, yaitulah tertidur matanya
sebab sangatlah hujan dan ribut taufan. Maka ia terpaling penglihatan[nya] dan pendengarannya
seperti orang bermimpi rasanya. Demikian bunyi di dalam mimpinya itu, “Melihat
seorang laki-laki orang tua besar tubuhnya lagi panjang dengan janggutnya.
Tiada diketahui ke sana sini datangnya orang tua itu seperti kilat lakunya.
Lalu ia berdiri dengan marahnya di hadapan segala orang banyak itu. Demikian
katanya, “Hai kamu [segala] orang Butun sekalian, janganlah kebawa anak hamba
itu. Aku tiada mau kuberikan pada kamu sekalian itu, melainkan yang perhiasanlah
gata itu dengan perhiasan yang keemasan dan anta itu pun dihiasi juga dengan
kain yang mahamulia dan genderang, gong pun dipalu orang seperti adat segala
raja-raja. Maka kamu sekalian baharu aku angkat gata itu lalu kam bejalan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka hamba pun mau
aku berikan kau bawa anak itu. Jika segala lagi hal yang demikian itu juga
bersalah adat segala raja-raja, niscaya aku turunkan hujan guruh kilat ribut
taufan supaya rubuhlah bukit ini lalu binasa, dan kamu sekalian nyawamu di
dalam tanganku juga. Dan jika kamu berikan duka cita lagi, mudah-mudahan anak itu
niscaya aku turunlah kunaikan ke langit (ke) atas ke kayanganku lagi. Setelah
orang bermimpi itu pun juga daripada tidurnya lalu menyembah kepada orang tua
di dalam mimpinya itu juga, “Ya Tuanku,”Dari mana datang Tuan Hamba,? “Siapa
nama Tuan Hamba,? Dan apa nama negeri Tuan Hamba? Dan asal 35 mana Tuan Hamba?
Maka menyahut orang tua itu, “Hai perempuan, “Adapun namaku <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bataraguru</b> dan asalku peri dan tempatku
(di) atas tujuh lapis langit. Sebab hamba sampai kemari, hendak kuajar kamu
sekalian seperti kata itu juga. Setelah [sudah] berkata Bataraguru itu,
dengansekejap mata lenyaplah tiada kelihatan daripada demikianlah katanya, “Hai
kamu sekalian, turun ambil orang yang didapat itu naik ke mari yaitu akan
suamiku dan berilah aku nasinya dan baranga yang makanan niscaya kumakanlah
supaya takut tulangku,” Demikian katanya. Tetapi sungguhpun mulutnya berkata
demikian itu, [hatinya] jangan lagi diketahuinya di dalam hatinya didengarnya
dengan telinganya pun tiada siapa mengetahui takdir Allah Taala. Maka dapat
berkata yang demikian itu karena Wa Kaakaa adalah lemah lembut dilihatnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Segala orang di hima
itu dan tiada lagi bergerak, [dan tiada lagi] berkata-kata, dan [tiada lagi]
dapat bangun duduk sendirinya, melainkan orang yang membangunkan dia. Maka
Bitaumbara dan Sangariarana [oleh] telah menengar suara Wa Kaakaa baharulah
dapat berkata dan [baharulah] dia minta nasi akan dimakannya [Wa Kaakaa itu].
Maka Bitaumbara dan Sangariarana pun suka citalah rasa hatinya keduanya. Lalu
ditanya-tanya, demikian katanya “Hai Tuanku, jikalau hendak mau santap,
bangunlah akan diri Tuan hamba supaya puaslah isi hati segala membawa sekalian
ini.” Maka Wa Kaakaa pun tiada lagi dapat menyahut. Jangan lagi menyahut,
bergerak pun tiada dapat [oleh Wa Kaakaa itu].</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah maka
Bitaumbara dan Sangariarana pun hadirlah menyuruh orang membawa nasinya dan
segala makan-makanan dibawahnya akan dimakan oleh Wa Kaakaa itu, maka
Bitaumbara pun diambilnya sebuah mangkuk emas berisis nasinya lalu diunjukkan
kepada Wa Kaakaa [nasi itu]. Maka Wa Kaakaa pun disambutinya nasi itu, lalu
dimakannya dengan tiga kali. Sudah itu tiada lama duduk pada perutnya nasi yang
dimakannya itu, maka ia berseru-seru. Demikian serunya, Kaa....kaa....kaa....
Dan tangannya sebentar memegang perutnya dan sebentar tangannya terus (ke)dapur
dan sebentar memegang pantatnya. Maka segala bunyinya dan menteri dan orang
besar-besar itu pun masing-masing datang membuka lante, ada yang mengamparkan
hamparan yang banyak dan tikar. Maka Wa Kaakaa itu pun makin berseru-seru,
“Kaa....kaa....kaa.... lalu ia berjalan empat kaki menuju dapur lalu duduk
berpindah batu-batu sumpah periwayat kadla hajat pada dapur itu. Setelah kelurlah
tahi emas yaitu wandawaki sebab (di)jatuhkan pada sebelah jatuh pada dapur tahi
itu. Sebab itulah jadi hitam sebelah rupanya wandawaki itu. Ada pun wasampu itu
kemudian kembalinya kepada ke kayangannya dari atas langit, maka dijatuhkannya
lagi. Setelah [sudah] hajat, maka mengambil air. Setelah maka lalu berdiri dan
serta dapat berkat-kata dengan manusia lalu duduk di hadapan segala nene
menteri-menterinya dan nene orang besar-besarnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta maka Sangariarana
pun bermuhunlah pada bapanya Bitaumbara dan segala orang besar-besar dan ra,yat
sekalian pun turunlah mengalungkarkan orang yang menjadi pada air sungai yaitu
pantai Bumbu namanya, sebab mendapat seorang laki-laki yang baik parasnya,
gilang-gemilang rupanya seperti bulan purnama empat belas hari. Entah jinkah
entah perikah. Sangariarana pun turunlah mengalu-ngalukan orang yang di jalan
oleh Simanguranca dan Simandalu didapatnya di dalam jalannya. Bitaumbara pun
berjalan di belakang hendaknya dihabiskannya segala orang hina dina dan
menyuruh orang berseru-seru yaitu “Talombo Sejalang” namanya dan “Sibasarapu”
namanya dan orang namanya “Situlubu”. Setelah [sudah] habis 36 sekalian orang
itu maka Bitaumbara pun turun di belakang segala orang itu. Setelah sampailah
Bitaumbara dan Sangariarana dan [segala] ra,yat sekalian pula berkeliling, duduklah
di hadapan orang yang di dapat di dalam jalan itu. Maka Bitaumbara dan Sangariarana
pun menyuruh orang berbuat gata. Maka segala orang pun hadirlah masing-masing
pada membuat gata itu. Setelah [sudah] berbuat maka Bitaumbara dan Sangariarana
pun diangkatnya oleh orang itu (di)atas gata. Setelah [sudah] duduk maka segala
orang pun hadirlah diangkatnya gata itu dan ditaruhnya (di)atas bahunya lalu
berjalan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta dengan takdir
Allah Taala, maka laut itu pun telah berbunyilah. Maka ombak pun tambahlah
seperti dawam di langit dan maka rupanya harus pun berdengung seperti sampai ke
darat. Maka ombak itu memecah seperti lagi kiamat rupanya. Ombak itu mengilat
segala orang banyak itu pun takutlah. Lalu diturunkan ke tanah gata itu.
Setelah demikian, bunyi pun tiadalah didengarnya dan ombak pun berhentilah
tiada dilihatnya. Hatta dengan seketika itu maka kelihatanlah seorang laki-laki
terlalu indahindah rupanya seperti cermin yang kena sebentar matahari tiada
diketahui datangnya. Orang itu dengan hebatnya lalu berdiri di tengah-tengah
segala orang banyak itu. Maka (ber)kata, “Hai kamu segala orang Butun,
janganlah kamu ambil cucuku ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Tiada kuberikan
jangan muda-muda hanya cucuku ini.” Sahut[nya oleh] Bitaumbara dan
Sangariarana, “Demikian katanya, “Ya Tuhanku, jangan kuhantarkan nene hamba ini
akan suami raja kami, karena raja kami perempuan belum bersuami. Inilah sebabnya
maka diceriterakan daripada pertama didapatnya Wa Kaakaa itu dating kepada
kesudahannya, [habis diceriterakan] oleh Bitaumbara dan Sangariarana. Maka
Bitaumbara pun berkata pada orang itu. Demikian katanya, “Ya Tuhanku, berkata
benar supaya takwa hati hambamu beranak nene tuan hamba ini, “Siapa nama Tuan hamba
dan asal mana tuan hamba dan dari mana datang tuan hamba maka sampai ke mari
dan mana negeri tuan hamba?” “Hai manusia Bataraguru, [dan] asalku asal peri
dan tempatku pada langit yang ke tujuh. Adapun hamba ini sampai ke mari sebab
kelakuan hal cucuku ini tiga orang kembar dua orang laki-laki dan seorang
perempuan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Dibuangkannya bapanya
ke laut itu ketiganya. Sebab maka Bitaumbara pun bertanya pula, “Ya Tuhanku,
adapun bapa cucu tuan hamba ini, “Siapa namanya dan asal mana dan apa nama
negerinya?” Maka menyahut Bataragu itu, “Adapun namanya bapanya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Raja Manyuba</b> dan namanya negerinya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Majapai</i></b>
dan asalnya asal kamu juga, tiada lain baharu dan dua zaman diturunkan Allah Subhanahu
Wataala ke dalam dunia. Maka diceriterakan oleh Batara kamu dari pada permulaan
diturunnya dari atas langit datang kepada kesudahannya. Dibuangnya oleh bapanya
lalu didapatnya oleh orang Butun pada pantai Bumbu itu. Habis diceriterakannya.
Setelah [sudah] diceriterakan, maka Bataraguru pun memuhun kepada segala orang
banyak itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka Bitaumbara pun
bertanya pada Batarakala itu, “Ya Tuhanku, di mana tuan hamba pergi dan pada
pihak hamba tuju?” Maka Batarakala pun tiada menyahut, hanya menunjukkan
tangannya kepada tanah Pancana. Telah sudah, maka Batarakala pun lenyap dengan
sekejap mata, tiada kelihatan daripada mata segala orang banyak seperti kilat
pantasnya. Setelah maka Bitaumbara dan Sangariarana dan [segala] ra,yat pun
naik berjalan ke negeri Butun menuju kampung Baaluwu. Setelah sampai kepadakampung Baaluwu itu,
maka Bitaumbara dan Sangariarana pun menyuratlah yang 37demikian bunyinya
musiba wartanya, “baiklah kita perbuat lagi suatu dusu pada tempat ini, dan
sebuah rumah besar akan tempat raja lagi besarlah dahulu raja ini duduk tempat
ini supaya kita bahagi segala orang ini dengan dua bahagi. Setelah [sudah]
musyawarah itu, maka segala orang banyak masing-masing hadirlah berbuat dusun
pada tempat itu. Setelah [sudah] habis diperbuatnya dusun itu, dari rumah raja itu
dengan rumah segala orang banyak itu pun habisnya semua diperbuatnya dan [segala
orang banyak pun] seraya dibahaginya dengan dua bahagi. Sebahagi dengantiga kampung ;
pertama kampung Baaluwu, [dan] kedua kampung Barangkatopa, [dan] ketiga kampung
Wandailolo yaitu bahaginnya Sangariarana akan ra,yat raja laki-laki yaitu
Sibatara namanya. Dan lagi sebahagiannya itu dengan lima kampung, pertama
kampung Peropa, [dan] kedua kampung Gundu-Gundu, [dan] ketiga kampung Kadatua,
[dan] keempat kampung Rakia dan kelima, kampung Gama, yaitu baginya Bitaumbara,
akan raja perempuan yaitu Wa Kaakaa. Setelah [sudah] dibahagi segala orang itu
dan rumah raja itu pun dihiasi dengan perhiasan yang mahamulia. Maka raja pun
naik (ke) atas rumah duduk kepada (ke)atas hamparan yang keemasan itu di
hadapan menteri, [dan] orang besarbesarnya dan ra,yatnya sekalian penuh sesak
pada duduk itu. Dan segala perempuan itu pun masing-masing membawa
makan-makanan dan segala buah-buahan yang dimakan pun dibawanya [dan] kepada
raja perempuan itu [pun]. Demikialah tiap-tiap hari, sebab sudah terbahagi ra,yatnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah dengan berapa
hari [dengan] Bitaumbara dan Sangariarana pun musyawarah akan telah hendak
mengawinkan rajanya memulai berjaga-jaga. Setelah [sudah] musyawarat, maka
Bitaumbara dan Sangariarana pun menyuruh orang berbuat suatu maligai besar akan
tampat beristri rajanya. Maka orang pun berbuatlah maligai besar lagi tinggi
pada telah dipilih oleh Bitaumbara dan Sangariarana (di)atas bukit Waberongalu
itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah [sudah] habis
diperbuat maligai itu maka dihiasinya [maligai itu] dengan kain jinggai yang
keemasan, [dan] kain cilala yang keemasan, [dan] kenakan tirai kelambung yang
keemasan dan kata tirai langit-langit berambai-rambai akan mutiara maligai itu.
Setelah [sudah] perhiasan maligai itu, maka Bitaumbara dan Sangariarana itu pun
kembali dahulu mengalu-alukan Batara Wa Kaakaa. Setelah sampailah pada hima
Batara Wa Kaakaa itu, maka Wa Kaakaa pun dihiasi oleh Bitaumbara dan
Sangariarana dengan pakaian yang indah-indah. Setelah [sudah] memakai, maka Wa
Kaakaa pun duduk (di)atas gata. Maka orang pun diangkatnya gata itu lalu
ditaruhnya (di)atas bahunya lalu berjalan naik ke maligai (ke)atas bukit Waberongalu.
Diiringi dengan nene perempuan menteri dan nene orang besarbesarnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Tiada dapat berjalan
segala orang itu sebab kebanyakan manusia. Setelah sampailah pada maligai maka
Wa Kaakaa pun naiklah lalu masuk ke dalam peraduannya. Maka kelambu yang
keemasan itu pun dirunta oranglah. Maka segala nene perdana menteri da nene
wazir yang menghadap di hadapan putri Wa Kaakaa itu. Bitaumbara dan Sangariarana
pun, turun mengelu-elukan Sibatara. Setelah sampai pada hima, Sibatara itu lalu
mengadap. Semuanya berdatang sembah sujudnya di bawah duli Sibatara. Demikian
sembahnya, “Ya Tuhanku, baik tuan hamba berangkat, kita ke maligai tuan putri
Wa Kaakaa. Baik, “Tuan hamba mandi dahulu”. Maka orang pun hadirlah di hadapan
Bitaumbara dan Sangariarana menantikan katanya. Bitaumbara dan Sangariarana pun
dibahagi segala kampung itu masing-masing dengan baginya. 38 Adapun baginya
kampung Peropa tempat makanan raja Butun, [dan] baginya kampung Baaluwu kain
besarnya raja Butun yaitu kain permandian, [dan] baginya negeri Tobe-Tobe
adalah yang membawa air baginya, [dan] kampung Gundu-Gnndu, [dan] Kadatua,
[dan] Rakia, [dan] Gama, [dan] Wandailolo dan Barangkatopa baginya sirih
pinang, [dan] barang yang makanan dan buah-buahan [pun ialah yang membawa dia].</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah [sudah]
hadir, maka Sibatara pun dimandikan oleh Bitaumbara dan Sangariarana. Setelah
[sudah] mandi maka dihiasi dengan pakaian yang keemasan. Setelah [sudah]
memakai,maka Sibatara pun berjalan diiringkan Bitaumbara, [dan] Sangariarana,
[dan] segala orang besar-besar dan ra,yat sekalian. Setelah smpailah pada
maligai Tuan Puteri Wa Kaakaa itu, maka Sibatara pun naik ke maligai lalu masuk
ke peraduan Tuan Peteri. Maka kelambu yang keemasan pun dilabu orang. Setelah
[sudah] masuk, maka segala orang pun masing-masing kembali ke rumahnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah [sudah]
beristri Sibatara dengan Wa Kaakaa itu, Maka Bitaumbara dan Sangariarana pun
mendirikan perintah istiadat segala wazir ma,dun dan perdana menteri. Syahdan
bicara adat segala menteri dan hukum di dalam negeri itu pun lengkap semuanya.
Habis dibahagi barang yang segala hukum di dalam negeri itu, masing-masing
dengan pikapnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta tersebut
perkataan Sibatara dengan tuan puteri beberapa lamanya bersuka-sukaan di dalam
peraduannya, maka dengan takdir Allah Taala Tuan puteri pun hamillah. Setelah
datang bulannya kepada hari yang baik dan saat yang baik, maka tuan puteri Wa
Kaakaa pun beranak seorang perempuan yang baik parasnyagilang-gemilang
cahayanya seperti bulan purnama empat belas hari rupanya, maka dinamai <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bulawambona</b> [anaknya itu]. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka Bitaumbara dan
Sangariarana pun mengambil inang pengalasan di dalam kampung itu juga delapan
orang. Kemudian maka puteri Wa Kaakaa pun beberapa pula seorang perempuan yaitu
Patolambona namanya. Dan beberapa lagi bulan antaranya, Patolambona maka
beranakan pula Patolasunda namanya. Ketiganya hanya perempuan. Dan lagi
beberapa bulan lamanaya antaranya maka pun menjadi raja negei Butun Sibatara
dan Wa Kaakaa.Maka masyhurlah wartanya ada sepuhun huu menjadi pada sisi rumah
Bitaumbara. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Dan dilihatnya segala
orang banyak menjadi sepuhun kayu huu namanya. Hampir kesisi pasar segala
Peropa yaitu tanah terkembangkan payung segala raja-raja yang Sulthan Butun
tempat puhunnya itu. Maka orang pun telah menengar warta itu, makagemparlah. Lalu
berjalan dengan Bitaumbara dan Sangariarana. Setelah sampailah pada pasar itu,
lalu duduk pada puhun huu itu dikelilingi orang dan hampir sepuhun kayu besar
lagi tingginya. Kayu itu Peropa namanya, karena itulah dinamai menteri Peropa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta maka Bitaumbara
dan Sangariarana pun musyawaratlah dengan [segala] ra,yat sekalian. Setelah
sudah musyawarat, maka Bitaumbara dan Sangariarana pun naik keduanya memberi
tahu raja Butun setelah sampailah pada kota itu. Hatta maka tersebut raja Butun
pada ketika itu sedang pangka dihadap segala dayang-dayang bata-bata periwali
sekalian ada hadir. Maka Bitaumbara pun dating dengan Sangariarana itu. Lalu
mengadap raja serta berdatang sembah. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Demikian sembahnya,
kepalanya sampai ke tanah, tiada dapat mengangkatkan kepalanya keduanya. Maka
Sibatara pun melihat hal menteri itu. Maka raja itu pun berkata 39 kepada
Bitaumbara dan Sangariarana. Demikian katanya, “Hai menteriku, apa kehendakmu
datang daripada ini?” Maka Bitaumbara dan Sangariarana demikian sebabnya, Yaa Tuanku,
hambamu melihat sepuhun kayu huu namanya. Puhundaunlebardi dalam kebun
hambamu Tuanku. Maka raja pun tersenyum menengar perkataan menteri keduanya itu,
serta berkata, “Hai menteriku, itulah payungka”.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Kembalilah kedua kamu
pada kebun. Bicara panggil [segala] ra,yat semuanya turun mengambil payung huu
itu serta dengan bunyinya semuhanya bawa bagaimana alatkerajaan. Demikianlah
perintah payung itu. Maka Bitaumbara dan Sangariarana pun musyawarat pada
sekalian orang tuatua. Setelah musyawarat, maka Bitaumbara dan Sangariarana itu
pun hadirlah berangkat dirinya masing-masing ada membawa emas dan perak dan
kain yang mulia-mulia, jingga selara yang keemasan dan suripatani yang maha
indah-indah dibawanya akan memerintahkan kayu huu itu. Gendang dan gong pun
dipalu orang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka Bitaumbara dan
Sangariarana pun berjalan kepada tempat huu itu. Setelah sampailah pada huu
itu, maka hari pun malamlah, kendilah pelita pun terpasang.Maka orang pun
masing-masing duduk di hadapan mengelilingi pada puhun paying huu itu. Maka
genderang kesukaan pun berbunyilah, lalu berdiri menaruh bergantiganti kepada
seorang kepada seorang. Demikian kelakuan hal segala orang pada malam itu.
Setelah malam pun mau sianglah, maka Bitaumbara dan Sangariarana pun berangkat
naik berjalan mengelu-elukan Sibatara. Setelah sampailah Bitaumbara dan Sangariarana
dan [segala] ra,yat sekalian pun, lalu masuk di dalam kota raja Butun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta dengan takdir
Allah Taala, Sibatara dan Tuan puteri pun sedang pangka di hadapan sekalian
dayang-dayang, bata-bata pariwali sekalian di dalam maligai itu. Maka
Bitaumbara dan Sangariarana pun masuk di dalam maligai. Lalu sujud di hadapan
raja serta sembah kepalanya, lalu di bawa hamparan. Demikian sembahnya,“Yaa Tuhanku, Baik
tuan hamba berangkat karena matahari pun belum terbit. Maka raja pun hadirlah
lalu naik duduk (di)atas gata yang keemasan. Maka gata itu pun diangkat ditaruh
(di)atas bahunya lalu turun berjalan diiringkan Bitaumbara dan Sangariarana dan
ra,yat sekaliannya itu. Setelah sampailah pada rumah Bitaumbara dan
Sangariarana dan ra,yat, maka raja pun turun (dari) atas gatanya lalu duduk (di)atas
rumah Bitaumbara itu di hadapan oleh segala menteri dan segala waziytil ma,alam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka datang seorang,
orangnya berlari-lari, lalu berdatang sembah di hadapan raja itu. Demikian
sembahnya, “Ya Tuhanku, ada hamba melihat air kulamu bata pada tempat baluara
kadang (di)atas bukit Lelemangura itu. Maka raja pun telah menengar seraya
menyuruh orang mengambil air itu. Setelah maka Bitaumbara dan Sangariarana pun
menyuruh orang Tobe-Tobe lima orang mengambil air (di)atas bukit itu. Maka
orang Tobe-Tobe itu pun segera berlari-lari dengan sekejap mata sampai[kan]
(lah) orang itu pada bukit Lelemangura itu. Lalu ditambunya kulam itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setalah [sudah]
diisinya tempat air itu, maka orang Tobe-Tobe itu pun kembalilah kelimanya itu.
Setelah sampailah orang itu lalu di hadapan Bitaumbara dan Sangariarana. Maka
Bitaumbara pun menyuruh anaknya Sangariarana memandi rajaitu. Setelah mandi
raja itu, seraya lalu turun pada huu itu. Lalu memegang puhun huuitu, dengan kedua
tangannya dapat di bawah bahunya [huu itu]. Maka diserahakan oleh Sangariarana
puhun huu itu. Setelah menyerahkan puhun huu itu, maka raja punhendak kembali
kemaligainya. Lalu berjalan di hadapannya puhun huu itu, didahulukan berjalan
dari kanannya. Bitaumbara da Sangariarana dari kirinya dan 40 belakangnya
segala menteri iringkan ra,yat hina dina sekalian remba-remba dan jalan sekalian
pun. Setelah sampailah pada atas faa besar-besar itu serta terbit matahari maka
payung huu itu pun terdirilah atas kepala raja itu. Maka dipegangnya oleh Sangariarana,
maka tiada dikannya lagi matahari raja itu. Setelah sampailah maligainya, lalu
duduk di atas kursinya di hadap segala menteri-menterinya, [dan] orang
besar-besarnya dan hulubalang ra,yatnya, sekalian ra,yat hina dina. Setelah sudah,
maka hidangan nasi pun (di)peredarkan oranglah. Maka minium-minuman pun
terangkat orang. Maka raja pun makan minum bersuka-sukaan dengan segala menteri-menterinya
dan hulubalang ra,yat sekalian. Setelah [sudah] makan minum maka raja pun masuk
(ke) dalam maligai. Maka segala menteri, (dan) orang banyak masing-masing
kembali ke rumahnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Hatta dengan takdir
Allah Taala, berapa lamanya raja itu antara beranakan tiga perempuan, maka
beranakan pula empat orang perempuan juga, seorang laki pun tiada [hanya
perempuan juga]. Antaranya maka beranakkan Patolasunda namanya [dan berapa lagi
antaranya] maka beranakkan Wa Batau, [namanya]. [Dan berapa lagi lamanya
antaranya maka beranakkan] Wa Betao, [namanya]. [Dan berapa lagi lamanya
antaranya, maka beranakkan pula] Paramasunyi [namanya], yaitu anak empunya itu
kaum segala anak raja-raja. Jumlah[nya] anak Wa Kaakaa dengan Sibatara itu
menjadi tujuh orang perempuan juga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah dengan berapa
tahun antaranya menjadi raja di dalam negeri Butun Sibatara dan Wa Kaakaa itu,
maka hendaklah ia pulang ke kayangannya dari atas langit, sebab kemaluannya
[oleh Wa Kaakaa] kepada gundi[nya] Sibatara yaitu kampung Baaluwu. Hatta maka
tersebutlah cerita pulangnya Wa Kaakaa pada kayangannya dari atas. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Demikian ceriteranya.
Segala peristiwa pada hari yang lain tengah hari benar, maka Wa Kaakaa hendaklah
tidur, lalu kebantal kepalanya lalu seraya memanggil seorang hambanya menyikat
rambutnya. Maka hambanya pun datang menyikat rambutnya [Wa Kaakaa] pada bantal
itu, lalu (di)sisirnya [oleh Wa Kaakaa itu]. Setelah terlihatlah ubun-ubun Wa
Kaakaa itu, berkata hambanya itu, “Yaa Tuhaku, mengapa ubun-ubun tuan hamba ini
seperti tahi bau rupanya. Serta (men)dengar[lah] yang demikian itu katanya,
maka Wa Kaakaa itu pun terkejut lalu bangun daripada tidurnya dengan malunya
dan marahnya hatinya. Jangan terdengar pada istri Sibatara yang lain di kampung
Baaluwu, yaitulah yang dikasih oleh Sibatara pada perempuan itu. Selangselang Wa
Kaakaa pun disamakan istimewa pula pada istri yang lain, sungguh pun Wa Kaakaa
terlalu baik parasnya separti anak-anakkan kadang rupanya, tetapi diinginya penglihat(an)
segala orang banyak karena ia peri.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah sudah, maka
Wa Kaakaa pun terlalu [sangat] marahnya bertambahtambah malunya sebab terlihat
ubun-ubunnya. Tiada lagi dapat berkata-kata, lalu tunduk berdiam dirinya seraya
di dalam rahasianya, “Baiklah aku kembali naik kepada kayanganku [dari]
(di)atas langit. Karena aku tiada dapat menahan hatiku sebab kemaluanku pada
perempuan itu, dan ubun-ubunku pun terlihat pada manusia. Setelah [sudah] ia
(ber)fikir, maka berkatalah Wa Kaakaa pada hambanya [yang melihat ubun-ubunnya]
itu. Demikian katanya dengan kata yang lemah lembut, “Hai sudaraku, rahasia ini
jangan kau katakan kesana kemari. Jika aku tiada pada tempat ini sekali pun
jangan mudah-mudahan. Setelah [sudah] berkata-kata, Wa Kaakaa pun menyuruh
orang memanggil Bitaumbara dan Sangariarana. Maka Bitaumbara dan Sangariarana
datanglah di hadapan Wa Kaakaa lalu sujud menyuruh 41 kepalanya kepada lantai.
Maka berkata-kata, “Hai kamu Bapaku, salamku atasmu [ke](ber)dua kamu itu,
hamba minta memuhun pada kamu (ber) [ke]dua itu dan orang di dalam negeri itu
sekalian.” Maka sembah Bitaumbara dan Sangariarana, demikian sembahnya, “Yaa
Tuhanku, raja yang kebutuhan patik di bawah duli, atas batu kepala hambamu,
sekalian”di mana Tuan hamba pergi dan negeri mana Tuan hamba main-main”. Maka
berkata Wa Kaakaa, “Hai Bapaku, sebab minta muhun pada kamu [ke] (ber)dua,
“Hamba hendak kembali ke kayanganku di atas langit,”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Maka sembah
Bitaumbara dan Sangariarana, “Yaa Tuhanku, siapa anak Tuan hambameninggalkan kamu
akan ganti tuan hamba di dalam negeri Tuanku?” Maka Wa Kaakaa bersuamikan
anaknya seorang bernama Bulawambona dan anaknya Sangariarana La Balowu namanya,
yaitu cucu Bitaumbara. Setelah bersuamikan anaknya Bulawambona dan La Balowu,
maka diangkat pula menjadi raja Butun akan ganti dirinya, tetapi tiada
terkembang payung kepada La Balowu, Bulawambona yang dikembangkannya payung
(di)atas kepalanya. Setelah [sudah,sudah] diangkat [oleh] Bulawambona dan La
Balowu itu, maka Wa Kaakaa pun berpesanlah Bitaumbara dan Sangariarana.
Demikian bunyi pesannya, “Hai bapaku, dengar(kanlah) pesanku ini, “Jangan kau
lalai [oleh] anakku ini.” Jangan kau melihat dan ikutilah salahnya dan bebalnya
atas kamu dalam tangan kamu [ke](ber)dua. Kita hubaya-hubaya, jangan ajarkan
baik karena lagi muda tiada dan jangan kau dengarkan ke sana sini.
Peliharakanlah anak kita ini seperti engkau memeliharakan daku.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah [sudah]
berpesan Wa Kaakaa itu, maka diambilnya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">anta
kusumu</b> anaknya Bulawambona. Lalu dilihat anta kusumu itu dengan ampat-ampat
jari lebarnya [anta kusumu] itu yaitu Sangkia namanya. Maka diberikan
Bitaumbara dan Sangariarana Sangkia itu seraya berkata “Hai menteri yang
budiman lagi bijaksana kamu, “Kedua kamu itu ambillah olehmu anta kusumu hamba
itu hubaya-hubaya jangan tiada kamu suruh orang berbuat belanja seperti belanja
negeri yang lain.Supaya selamat negeri kita ini, ‘Ambillah belanja kamu seperti
pesanku ini. Jikalau kau lalai seperti pesanku ini kamu atawa anak cucumu atawa
kaum kolawarganya atawa barang dalam negeri itu dikutuk Allah Taala dengan
beribu-ribu kutuk dating balaa. Jika kamu menanam padi menjadi padang, jika
kamu menanam barang makanmakanan menjadi batu atawa kayu. Dan lagi pesanku,
“Hukum dalam negeri jangan kau bertukar-tukarkan, seperti kampung dengan
menteri-menterinya atawa seperti anak raja-raja dengan negerinya melainkan
asalnya juga. Dan jangan kau ambilkan upeti di dalam hokum negeri ini yaitu
baku makan. Dan jangan lagi musyawarat malam atawa (mem) beri hukum. Itulah
barang sesuatu bicara jangan lagi musyawarat malam waktu asar pun, jangan
kurang katanya karena setan hampir masuk di dalam negeri, itulah sebab.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Setelah [sudah]
berpesan hadapan pun diperdengarkan oranglah. Dan pilihnya yang keemasan pun
diangkat orang. Maka bermain, makan dan minum bersuka-sukaan dengan menterinya
dan [segala] ra,yatnya sekalian. Setelah [sudah] makan, maka dianugerahinya
segala ra,yatnya hina dina dengan arta yang mulia. Setelah Wa Kaakaa pun
mencium anaknya Bulawambona dan mantunya La Balowu, maka Bulawambona dan La
Balowu pun menangis. Maka Bitaumbara dan Sangariarana pun segera menyembah
keduanya lalu mencium kaki Wa Kaakaa itu. Maka segala ra,yat pun datang
berjabat tangan dan mencium kaki Wa Kaakaa. 42 [Setelah] belum habis segala
orang memegang Wa Kaakaa maka guruh pun berbunyilah dan kilat hujan pun
turunlah, ributlah taufan halilintar petir kilat sambung-menyambung. Maka Wa
Kaakaa pun lenyap akan dirinya. Ia pulang ke kayangannya, di atas langit dengan
enam orang anaknya. Yang ada di tanah hanya seorang ditinggalnya akan
digantinya Bulawambona namanya yaitulah yang diangkat oleh ibunya menjadi raja
Butun. Setelah bunyi guruh pun tiadalah kedengaran dan ribut taufan telahlah,
matahari [telah] terbitlah. Maka raja yang kebutuhan itu pun tiada kelihatan
mata segala orang banyak itu. Maka berseru-seru segala manusia menangis, gempar
bunyi segala orang seperti lagi kiamat bunyinya. Dan ceriteralah segala manusia
tiada mengetahui akan dirinya sebab bercintakan Tuhannya itu. Maka Bitaumbara
dan Sangariarana pun bersuaralah menangis keduanya. Demikian bunyi suaranya,
“Tuhanku yang kebutuhan, “Hambamu ini pun itulah dan negerimu pun kasihanlah
ra,yat Tuhanku. Hambamu belum puas risau hati hambamu pada Tuhanku yang
kebutuhan. Betapalah hal kami sekarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hatta dengan takdir
Allah Taala, maka terdengarlah seperti suara dari atas langit yaitu suara raja
yang kebutuhan. Demikian katanya, “Janganlah bercintakan diri kamu dan negerimu
adalah ketulang, karena Sibatara kasihan istrinya yang lain daripada aku,
yaitulah kampung Baaluwu memberi kemaluan,” Sebab itulah maka aku pulang ke
kayangan, kutinggalkan anakku dan kamu dan negeri itu. Setelah sudah maka
tersebutlah kemaluan kebutuhan. Demikian bunyi ceriteranya. Segala peristiwan
Sibatara lagi bertangis-tangis dengan anaknya, Bulawambona pun rebalah (di)
atas ribaan bapanya*****</span></div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-18924896923933928072012-06-02T11:46:00.001-07:002012-06-02T11:52:21.044-07:00BANGKIT BERDIRINYA KEMBALI KESULTANAN BUTON (1)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
<span style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">OLEH : LA NGKOLEE</span></h3>
<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh59MnUd4jWpbvT-VsWhrgXUI9nvGEBofqufITH-TmDIyei05sfQEbNxNpYS1K_BkMTpUn1kSRaTnHpuaC49NjuXm4HDacF_TAkozGFaImZkJ0synRXMAN37PJ7HvNK8ubtEPJy2oKNsQFp/s1600/DSCF2179.JPG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh59MnUd4jWpbvT-VsWhrgXUI9nvGEBofqufITH-TmDIyei05sfQEbNxNpYS1K_BkMTpUn1kSRaTnHpuaC49NjuXm4HDacF_TAkozGFaImZkJ0synRXMAN37PJ7HvNK8ubtEPJy2oKNsQFp/s400/DSCF2179.JPG" width="400" /> </a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<br />
<br />
Langit
udara kota Bau-Bau tampak berawan. Sebentar-sebentar hujan, sebentar-sebentar
berangin. Hawa waktu itu bukan main dingin sejuknya padahal siang telah jelang,
waktu menunjuk pukul 11.00. Matahari tak tampak terlihat dihalang awan hitam
yang bergelantungan memenuhi seluruh udara kota. Mendekati waktu berjumat,
tiba-tiba hujan turun dalam gerimis. Orang-orang berlarian melindungkan diri,
masuk ke masjid atau ke baruga. Tapi seorang yang lain malah berlari keluar dan
menari berjingkrak-jingkrak membiarkan badan tubuhnya dikenai air yang ditumpah
dari langit itu. Dalam menari berjingkrak itu mulutnya berkomat-kamit dan
sesekali tampak seperti meniup sesuatu ke udara. Tak berapa lama air itu
seperti surut, naik kembali ke langit. Hujan reda. Seorang yang berlari keluar itu
adalah perempuan dalam pakaian adat Buton, tak terlalu tua usia umurnya. Dia
adalah pawang penjinak hujan.<br />
<br />
<br />
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgebyHccdnyw3qDGRYaSdv7CGq1kni9pAB7olg5MKWdJzbzD0urL1d5LHtwg1SD06tcXfm7pF4ggAD31F9jz-5KcgegqqMji1XvpDDF72iv3KYRxjlGlpomPV_cPXm2kFfyZGZmKs4m8HwL/s1600/DSCF2202.JPG" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgebyHccdnyw3qDGRYaSdv7CGq1kni9pAB7olg5MKWdJzbzD0urL1d5LHtwg1SD06tcXfm7pF4ggAD31F9jz-5KcgegqqMji1XvpDDF72iv3KYRxjlGlpomPV_cPXm2kFfyZGZmKs4m8HwL/s400/DSCF2202.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="color: blue; text-align: center;">Para Bonto dan Lakina bersama Siolimbona</td><td class="tr-caption" style="text-align: center;"></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span><br />
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
Jumat
lalu itu, orang-orang tampak ramai berlalu lalang memakai pakaian yang tidak
biasanya. Pakaian adat dengan kain penutup
kepala khas Buton yang dililitkan melingkari seluruh kepala. Orang-orang di
kampung menyebut kain yang dililit di kepala itu sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kampurui</i>. Beberapa orang berpakaian putih panjang menjuntai hingga
ke kaki, orang kini menyebut pakaian itu jubah. Pada kepala mereka ditutup
songkok yang dibaluti sorban, juga berwarna putih. Belakangan tahulah saya
bahwa mereka yang berjubah dan bersorban itu adalah perangkat Masjid Agung Keraton
Buton yang dalam aturan jabatan kesultanan disebut sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sara Kidina.</i> Juga kemudian menyusul berdatangan orang-orang dalam
pakaian bermanik-manik mengilap dalam warna yang terang mencolok. Pada tangan
mereka menyandang tongkat. Dari informasi beberapa teman mereka ini rupanya
adalah para <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bonto</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lakina</i> yang datang dari 72 kadie. Kadie
dalam perspektif kesultanan adalah semacam desa yang tunduk dalam kuasa
kesultanan. Kadie dikepalai oleh seorang bangsawan dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Walaka, </i>klan lapis kedua di bawah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kaomu</i> dalam susunan bangsawan Buton.<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i> Ini saya di Masjid Agung
Keraton Buton pada Jumat seminggu yang lalu. Suasana seperti sedang ditarik
mundur kembali ke masa lalu, masa ketika kesultanan masih kukuh berdiri. Sebuah
prosesi akan dilakukan di sini, Ritual Sokaiyana Pau, atau Bulilingiyana Pau, pengukuhan
sultan Buton terpilih dan pengumuman bangkit berdirinya kembali kesultanan
Buton<br />
<br />
<br />
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-NKIdD4fyV8OMhIf8Dnoj3XBcQ8YYLMOvPEU5f37IOEstiIq899Ppo21iT8bZHt0M4Xhi1I8RUn4rOsNfn0o8cJ4-PZH4FFpshyphenhyphenh32F0KnSFvaKSBWGWliQmk55ZnOiSMfg1pP01DyJdy/s1600/PHOT0020.JPG" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-NKIdD4fyV8OMhIf8Dnoj3XBcQ8YYLMOvPEU5f37IOEstiIq899Ppo21iT8bZHt0M4Xhi1I8RUn4rOsNfn0o8cJ4-PZH4FFpshyphenhyphenh32F0KnSFvaKSBWGWliQmk55ZnOiSMfg1pP01DyJdy/s400/PHOT0020.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div style="color: blue;">
Perangkat Masjid Agung Keraton Buton atau <i>Sara Kidina</i></div>
<br />
</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
Jumat
25 Mei sebuah prosesi ritual Bulilingiyana Pau diadakan. Upacara pengukuhan ini
telah tak kita lihat lebih 52 tahun lamanya, kita hanya membacanya dinaskah dan
pada buku-buku sejarah lokal yang diarsipkan. Kesultanan Buton bangkit berdiri
lagi setelah 52 tahun lamanya terlelap diam dalam kevakuman. Seperti
dibalik-balik, dalam 52 tahun bungkam diamnya, dan kini hidup bernapas lagi
dihari ke-25 bulan Mei 2012.<br />
<br />
<br />
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqRVU2T4E-3E0Ck5u17DbVo0KAY3r5JnPv0dEEBWxPKLnaBVIn5Y6goD9g_HeBA9oyAH9kIpivcQu8xsqvP79cgNurcTqIwyCSdISTgaGV_k1rZNiTCdhn8lOwR-t4SQCFlVFpMxrXu9eG/s1600/PHOT0028.JPG" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="261" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqRVU2T4E-3E0Ck5u17DbVo0KAY3r5JnPv0dEEBWxPKLnaBVIn5Y6goD9g_HeBA9oyAH9kIpivcQu8xsqvP79cgNurcTqIwyCSdISTgaGV_k1rZNiTCdhn8lOwR-t4SQCFlVFpMxrXu9eG/s400/PHOT0028.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div style="color: blue;">
bersama <i>Sara Kidina </i>di pintu masuk Masjid Agung Keraton Buton</div>
<br />
<br />
</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
Saya beruntung sekali bisa
melihat prosesi sakral itu dari dekat sekali. Ada perasaan haru dan seperti
terkesiap bahwa tak lagi bisa dibantah begitu kaya beradabnya negeri ini.
Ritual pemutaran payung dimulai usai salat Jumat. Sultan diarak keluar dari
Masjid Agung Keraton Buton menuju Batu Popaua, diapit Bontona Peropa dan
Baaluwu di kiri kanan nya. Di muka dua kapitalao dengan parang terhunus tanpa
sarung berjalan tegak dalam siaga membukakan jalan. Dengan kata-kata yang
begitu sangat menyentuh payung kemuliaan diputarkan di atas kepala sultan. Prosesi
pemutaran pertama dimulai dengan memasukan kaki kiri sultan di lubang Batu
Popaua, muka sultan dihadapkan ke barat. Sebelum kemudian atas perintah Bontona
Baaluwu payung kemuliaan diputarkan delapan kali banyaknya. <br />
<br />
<br />
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5kPJlGG1PuCUGpyMO5uYvL-fc-tZqhOctN4iL-6sBDzB_UspOZbIQoB3DWRw5qyVoM_epy-TGF8KRtgr1sP9gi25PWnVU5Aj0FpVNxlL-iQ7Ub55CGb8nnUcbT5Tnr8eaCmYFtIAkaR-n/s1600/DSCF2139.JPG" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5kPJlGG1PuCUGpyMO5uYvL-fc-tZqhOctN4iL-6sBDzB_UspOZbIQoB3DWRw5qyVoM_epy-TGF8KRtgr1sP9gi25PWnVU5Aj0FpVNxlL-iQ7Ub55CGb8nnUcbT5Tnr8eaCmYFtIAkaR-n/s400/DSCF2139.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div style="color: blue;">
Bontona Baaluwu dan Peropa mengawal sultan terpilih</div>
<br />
<br />
</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman";"> <span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">Prosesi pemutaran kedua Bontona Peropa
melanjutkan tugas Bontona Baaluwu, membimbing sultan meletakkan kaki kanan nya
di lubang Batu Popaua. Muka sultan beralih dihadapkan ke timur, lalu
diputarkanlah payung kemuliaan Sembilan kali banyaknya. Pemutaran payung
kemuliaan itu disertai kata-kata peneguhan dalam Wolio: </span><i style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">“Ise, Jua, Talu, Yapa, Lima, Ana, Pitu, Walu Yulagi, Sio Manuru,
Sapuluaka ingkoomo Laode. Rango, rango, rango Laode dangipo miningko imondo
mondoakana, isasanguakana mangaamamu, mangaopuamu. Bontona Wolio bari-baria te
manga andimu, mangaakamu bobato bari-baria tee manga andimu, mangaakamu pangka
bari-baria tee manga opuamu tapa ruo tapana. Tee manga opua Baaluwu Peropa.
Dangiapomini ingko mokantu-ntuakea, mokambena-mbenaakea, mokawara-warakea. I
sarana Wolio otana siy Laode. Inunca isambali tee batu-batuna, tee kau-kauna.
Boli pomatakea ruambali, boli upoandea-ndeakea. Boli upebulakea otana siy
Laode. Boli alakea kanciana bhiya yitangamu, Boli yulakea kanciana sala
yitangamu, Boli yualakea kampurui ibaamu. Susubagamu Laode. Utuntu yulagi
yutuwu manuwu-nuwu yudadi malumba-lumba. Boli amapipi baamu, boli amagari-gari
bulumu, onamu-namu tee tana Baaluwu Peropa. Opuamu-opuamu tee opuana Baaluwu
Peropa, oingko tee yaku”.</i><span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span></span><span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Rango
Laode, rango Laode, rango Laode. Yuncuramikimea opulangamu tee pusakamu yi
sarana Wolio. Daangiapomini yumembali yana-yana mangura yi majelisina sarana.
Wolio. Yatanduakako kayurae, asipoko kaupokanga-nga. Atandoakako waa indamo
umangau soa mangau motandakako. Yasipoko racuindamo umalango soa malango
mosipoko. Osipoko buku yindamo yatongkoko sooyatongko mosipoko. Ingko somo
tangi tee potawa yimataumu yi tana sii Laode”. </i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<i> </i></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidETB0Sd6_LsktoWDQLhbmo-9em5YfDRrfRPrX0oZHghKz0G9jksb1NCLD-ICnAVAfLwZ5hcplphErLtcqigTLtf2IvfuuoL0VrlmRckpLz81L6-8QOo9Iir9GyA21o3Xai0z5nQKDINpN/s1600/DSCF2138.JPG" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidETB0Sd6_LsktoWDQLhbmo-9em5YfDRrfRPrX0oZHghKz0G9jksb1NCLD-ICnAVAfLwZ5hcplphErLtcqigTLtf2IvfuuoL0VrlmRckpLz81L6-8QOo9Iir9GyA21o3Xai0z5nQKDINpN/s400/DSCF2138.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div style="color: blue;">
Dua Kapitalao menghunus parang berjalan paling muka</div>
<br />
</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
Usai
itu, tiba-tiba yang hadir dihentakkan oleh gemerincing dan suara keras
menantang dari dua <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kapitalao </i>yang
berdiri sigap dengan parang terhunus telanjang keluar dari sarungnya
diayun-ayunkan ke udara: </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Rango! Rango! Rango!</i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Somba! Somba! Somba!. </i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Malape anana Kaomu, oanana Walaka, oanana Papara</i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Yincema-yincema yinda mosombana, pesuaikanau siy beku
lae-laea, beku weta-weta kea hancu siy”</i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Dengar! Dengar! Dengar!</i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sembah! Sembah! Sembah!</i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Baik anaknya Kaomu, anaknya Walaka, anaknya Papara.
Siapa-siapa yang tidak tunduk menyembah masuk datanglah di hadapan saya ini agar
saya potong-potong, agar saya tebas dengan parang ini!</i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
Sontak semua yang hadir mengucap <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Somba! Somba! Somba!”</i> seraya kedua
tangan dinaikan melihatkan telapak seperti gerak takbir dalam sembahyang, badan
dan kepala mengikut ditundukan sebagai penghormatan. Sejak itu resmilah kesultanan
ini hidup bernapas lagi, terlepas dari kontroversi selama prosesi penaikan,
kita selayaknya bersyukur bahwa paling tidak telah memulai sesuatu yang dalam
52 tahun ini kita tergagap-gagap tak ada gerak dan upaya memulainya, dan
memulai tentu pastilah akan selalu ada kurang, akan selalu ada lemah. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
Berlanjut..</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<u style="color: red;">Sumber</u> : </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: 200%; text-align: justify;">
<span style="color: lime; font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; font-size: x-small;">http://layusriemendogu.blogspot.com/2012/06/bangkit-berdirinya-kembali-kesultanan.html?spref=fb </span></div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-42707980117443288652012-05-05T04:32:00.002-07:002012-05-05T04:39:45.236-07:00SEPENGGAL SEJARAH BUTON<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="mtl fbDocument" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b><br /></b><br />
<b><br /></b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirdBXyToFxxrIGMgtR7PRd7Gvz3-zJGqLo707hIGaGJDT8_alBCzpmtgvCUzBMTT61i7zuVA784nyDoMHYXxnVIaFLA7bszSwLRnQmraU_SMVPdkzLpn7V2eEDiAjytbUBYCwJsGqhSDM/s1600/MALIGE.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirdBXyToFxxrIGMgtR7PRd7Gvz3-zJGqLo707hIGaGJDT8_alBCzpmtgvCUzBMTT61i7zuVA784nyDoMHYXxnVIaFLA7bszSwLRnQmraU_SMVPdkzLpn7V2eEDiAjytbUBYCwJsGqhSDM/s640/MALIGE.jpg" width="640" /></a></div>
<b><br /></b><br />
<br />
<span class="fsm fwn fcg"><b style="color: red;">OLEH : LIM OTHE</b>.<a href="http://www.facebook.com/odesalim"> </a></span><br />
<b><br /></b><br />
<b>Kesultanan Buton </b><br />
Salah satu istana Sultan Buton yang masih dapat dijumpai di Kota Baubau Kraton Buton di tahun 1910-1940<br />
<br />
<b>Kesultanan Buton</b> terletak di Pulau Buton Propinsi
Sulawesi tenggara, di bagian tenggara Pulau Sulawesi . Pada zaman dahulu
memiliki kerajaan sendiri yang bernama kerajaan Buton dan berubah
menjadi bentuk kesultanan yang dikenal dengan nama Kesultanan Buton.
Nama Pulau Buton dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit, Patih Gajah
Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton.<br />
<br />
<div style="color: lime;">
<b>Sejarah Awal</b></div>
Mpu Prapanca juga menyebut nama Pulau Buton di dalam bukunya, Negara
Kartagama. Sejarah yang umum diketahui orang, bahwa Kerajaan Bone di
Sulawesi lebih dulu menerima agama Islam yang dibawa oleh Datuk ri
Bandang yang berasal dari Minangkabau sekitar tahun 1605 M. Sebenarnya
Sayid Jamaluddin al-Kubra lebih dulu sampai di Pulau Buton, yaitu pada
tahun 815 H/1412 M. Ulama tersebut diundang oleh Raja Mulae Sangia
i-Gola dan baginda langsung memeluk agama Islam. Lebih kurang seratus
tahun kemudian, dilanjutkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman
al-Fathani yang dikatakan datang dari Johor. Ia berhasil mengislamkan
Raja Buton yang ke-6 sekitar tahun 948 H/ 1538 M.<br />
Riwayat lain mengatakan tahun 1564 M. Walau bagaimana pun masih
banyak pertikaian pendapat mengenai tahun kedatangan Syeikh Abdul Wahid
di Buton. Oleh itu dalam artikel ini dirasakan perlu dikemukakan
beberapa perbandingan. Dalam masa yang sama dengan kedatangan Syeikh
Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al- Fathani, diriwayatkan bahwa di
Callasusung (Kalensusu), salah sebuah daerah kekuasaan Kerajaan Buton,
didapati semua penduduknya beragama Islam.<br />
Selain pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal
dari Johor, ada pula pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton
berasal dari Ternate. Dipercayai orang-orang Melayu dari berbagai daerah
telah lama sampai di Pulau Buton. Mengenainya dapat dibuktikan bahwa
walau pun Bahasa yang digunakan dalam Kerajaan Buton ialah bahasa Wolio,
namun dalam masa yang sama digunakan Bahasa Melayu, terutama bahasa
Melayu yang dipakai di Malaka, Johor dan Patani. Orang-orang Melayu
tinggal di Pulau Buton, sebaliknya orang-orang Buton pula termasuk kaum
yang pandai belayar seperti orang Bugis juga.<br />
Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok dunia Melayu
dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung
lima orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150
ton.<br />
<br />
<br />
<div style="color: blue;">
<b>Raja Buton Masuk Islam</b></div>
Kerajaan Buton secara resminya menjadi sebuah kerajaan Islam pada
masa pemerintahan Raja Buton ke-6, iaitu Timbang Timbangan atau
Lakilaponto atau Halu Oleo. Bagindalah yang diislamkan oleh Syeikh Abdul
Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang datang dari Johor. Menurut
beberapa riwayat bahwa Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani
sebelum sampai di Buton pernah tinggal di Johor. Selanjutnya bersama
isterinya pindah ke Adonara (Nusa Tenggara Timur). Kemudian beliau
sekeluarga berhijrah pula ke Pulau Batu atas yang termasuk dalam
pemerintahan Buton.<br />
<br />
Sultan Buton ke 38, Muhamad Falihi Kaimuddin bersama Presiden RI Pertama Soekarno<br />
Di Pulau Batu atas, Buton, Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman
al-Fathani bertemu Imam Pasai yang kembali dari Maluku menuju Pasai
(Aceh). Imam Pasai menganjurkan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman
al-Fathani pergi ke Pulau Buton, menghadap Raja Buton. Syeikh Abdul
Wahid setuju dengan anjuran yang baik itu. Setelah Raja Buton memeluk
Islam, Baginda langsung ditabalkan menjadi Sultan Buton oleh Syeikh
Abdul Wahid pada tahun 948 H/1538 M.<br />
Walau bagaimanapun. Mengenai tahun tersebut, masih dipertikaikan
karena daripada sumber yang lain disebutkan bahawa Syeikh Abdul Wahid
merantau dari Patani-Johor ke Buton pada tahun 1564 M. Sultan Halu Oleo
dianggap sebagai Sultan Buton pertama, bergelar Sultan atau Ulil Amri
dan menggunakan gelar yang khusus iaitu Sultan Qaimuddin. Maksud
perkataan ini ialah Kuasa Pendiri Agama Islam.<br />
Dalam riwayat yang lain menyebut bahawa yang melantik Sultan Buton
yang pertama memeluk Islam, bukan Syeikh Abdul Wahid tetapi guru beliau
yang sengaja didatangkan dari Patani. Raja Halu Oleo setelah ditabalkan
sebagai Sultan Kerajaan Islam Buton pertama, dinamakan Sultan Murhum.<br />
Ketika diadakan Simposium Pernaskahan Nusantara Internasional IV, 18 -
20 Julai 2000 di Pekan Baru, Riau, salah satu kertas kerja membicarakan
beberapa aspek tentang Buton, yang dibentang oleh La Niampe, yang
berasal dari Buton. Hasil wawancara saya kepadanya adalah sebagai
berikut:<br />
<ol>
<li>Syeikh Abdul Wahid pertama kali sampai di Buton pada tahun 933 H/1526 M.</li>
<li>Syeikh Abdul Wahid sampai ke Buton kali kedua pada tahun 948 H/1541 M.</li>
<li>Kedatangan Syeikh Abdul Wahid yang kedua di Buton pada tahun
948 H/1541 M bersama guru beliau yang bergelar Imam Fathani. Ketika
itulah terjadi pengislaman beramai-ramai dalam lingkungan Istana
Kesultanan Buton dan sekali gus melantik Sultan Murhum sebagai
Sultan Buton pertama.</li>
</ol>
Maklumat lain, kertas kerja Susanto Zuhdi berjudul Kabanti
Kanturuna Mohelana Sebagai Sumber Sejarah Buton, menyebut bahawa Sultan
Murhum, Sultan Buton yang pertama memerintah dalam lingkungan tahun 1491
M - 1537 M. Menurut Maia Papara Putra dalam bukunya, Membangun dan
Menghidupkan Kembali Falsafah Islam Hakiki Dalam Lembaga Kitabullah,
bahawa ``Kesultanan Buton menegakkan syariat Islam ialah tahun 1538
Miladiyah.<br />
<br />
Jika kita bandingkan tahun yang saya sebutkan (1564 M), dengan tahun
yang disebutkan oleh La Niampe (948 H/1541 M) dan tahun yang disebutkan
oleh Susanto Zuhdi (1537 M), bererti dalam tahun 948 H/1541 M dan tahun
1564 M, Sultan Murhum tidak menjadi Sultan Buton lagi kerana masa beliau
telah berakhir pada tahun 1537 M. Setelah meninjau pelbagai aspek,
nampaknya kedatangan Syeikh Abdul Wahid di Buton dua kali (tahun 933
H/1526 M dan tahun 948 H/1541 M) yang diberikan oleh La Niampe adalah
lebih meyakinkan.<br />
Yang menarik pula untuk dibahas ialah keterangan La Niampe yang
menyebut bahawa ``Kedatangan Syeikh Abdul Wahid yang kedua kali di Buton
pada tahun 948 H/1541 M itu bersama Imam Fathani mengislamkan
lingkungan Istana Buton, sekali gus melantik Sultan Murhum sebagai
Sultan Buton yang pertama<i>. Apa sebab Sultan Buton yang pertama itu
dilantik/dinobatkan oleh Imam Fathani ? Dan apa pula sebabnya sehingga
Sultan Buton yang pertama itu bernama Sultan Murhum, sedangkan di Patani
terdapat satu kampung bernama Kampung Parit Murhum.</i><br />
Kampung Parit Murhum berdekatan dengan Kerisik, iaitu pusat seluruh
aktiviti Kesultanan Fathani Darus Salam pada zaman dahulu. Semua yang
tersebut itu sukar untuk dijawab. Apakah semuanya ini secara kebetulan
saja atau pun memang telah terjalin sejarah antara Patani dan Buton
sejak lama, yang memang belum diketahui oleh para penyelidik.<br />
Namun walau bagaimanapun jauh sebelum ini telah ada orang yang
menulis bahawa ada hubungan antara Patani dengan Ternate. Dan cukup
terkenal legenda bahawa orang Buton sembahyang Jumaat di Ternate.<br />
Jika kita bandingkan dengan semua sistem pemerintahan, sama ada yang
bercorak Islam mahu pun sekular, terdapat perbezaan yang sangat ketara
dengan pemerintahan Islam Buton. Kerajaan Islam Buton berdasarkan
Martabat Tujuh. Daripada kenyataan ini dapat diambil kesimpulan bahawa
kerajaan Islam Buton lebih mengutamakan ajaran tasawuf daripada ajaran
yang bercorak zahiri. Walau bagaimanapun ajaran syariat tidak diabaikan.<br />
Semua perundangan ditulis dalam bahasa Walio menggunakan huruf Arab,
yang dinamakan Buru Wolio seperti kerajaan-kerajaan Melayu menggunakan
bahasa Melayu tulisan Melayu/Jawi. Huruf dan bahasa tersebut selain
digunakan untuk perundangan, juga digunakan dalam penulisan salasilah
kesultanan, naskhah-naskhah dan lain-lain. Tulisan tersebut mulai tidak
berfungsi lagi menjelang kemerdekaan Indonesia 1945.<br />
<br />
<br />
<div style="color: red;">
<b>Bangsawan Buton</b></div>
<div style="color: red;">
<b>Pemerintahan</b></div>
Kerajaan Buton berdiri tahun 1332 M. Awal pemerintahan dipimpin
seorang perempuan bergelar Ratu Wa Kaa Kaa. Kemudian raja kedua pun
perempuan yaitu Ratu Bulawambona. Setelah dua raja perempuan,
dilanjutkan raja Bataraguru, raja Tuarade, raja Rajamulae, dan terakhir
raja Murhum. Ketika Buton memeluk agama Islam, maka raja Murhum bergelar
Sultan Murhum.<br />
Kerajaan Buton didirikan atas kesepakatan tiga kelompok atau
rombongan yang datang secara bergelombang. Gelombang pertama berasal
dari kerajaan Sriwijaya. Kelompok berikutnya berasal dari Kekaisaran
Cina dan menetap di Buton. Kelompok ketiga berasal dari Kerajaan
Majapahit. Sistem kekuasaan di Buton ini bisa dibilang menarik karena
konsep kekuasaannya tidak serupa dengan konsep kekuasaan di
kerajaan-kerajaan lain di nusantara. Struktur kekuasaan kesultanan
ditopang dua golongan bangsawan: golongan Kaomu dan Walaka. Wewenang
pemilihan dan pengangkatan sultan berada di tangan golongan Walaka,
namun yang menjadi sultan harus dari golongan Kaomu. Jadi bisa dikatakan
kalau seorang raja dipilih bukan berdasarkan keturunan, tetapi
berdasarkan pilihan di antara yang terbaik.<br />
Kelompok Walaka yang merupakan keturunan dari Si Panjonga memiliki
tugas untuk mengumpulkan bibit-bibit unggul untuk dilatih dan dididik
sedemikian rupa sehingga para calon raja memiliki bekal yang cukup
ketika berkuasa nanti. Berdasarkan penelitian, RatuWaa Kaa Kaa adalah
proyek percobaan pertama kelompok Walaka ini Selain sistem pemilihan
raja yang unik, sistem pemerintahannya juga bisa dikatakan lebih maju
dari jamannya. Sistem pemerintahan kerajaan/kesultanan Buton dibagi
dalam tiga bentuk kekuasaan. Sara Pangka sebagai lembaga eksekutif, Sara
Gau sebagai lembaga legislatif, dan Sara Bhitara sebagai lembaga
yudikatif. Beberapa ahli berani melakukan klaim kalau sistem ini sudah
muncul seratus tahun sebelum Montesquieu mencetuskan konsep trias
politica Peraturan hukum diterapkan tanpa diskriminasi, berlaku sama
bagi rakyat jelata hingga sultan. Sebagai bukti, dari 38 orang sultan
yang pernah berkuasa di Buton, 12 di antaranya diganjar hukuman karena
melanggar sumpah jabatan. Dan hukumannya termasuk hukuman mati majelis
rakyat kesultanan buton adalah lambang demokrasi kesultanan buton. di
sini dirumuskan berbagai program kesultanan dan juga tempat untuk
melaksanakan proses pemilihan sultan berdasarkan aspirasi masyarakat
Buton.<br />
Pembagian kelompok di majelis yang diatur dalam UU yang disebut Tutura ini adalah sebagai berikut:<br />
<ol>
<li>Eksekutif= Sara Pangka</li>
<li>Legislatif= Sara Gau</li>
<li>Yudikatif= Sara Bitara</li>
</ol>
Ada 114 anggota majelis Sara buton yang terdiri dari 3 fraksi<br />
<ol>
<li>Fraksi rakyat = Beranggotakan 30 menteri/bonto ditambah 2
menteri besar yang juga mewakili pemukiman-pemukiman di wilayah
Buton.</li>
<li>Fraksi pemerintahan = Pangka, Bobato, lakina Kadie yang mewakili pemerintahan.</li>
<li>Fraksi Agama = Diwakili oleh pejabat lingkungan
sarakidina/sarana hukumu yang berkonsentrasi di masjid agung
kesultanan Buton.</li>
</ol>
<div style="color: blue;">
<b>Politik</b></div>
Masa pemerintahan Kerajaan Buton mengalami kemajuan terutama bidang
Politik Pemerintahan dengan bertambah luasnya wilayah kerajaan serta
mulai menjalin hubungan Politik dengan Kerajaan Majapahit, Luwu, Konawe
dan Muna. Demikian juga bidang ekonomi mulai diberlakukan alat tukar
dengan menggunakan uang yang disebut Kampua (terbuat dari kapas yang
dipintal menjadi benang kemudian ditenun secara tradisional menjadi
kain). Memasuki masa Pemerintahan Kesultanan juga terjadi perkembangan
diberbagai aspek kehidupan antara lain bidang politik dan pemerintahan
dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Kesultanan Buton yaitu
“Murtabat Tujuh” yang di dalamnya mengatur fungsi, tugas dan kedudukan
perangkat kesultanan dalam melaksanakan pemerintahan serta ditetapkannya
Sistem Desentralisasi (otonomi daerah) dengan membentuk 72 Kadie
(Wilayah Kecil).<br />
<br />
<br />
<div style="color: magenta;">
<b>Masyarakat</b></div>
Masyarakat Buton terdiri dari berbagai suku bangsa. Mereka mampu
mengambil nilai-nilai yang menurut mereka baik untuk diformulasikan
menjadi sebuah adat baru yang dilaksanakan di dalam pemerintahan
kerajaan/kesultanan Buton itu sendiri. Berbagai kelompok adat dan suku
bangsa diakui di dalam masyarakat Buton. Berbagai kebudayaan tersebut
diinkorporasikan ke dalam budaya mereka. Kelompok yang berasal dari
Tiongkok diakui dalam adat mereka. Kelompok yang berasal dari Jawa juga
diakui oleh masyarakat Buton. Di sana terdapat Desa Majapahit, dan
dipercaya oleh masyarakat sekitar bahwa para penghuni desa tersebut
memang berasal dari Majapahit. Mereka sampai di sana karena perdagangan
rempah-rempah. Dengan membuat pemukiman di sana, mereka dapat
mempermudah akses dalam memperolah dan memperdagangkan rempah-rempah ke
pulau Jawa. Beberapa peninggalan mereka adalah berupa gamelan yang
sangat mirip dengan gamelan yang terdapat di Jawa.<br />
Imam-imam yang menjabat di dalam dewan agama juga dipercaya merupakan
keturunan Arab. Mereka dengan pengetahuan agamanya diterima oleh
masyarakat Buton dan dipercaya sebagai pemimpin di dalam bidang agama.
Berbagai suku dan adat tersebut mampu bersatu secara baik di dalam
kerajaan/kesultanan Buton. Apabila kita melihat kerajaan/kesultanan
lain, perbedaan itu seringkali memunculkan konflik yang berujung kepada
perang saudara, bahkan perang agama. Sedangkan di Buton sendiri tercatat
tidak pernah terjadi perang antara satu kelompok dengan kelompok lain,
terutama bila menyangkut masalah suku dan agama.<br />
Dapat dikatakan bahwa seluruh golongan di buton merupakan pendatang.
Mereka menerapkan sistem yang berdasarkan musyawarah. Para perumus
sistem kekuasaan atau sistem adat di Buton juga berasal dari berbagai
kelompok suku dan agama. Ada yang berasal dari semenanjung Malaysia, Si
Tamanajo yang berasal dari Kerajaan Pagaruyung. Ada pula yang berasal
dari Jawa yaitu Sri Batara dan Raden Jutubun yang merupakan putra dari
Jayanegara.<br />
Seluruh golongan tersebut berasal dari kerajaan yang otoriter dan
menerapkan sistem putera mahkota. Hampir semua peralihan kekuasaan
tersebut dilakukan dengan kudeta. Di kerajaan Buton hal tersebut tidak
pernah terjadi. Asumsinya, berdasarkan pengalaman pahit dalam
jatuh-bangunnya pemerintahan tersebut, maka mereka yang berkumpul di
tanah Buton tersebut merumuskan suatu sistem yang mampu melakukan
peralihan kekuasaan tanpa harus melalui pahitnya kudeta maupun perang
saudara.<br />
Mereka berkumpul di tanah Buton sejak Gajah Mada mengumumkan sumpah
palapa-nya. Pada masa itu Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran.
Begitu juga Kerajaan Singosari. Seluruh raja-raja dan panglima yang
tidak takluk pada Kerajaan Majapahit akan dijadikan budak. Pilihan
mereka adalah dengan melarikan diri menuju tempat yang aman. Pulau Buton
menjadi salah satu lokasi dimana beberapa pelarian tersebut singgah dan
menetap.<br />
<br />
<br />
<div style="color: yellow;">
<b>Perekonomian</b></div>
Wilayah kerajaan/kesultanan Buton sangat strategis. Pedagang dari
India, Arab, Eropa maupun Cina lebih memilih untuk melalui jalur selatan
Kalimantan untuk mencapai kepulauan rempah-rempah di Maluku. Bila
melalui Utara Sulawesi dan selatan kepulauan Filipina, para pedagang
akan berhadapan dengan bajak laut yang banyak berkeliaran di sana.
Selain itu, angin di selatan Kalimantan lebih kencang daripada di
sebelah utara Sulawesi. Masyarakat Buton telah menggunakan alat tukar
uang yang disebut Kampua. Kampua Sehelai kain tenun dengan ukuran 17,5
kali 8 sentimeter. Pajak juga telah diterapkan di negeri ini. Tunggu
Weti sebagai penagih pajak di daerah kecil ditingkatkan statusnya
menjadi Bonto Ogena disamping sebagai penanggung jawab dalam pengurusan
pajak dan keuangan juga mempunyai tugas khusus selaku kepala siolimbona
(saat ini hampir sama dengan ketua lembaga legislatif).<br />
<br />
<br />
<div style="color: orange;">
<b>Hukum</b></div>
Hukum dijalankan sangat tegas dengan tidak membedakan baik aparat
pemerintahan maupun masyarakat umum. Hal ini terlihat dari ke 38 orang
sultan yang memerintah di Buton, 12 orang menyalahgunakan kekuasaan dan
melanggar sumpah jabatan dan satu di antaranya yaitu Sultan ke - VIII
Mardan Ali, diadili dan diputuskan untuk dihukum mati dengan cara leher
dililit dengan tali sampai meninggal yang dalam bahasa wolio dikenal
dengan istilah digogoli.<br />
<br />
<br />
<div style="color: red;">
<b>Bahasa</b></div>
Etnik Buton sebutan bagi masyarakat yang berasal dari Kerajaan dan
Kesultanan Buton, memiliki sejumlah bahasa yang berbeda tiap wilayah.
Sebagai bahasa pemersatu digunakan Bahasa Wolio.<br />
<br />
<br />
<div style="color: lime;">
<b>Pertahanan</b></div>
<div style="color: lime;">
<b>Bidang Pertahanan</b></div>
Bidang Pertahanan Keamanan ditetapkannya Sistem Pertahanan Rakyat Semesta dengan falsafah perjuangan yaitu :<br />
<b>“Yinda Yindamo Arata somanamo Karo”</b> <i>(Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri)</i><br />
<b>“Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu”</b> <i>(Diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri)</i><br />
<b>“Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara”</b> <i>(Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah)</i><br />
<b>“Yinda Yindamo Sara somanamo Agama”</b> <i>(Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama)</i><br />
Disamping itu juga dibentuk sistem pertahanan berlapis yaitu empat <b>Barata</b> (Wuna, Tiworo, Kulisusu dan Kaledupa), empat <b>matana sorumba</b> (Wabula, Lapandewa, Watumotobe dan Mawasangka) serta empat orang Bhisa Patamiana (pertahanan kebatinan).<br />
Selain bentuk pertahanan tersebut maka oleh pemerintah kesultanan,
juga mulai membangun benteng dan kubu–kubu pertahanan dalam rangka
melindungi keutuhan masyarakat dan pemerintah dari segala gangguan dan
ancaman. Kejayaan masa Kerajaan/<b>Kesultanan Buton</b> (sejak
berdiri tahun 1332 dan berakhir tahun 1960) berlangsung ± 600 tahun
lamanya telah banyak meninggalkan warisan masa lalu yang sangat
gemilang, sampai saat ini masih dapat kita saksikan berupa peninggalan
sejarah, budaya dan arkeologi. Wilayah bekas <b>Kesultanan Buton</b>
telah berdiri beberapa daerah kabupaten dan kota yaitu : Kabupaten
Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten
Buton Utara, dan Kota Bau-Bau.<br />
<br />
<span style="color: red;">Sumber : http://www.facebook.com/groups/sultrawatch/doc/432915850070403/ </span></div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-58335246800985146872012-04-25T01:55:00.001-07:002012-05-05T04:36:36.430-07:00SIPANJONGAN DALAM HIKAYAT NEGERI BUTUN : Suatu Penjelasan Singkat Hasaruddin<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<b><span lang="DE"></span></b><b><span lang="DE"></span><i style="color: cyan; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="DE"><br /></span></span></i></b><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhulFdaPVPlo5mk8I9KZk7PqOJjNp7yL80YS_iGejBxIjBuEg78FsJTqAY8KtnqlF3t3ID3t-dSzL32rMyTKxfDmt18lBvd1PiD9n99lcp8Zbjo6ugYj3qNbH7rmrlS_4mSEYddFLZq7jU/s1600/BENTENG+BUTON.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhulFdaPVPlo5mk8I9KZk7PqOJjNp7yL80YS_iGejBxIjBuEg78FsJTqAY8KtnqlF3t3ID3t-dSzL32rMyTKxfDmt18lBvd1PiD9n99lcp8Zbjo6ugYj3qNbH7rmrlS_4mSEYddFLZq7jU/s640/BENTENG+BUTON.jpg" width="640" /></a></div>
<b><span lang="DE"></span></b><b><span lang="DE"></span><i style="color: cyan; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="DE"><br /></span></span></i></b><br />
<b><span lang="DE"></span></b><b><span lang="DE"></span><i style="color: cyan; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="DE"><br /></span></span></i></b><br />
<b><span lang="DE"></span></b><b><span lang="DE"></span><i style="color: cyan; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><span lang="DE"><br /></span></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span lang="DE"></span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4873645569635355335#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt;"></span></span></span></a><span lang="DE"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b>OLEH : HASARUDDIN</b>
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<h2 style="color: blue; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="DE">A. Pendahuluan</span></span></h2>
<div class="MsoBodyTextIndent3" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; margin: 12pt 0cm 0cm; text-align: justify;">
<span lang="DE" style="font-style: normal;">SALAH
satu daerah di kawasan Nusantara yang banyak menyimpan naskah-naskah
lama adalah Wolio (Buton) (lihat Chambert-Loir dan Oman
Fathurahman,1999). Secara geografis, daerah ini merupakan daerah
kepulauan yang terletak di jazirah tenggara pulau Sulawesi dan berada di
kawasan timur Indonesia. Sebagai kerajaan yang tumbuh dari suatu
jaringan transmisi ajaran agama Islam di </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470" name="more" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"></a><span lang="DE" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">Nusantara,
Buton tidak lepas dari kegiatan tulis menulis dan penyebaran
hasil-hasilnya. Dari sejumlah naskah yang ditemukan diketahui bahwa abad
ke-16 dan abad ke-17 adalah periode paling penting dalam proses
pembentukan tradisi pemikiran Islam. Pada masa pemerintahan Sultan
Dayanu Ikhsanuddin (1597-1631) diberlakukan undang-undang secara
tertulis yang disebut dengan Martabat Tujuh </span><span lang="DE" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; font-style: normal;">(lihat, Ikram, 2001: 4; 2005: 8; Schoorl, 1985: 9; Yunus, 1995: 20; Zahari, 1977: 59; Zuhdi, 1996: 24) Tentu
dapat dimengerti secara material naskah setua itu tidak lagi dapat
bertahan lama. Akan tetapi, turunannya diperoleh sebagai yang disalin
kembali pada abad ke-19. </span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent3" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; margin: 12pt 0cm 0cm; text-align: justify;">
<span lang="DE" style="font-style: normal;">Dilihat
dari naskah yang ada sekarang kebanyakan naskah kuno Buton berasal dari
masa pemerintahan Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin (1824-1851). Sultan
Muhammad Idrus Kaimuddin sendiri dikenal pula sebagai penulis yang cukup
produktif. Karya-karya tulisannya membahas berbagai tema tentang
tasawuf dan ajaran Islam. Periode itu merupakan masa yang menunjukkan
banyaknya naskah yang disalin atau ditulis baru. Dari periode itu pula
terhimpun sejumlah besar naskah yang ada sekarang ini (lihat Ikram,
2001: 4). Di samping itu ada beberapa naskah yang berisi tentang
peristiwa sejarah antara lain, </span><span lang="DE">Hikayat Negeri Butun </span><span lang="DE" style="font-style: normal;">yang
mengisahkan tentang pentang pertama di Buton, terbentuknya
perkampungan-perkampungan, kisah Wa Kaakaa diangkat menjadi raja pertama
sampai meninggalkan pulau Buton. </span><span style="font-style: normal;">Pada bagian tulisan ini akan salah satu bagian dari </span>Hikayat Negeri Butun.<span style="font-style: normal;"> </span></div>
<h3 style="color: blue; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="DE">B.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="DE">Latar Belakang Kedatangan Sipanjonga ke Butun</span></span></h3>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Naskah
Hikayat Negeri Butun (NHNB) adalah salah satu naskah Butun (Buton) yang
isi teks sebagian menceritakan tentang kedatangan orang-orang Melayu di
Pulau Butun (Buton). Naskah ini ditulis oleh salah seorang pedagang
yang berasal dari Banjar (Kalimantan Selatan). Naskah ini ditulis
sekitar tahun 1267 H atau 1850 M</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4873645569635355335#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></a><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4873645569635355335#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="DE">2</span></span></a><span lang="DE">.
Dalam teks naskah NHBN dijelaskan bahwa peletak dasar dari berdirinya
kerajaan Butun adalah orang-orang yang berasal dari Melayu. Dalam teks
naskah diberitakan bahwa: </span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="DE">Sebermula
maka tersebut pula seorang raja dari Pulau Liya di tanah Melayu bernama
Sipanjongan, terlalu hartawan, dermawan, dan beberapa banyak kaum
keluarganya dan hamba sahayanya. Maka pada suatu malam Sipanjongan tidur
di dalam peraduannya maka ia pun bermimpi bertemu dengan seorang orang
tua. Maka berkata orang tua itu kepada Sipanjongan, “hai cucuku, apa
juga sudinya cucuku tinggal di pulau ini”? lebih baik engkau mencari
lain tempat yang lebih baik dari pulau ini, karena pulau ini bukan
cucuku yang memegang dia.</span></i></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Dalam
suatu tradisi lisan yang berkembang dalam masyarakat Buton bahwa
Sipanjongan datang bersama wakil dan rombongannya, wakilnya itu bernama
Sijawangkati. Sipanjongan dan wakilnya meninggalkan tanah Melayu
(Malaka) pada tanggal 3 bulan Sya’ban tahun 634 H atau Rabu, 1 April
1237 M dengan perahu tumpangan yang oleh Sipanjongan menyebutnya <i>Palulang. </i>Mereka<i> </i> berlayar menuju ke arah matahari terbit atau kearah timur (Bhurhanuddin, 1977/1978: 43). </span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Sebagaimana
layaknya orang berlayar maka Sipanjongan pun membawa berbagai
kelengkapan dalam pelayarannya. Dalam teks dijelaskan bahwa: </span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="color: lime; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="DE">Sipanjongan
memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk mengangkut perbekalan.
Setelah sudah lengkap di dalam Palulang itu, maka sipanjongan
menyeruhkan sekalian orang naik ke palulang dengan segala sahabat dan
rakyatnya dan hamba sahayanya sekalian. Maka alat perahu pun dipasang
orang merapat kiri kanannya. Maka Sipanjongan pun naik ke palulang serta
dengan segala bunyi bunyian istiadat segala anak raja-raja yang besar
besar di dalam negeri. Maka kepada hari yang baik dan saat yang baik,
maka Sipanjongan pun menyuruh orang membongkar sauh. Maka orang pun
hadirlah masing-masing dipegangnya. Maka meriam pun dipasang oranglah
kiri kanannya dan bunyi-bunyian dipalu terlalu azmat bunyinya, dan layar
pun di buka orang. Maka angin bertiup terlalu keras jalannya palulang
itu seperti burung rajawali pantasnya. Dengan seketika itu juga pulau <b>Liya</b> itu lepas daripada mata orang banyak.</span></i></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Berdasarkan
teks tersebut Sipanjongan adalah seorang bangsawan dari daratan Malaka
yang ditandai dengan kelengkapan-kelengkapan seperti layaknya seorang
raja. Di mungkinkan bahwa pelayaran yang dilakukan oleh Sipanjongan
tersebut dikarenakan adanya perseteruan politik diwilayahnya. Jika tahun
1237 M menjadi patokan keberangkatan Sipanjongan interpretasi bahwa
pada tahun tersebut terjadi pertikaian politik diwilayah itu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #eeeeee; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span lang="DE">Jika
ditinjau dari pandangan sejarah, Satu-satu negeri itu ada masanya naik
dan ada masanya turun Demikian pula nasib kerajaan Sriwijaya. Peperangan
yang banyak itu. Peperangan yang banyak itu, dengan Jawa, dengan
Kolomandala, dan lain-lain. Sangat mengurangi tenaga Sriwijaya. Pada
abad kedua belas tiadalah dapat kerajaan itu menghalangi Melayu kuno
bangkit kembali serta tidak mengakui Sriwijaya sebagai tuannya lagi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span lang="DE">Bahaya
yang lebih besar lagi datang, waktu dalam tahun 1275 Kertanegara
menjajah Melayu. Meskipun lemah betul, ada seratus tahun lagi demikian
(1377) baru habis riwayat kerajaan Sriwijaya. Hilang sama sekali
kekuasaannya sesudah mulai muncul Malaka.</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent2" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent2" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Dari
kedua penulisan itu, ternyata bahwa kerajaan Sriwijaya telah lemah dan
tidak lagi dapat mempertahankan kedudukannya, namun itu berjalan lama.
Kita berpandangan bahwa Sipanjonga dan kawan-kawannya serta
pengikut-pengikutnya, sebagai Raja yang berdaulat di negerinya yang
tadinya termasuk dalam kekuasaan kerajaan Sriwijaya, mengetahui
kedudukan Sriwijaya sudah demikian lemahnya, mengambil kesempatan
meninggalkan kerajaannya dan mencari daerah lain untuk tempat tinggal
dan menetap. </span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Dalam <i>Hikayat Negeri Butun </i>dikisahkan
pula perjalanan mencari daerah baru sebagai tempat pemukiman dengan
segenap rombangannya. Syahdan ada sehari semalam pelayaran tengah laut,
maka turunlah ribut topan, halilintar, kilat, maka sanpanpun putuslah.
Hatta beberapa lamanya ditengah laut, maka sampailah Palulang itu pada
suatu pulau Malalang namanya. Maka dengan takdir Allah Ta’ala maka
anginpun teduhlah. Maka palulang itu berlabuhlah saat di pulau itu tujuh
hari lamanya menanti akan tiada juga turun.</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent2" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent2" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Syahdan
orang sekalian pun duka citalah hendak turun ke pulau itu maka tiada
punya sampan. Maka sekalian orang di dalam palulang itu pun mengantuk
dan daif dari pada sangat kepanasan matahari. Maka Sipanjongan pun
menyuruh berbuat suatu lancang di dalam palulang itu. Setelah sudah
berbuat, maka diturunkan oranglah lancang itu. Maka Sipanjongan pun
turunlah kelancang itu dengan segala sahabatnya semuhanya lalu naik ke
pulau itu dengan suka cita. Setelah sampai ia ke pulau, maka Sipanjongan
pun turun ke darat lalu naik berjalan. Masing-masing orang pada mencari
tempat bernaung daripada sangat kepanasan matahari</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent2" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent2" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE" style="color: black;"><span style="color: #eeeeee;">Di
saat beristirahat menunggu redahnya angin dan teduhnya gelombang laut
Sipanjongan kemudian melanjutkan perjalannya. Dalam hikayat ini
dikisahkan bawa keesokan harinya sampailah mereka pulau Butun. Jika
berdasarkan kalimat ini diinterpretasi bahwa daerah tempat persinggahan
sebelum sampai ke Buton adalah salah satu yang berada dikawasan
Sulawesi. Jika mengikuti jalur pesisir pantai pulau kemudian melanjutkan
perjalanan ke Sumbawa dan sebelum sampai di Buton dimungkinkan mereka
berlindung di pulau Kalatoa, namun jika melewati</span><span style="color: #eeeeee;"> jalur Makassar maka
tempat persinggahan rombongan Sipanjongan adalah Selayar</span></span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4873645569635355335#_ftn5" name="_ftnref5" style="color: #eeeeee;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></a><span lang="DE" style="color: black;">.</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent2" style="color: #eeeeee; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent2" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE" style="color: black;"><span style="color: #eeeeee;">Sebagai penanda bahwa</span> </span><span lang="DE">saat sebuah perahu mulai berlayar atau sampai kedarah yang menjadi tujuan diperdengarkan bunyi-bunyian. Prosesi ini telah menjadi suatu hal yang umum terjadi dalam tradisi kemaritiman.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<span lang="DE">Apakah
Sipanjonga meninggalkan kerajaannya dari Pulau Liya pada akhir masa
kerajaan Sriwijaya atau pada waktu mulai suramnya kerajaan itu atau
runtunhnya sama sekali, di sinilah terletak dasar pendapat kita dengan
menyatakan bahwa tibanya Sipanjonga dan kawan-kawannya di Buton pada
akhir abad ke-13 atau ke-14.</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Pandangan itu kita landaskan pula
akan kemungkinan bahwa Sipanjonga sebagai raja di negerinya, tidak
hendak dikuasai oleh kerajaan lain, maka dengan memperhatikan kekuatan
yang ada padanya untuk mengadakan perlawanan sewaktu-waktu mendapat
serangan, tidak dapat menandingi kekuatan pihak kerajaan yang hendak
menduduki Sriwijaya, mengambil kesempatan meninggalkan negerinya
sehingga tibalah ia di Buton.</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Di
Buton perahu tumpangan mereka mendarat di Pantai Kalampa. Hatta maka
palulang itu pun sampailah pada suatu pantai Kalampa namanya, yaitulah
Tobe-Tobe yang empunya pantai itu. Maka Sipanjongan pun tetaplah duduk
di sana serta berbuat kebun. sebagai Raja yang berkuasa, maka tibalah
mereka di Buton.</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="color: blue; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<b><span lang="DE">C. Sipanjongan Menetap di Buton</span></b></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Tempat
pemukiman dari Sipanjongan sangatlah strategis karena berada pada
pesisir pantai. Namun karena posisi itu pada masa itu telah ada kelompok
bajak laut yang berasal dari Ternate terutama yang berasal dari daerah
Tobelo. Oleh karena seringmya mendapat gangguan dari bajak laut dari
Tobelo maka rombongan Sipanjongan menuju kedaerah ketinggian (tempat itu
saat ini disebut Lelemangura).</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Sebelum ke wilayah Lelemangura Sipanjongan telah pula mendengar adanya kelompok lain yang datang di pulau Butun. </span>Kelompok
ini dipimpin oleh Simalui bersama saudara perempuan dan kelompoknya.
Sipanjongan sangat kagum dan memiliki keinginan untuk mempersunting adik
perempuan Simalui. Dalam naskah HNB dijelaskan bahwa:</div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
Hatta
berapa lamanya, Sipanjongan pun menengar warta ada saudaranya Simalui
seorang perempuan baik parasnya dan putih kuning warna tubuhnya. Maka
pikir Sipanjongan, jikalau demikian, baik kita mengantar ganti diri
pakai meminang. Maka ada suatu hari Sipanjongan pun pergi mengantar emas
dan perak dengan beberapa banyaknya kain sutra kepada Samalui, serta
Samalui pun telah menerima harta yang dibawahnya Sipanjongan itu. Maka
Sipanjongan pun di kenalkan dengan saudara Samalui, Sabanang namanya. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Dari
perkawinan itu, kedua kelompok ini bergabung, hidup bersama dan damai.
Hal ini lebih menyatu setelah lahinya Betoambari hasil perkawinan antara
Sipanjongan dan Sabanang. bertambah mereka mempunayai seorang anak yang
diberi nama Betoambari. Setelah menginjak dewasa Betoambari diberi
kepercayaan untuk menjadi pemimpin kampung yang didiaminya.</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="color: blue; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;">
<b>C.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>Kesimpulan</b></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Naskah <i>Hikayat Negeri Butun </i>adalah
naskah yang berisi tentang sejarah. Naskah ini menceritakan tentang
perjalanan Sipanjongan dan rombongannya untuk mencari daerah baru di
bagian timur Nusantara. Isi naskah berasal dari tradisi lisan kemudian
ditulis oleh pedagang Banjar saat singgah di Pulau Buton dalam
perjalanan niaganya ke Pulau Sumbawa. Kisah ini kemudian berkembang
dalam bentuk tradisi lisan yang sampai saat ini tetap berkembang dalam
masyarakat Buton.</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Isi
naskah sangat jelas menuturkan tentang Sipanjongan mendirikan
perkampungan yang kemudian kawin dengan rombongan kedua yang datang di
Pulau Buton. Dari hasil perkawinannya itu kemudian memperluas atau
membuat perkampungan baru yang dipimpin oleh turunan atau anaknya.
Meskipun naskah ini adalah merupakan naskah sejarah namun diharapkan
lebih mendalam dikaji mnelalui metode-metode sejarah sehingga
menghasilkan kisah sejarah yang objektif.</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
</div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="DE">Sumber :</span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="color: lime; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<cite>akbarmalik1996.blogspot.com/.../sipanjongan-dalam-hikayat-negeri-.buton</cite><span lang="DE"><br /></span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="line-height: normal; text-indent: 0cm;">
<br /></div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-20604954623660145492012-03-27T16:59:00.002-07:002012-04-03T15:09:21.211-07:00JEJAK SEJARAH KESULTANAN BUTON<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="post-header">
</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;">
<br />
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal;">
<span style="font-size: small;"><b>OLEH : WINDU TIASTUTI</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Juru
Kamera : Joni Suryadi </span><br />
<br />
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj70_HQajxxfu2DWWSGD1dCAZZMqNR8RuLdFq-Rrv6DFJJN2nv-PMnG5dVqf-Mg1A5337tdwKlDwgDbUuUB2tHd-bZzaIVDz3XQPjtnYMdTB-KFEIjRdrQ1P-YRAM_hJkdCe-80W-T4VF0/s1600/GBR+SUTAN+BUTON.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj70_HQajxxfu2DWWSGD1dCAZZMqNR8RuLdFq-Rrv6DFJJN2nv-PMnG5dVqf-Mg1A5337tdwKlDwgDbUuUB2tHd-bZzaIVDz3XQPjtnYMdTB-KFEIjRdrQ1P-YRAM_hJkdCe-80W-T4VF0/s400/GBR+SUTAN+BUTON.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<br />
<br />
<span style="color: #000099; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.5pt;"><span style="color: red;">indosiar.com,</span> <span style="color: lime;">Buton - Pulau Buton. Nama yang selalu dihubungkan
dengan pertambangan aspal alam. Tak banyak yang tahu, di pulau ini ada satu
kesultanan, yang berperan mengisi sejarah Indonesia. Juga tak tercantum dalam
buku pelajaran sejarah sekolah dasar. Kesultanan Buton seakan berdiri sendiri,
diluar hiruk pikuk pentas sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia. </span></span><br />
<span style="color: #000099; font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.5pt;"><span style="color: lime;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Datanglah
ke Kota Bau-bau. Di kota kecil inilah komplek Kesultanan Buton berada. Terletak
di puncak bukit dan menghadap ke Selat Buton. Penduduk setempat menyebutnya
keraton. Aura kemegahannya masih terasa nyata. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Dari
arah laut, tiang bendera setinggi dua puluh satu meter, adalah tanda pertama
yang akan terlihat oleh kapal yang datang. Tiang megah dari kayu jati ini
didirikan tahun 1712 tepat dihalaman depan benteng. Seolah memberi isyarat,
anda sedang memasuki wilayah kota raja. Di tiang ini juga pernah dikibarkan
bendera kerajaan Belanda, Jepang sebelum
akhirnya dikibarkan sang merah putih.Kerajaan Buton diperkirakan berdiri pada
abad empat belas, dua abad kemudian berubah menjadi kesultanan. Kompleks
keraton dikelilingi oleh benteng sepanjang dua ribu tujuh ratus empat puluh
meter. Benteng ini dibangun dalam kurun waktu lima puluh tahun, melampaui tiga
masa sultan yang berbeda. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Benteng
berbentuk huruf 'dal' dalam aksara Arab ini, disusun dari batu kapur dan pasir.
Benteng ini dilengkapi dua belas pintu masuk dan enam belas kubu pertahanan. Banyaknya
meriam yang ditempatkan di tiap sisi benteng, menunjukkan masa Kesultanan Buton
tidaklah mudah. Ada musuh, ada tamu asing, dan juga ada kerajaan tetangga, yang
setiap saat datang sebagai lawan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Disisi
tebing yang sekaligus pembatas benteng bagian belakang, terdapat sebuah ceruk.
Letaknya tepat di bawah tanah keraton. Gua ini menjadi tempat persembunyian
Arupalaka, Raja Bone, saat melarikan diri dari kejaran tentara Sultan Hasanudin
dari Kerajaan Gowa. Berkat sumpah Sultan Buton yang menyatakan Arupalaka tidak
berada di atas tanah Buton, maka selamatlah Raja Bone itu. Konon Arupalaka
masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan petinggi Kesultanan Buton.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Perubahan
sistem kerajaan menjadi Kesultanan Buton, tidak lepas dari nama besar Sultan
Murhum. Dialah yang menorehkan sejarah di atas tanah Buton. Raja terakhir dari
enam raja, sekaligus sultan pertama dari tiga puluh delapan sultan. Ia
memerintah dari tahun 1538 hingga 1584, dengan gelar Murhum Kaimuddin
Khalifatul Hamis. Makamnya hingga saat ini masih terawat dengan baik di dalam
kompleks keraton. Orang Buton tidak melupakannya. Nama sang sultan diabadikan
menjadi nama pelabuhan laut, udara dan nama jalan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Dalam
komplek keraton, kediaman sultan tampak jauh lebih sederhana dibanding dengan
istana raja-raja di tanah lain. Rumah panggung yang pernah didiami sejumlah
sultan dari era yang berbeda, masih tersisa hingga kini. Rumah-rumah itu
disebut kamali atau malige. Didalamnya, berbagai benda bersejarah juga masih
disimpan, seperti bendera kerajaan yang pernah berkibar megah ratusan tahun
lalu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Kesederhanaan
ini seperti cermin dari iklim demokrasi yang telah tercipta di Kesultanan
Buton, jauh sebelum Indonesia lahir. Meski ada tiga golongan yang berbeda
tugas, Sultan Buton tidak selalu diangkat dari keturunan sebelumnya, melainkan
tergantung pada rapat anggota dewan legislatif yang berada di tangan golongan
Walaka. Beberapa sultan konon dicopot dan dihukum karena di nilai melakukan
pelanggaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Nuansa
Islami amat lekat dengan Kesultanan Buton. Ddalam setiap pengangkatan sultan
baru, ada sejumlah ritual yang telah menjadi tradisi. Ada sebuah batu berbentuk
tonggak tempat menyimpan air, yang akan dipakai mandi sang calon sultan,
sebelum diambil sumpahnya di Masjid Agung dalam kompleks keraton. Sehabis
diambil sumpahnya, sang sultan baru dibawa ke batu pengangkatan. Diatas batu
yang menyerupai alat kelamin perempuan ini, sang sultan di upacarai seolah-olah
baru terlahir kembali. Bentuk batu ini mengingatkan pada lingga yoni, dalam
konsep ajaran Hindu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Masjid
Agung keraton. Bangunan segi empat berbentuk tumpeng ini, didirikan pada awal
abad delapan belas, pada masa pemerintahan Sultan Sakiuddin Durul Alam. Meski
menjadi bagian dari kompleks keraton dalam Kesultanan Buton, wujud bangunan ini
tetap terlihat sederhana. Namun sebaliknya, setiap komponen bangunan masjid ini
penuh dengan simbol yang kaya akan makna.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Pengaruh
Islam masuk ke Buton secara resmi pada tahun 948 hijriah, dibawa oleh Syeikh
Abdul Wahid bin Sulaiman. Syeikh ini berasal dari Semenanjung Tanah Melayu.
Namun baru dua abad kemudian Masjid Agung keraton dibangun. Untuk mendirikan
masjid ini konon menghabiskan tiga ratus tiga belas potongan kayu, yang sama
jumlahnya dengan potongan tulang-tulang tubuh manusia. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Dilengkapi
dengan dua belas pintu, masjid ini mampu menampung hingga lima ratus orang
jemaah. Jumlah pintu merupakan simbol jumlah lubang dalam tubuh manusia. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Pengaruh
demokrasi dalam sistem kesultanan, juga berlaku pada anggota pengurus Masjid
Agung, yang berjumlah lima puluh enam orang. Namanya Sarakidina. Mereka datang
dari keturunan bangsawan maupun rakyat jelata. Tugas mereka terdiri dari satu
orang lakina agama, satu orang imam, empat orang khatib, sepuluh orang moji dan
empat puluh orang anggotanya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Di
era Indonesia modern, pengurus masjid tidak diperbolehkan berpolitik, karena
dapat mengganggu indepedensi dewan masjid. Mereka juga setiap saat bisa dicabut
wewenang dan jabatannya, ketika membuat kesalahan. Mereka sama sekali tidak boleh
melakukan kesalahan prosedur, dalam melaksanakan tugasnya. Sebagai penganut
kesetaraan, proses penggantian salah satu pengurus masjid, dilakukan melalui
musyawarah bersama. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hari
Jumat adalah saat tersibuk bagi para anggota dewan masjid. Pada hari itu, bedug
akan dipukul sebanyak lima kali, sejak pukul enam pagi, hingga pukul sebelas,
yakni menjelang Shalat Jumat. Petugas pemukul bedug atau tungguna ganda, tidak
boleh melebihi atau mengurangi jumlah pukulan, dan irama yang telah ditetapkan.
Pakaian mereka merupakan kain khas Buton. Berbeda dengan lakina agama dan
petugas lain yang memakai pakaian berwarna putih. Beban mental yang ditanggung
semua anggota pengurus masjid cukup berat. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"><br />
Ada banyak kebiasaan yang menjadi hal istimewa dari masjid ini. Menjelang
shalat, para pengurus masjid datang dan menyandarkan tongkat jabatannya,
berderet di tempat khusus. Tongkat tampaknya mewakili sesuatu yang penting.
Tongkat khusus untuk pengkotbah, diikat sejajar tiang mimbar. Kesungguhan
tercermin dari keseriusan imam yang duduk berkonsentrasi, sebelum memimpin
shalat. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jamaah
mulai berdatangan. Imam melakukan shalat terlebih dulu, sebelum melangkahkan
kaki di sepanjang kain putih, menuju ke depan mimbar. Ada empat orang yang
bertugas mengumandangkan adzan. Kesan sakral tampak kuat dalam ritual sebelum
shalat di mulai. Ritual sebelum shalat di mulai memang terlihat rumit. Namun
semua yang dilakukan merupakan tradisi turun temurun, yang penuh dengan makna
simbolis. Makna yang di coba untuk dipertahankan demi nilai-nilai luhur bagi
orang Buton.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Keberadaan
para pengurus masjid ini begitu penting bagi masyarakat di lingkungan keraton.
Ada orang yang khusus</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">bertugas
untuk mengurus jenasah dan upacara kematian. Tugas lakina agama dan imamu jauh
lebih berat, karena setiap hari harus berzikir dan mendoakan keselamatan, serta
kesejahteraan rakyat Buton. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Petugas
juga wajib mendaraskan zikir setiap hari, yang digilir setiap satu minggu.
Uniknya, jika banyak bencana dan wabah yang menimpa, masyarakat mempertanyakan
upaya para pengurus masjid dalam mendoakan keselamatan mereka. Beban
kepercayaan itu begitu besar. terkadang sulit untuk dicerna.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Sayangnya
denyut nadi kehidupan dan budaya masyarakat Buton yang begitu elok, seperti
terisolasi dari pengetahuan nasional. Ceritanya hanya bergaung lewat
artikel-artikel sederhana dalam koran. Padahal, dengan sedikit polesan tangan
terampil, Pulau Buton bisa menjadi surga wisata.<b><i>(Idh)</i></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Sumber : http://www.indosiar.com/ragam/jejak-sejarah-kesultanan-buton_39318.html</span></div>
</div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-10999944956643936312012-03-21T23:30:00.001-07:002012-03-21T23:43:40.319-07:00BETENA TOMBULA : "JEJEKA TIONGHOA DALAM TRADISI LISAN BUTON<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: left;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">OLEH : SUMIMAN UDU</span></i></b><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-0VCNCMs5JQDJ92WmCSkp1VrHb7ZWWnIe5bg89QkdvcJKsJXPfuC39ju7ps5waxvzlSIH9OVZ6Nk6wbZZNj3Z2t1MKOz9iqDayTylxPojYxEDBePa1bb_Z5m6-N-RDeUvrZDWjv_hA9s/s1600/BAJU+BONTO.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-0VCNCMs5JQDJ92WmCSkp1VrHb7ZWWnIe5bg89QkdvcJKsJXPfuC39ju7ps5waxvzlSIH9OVZ6Nk6wbZZNj3Z2t1MKOz9iqDayTylxPojYxEDBePa1bb_Z5m6-N-RDeUvrZDWjv_hA9s/s640/BAJU+BONTO.jpg" width="276" /></a></div>
</div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;"></span></b></span></span></a></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="color: lime; margin: 12pt 0cm 0.0001pt; text-align: center;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">ABSTRAK</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="color: lime; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<i>Tradisi
lisan menyimpan berbagai ingatan kolektif masyarakatnya, termasuk jejak
kebudayan yang berkembang di dalam masyarakat itu. Sebagai tradisi lisan, Betena Tombula merupakan tradisi lisan masyarakat Buton yang mengisahkan tentang
jejak kebudayaan masyarakat Tionghoa dalam dunia Melayu Buton. Oleh karena itu,
penelusuran jejak Tionghoa dalam tradisi lisan betena tombola merupakan
ruang pertautan kebudayaan Tionghoa dan Melayu Buton dalam ingatan kolektif
masyarakat Buton.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="color: lime; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<i>Penelitian
mengenai Betena Tombula untuk
menemukan jejak Tionghoa dalam masyarakat Buton ini dilakukan dengan pendekatan
etnografi. Dengan demikian, baik data pustaka mapun data lapangan dalam penelitian
ini akan dianalisis berdasarkan sudut pandang masyarakat pemilik tradisi lisan tersebut.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="color: lime; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<i>Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Buton memiliki pandangan
bahwa Ratu pertama Wakaa kaa merupakan keturunan Tionghoa yang berasal dari Mongol.
Hal ini dapat dilihat dari deskripsi fisik Wakaa kaa yang memiliki leher
panjang, rambut lurus, serta kulit yang putih. Masyarakat Buton menganggap
bahwa </i><i>betena tombula</i><i> dapat
interprestasikan sebagai keturunan China yang disebut negeri tirai bambu. Di
samping itu, di dalam masyarakat Buton ditemukan beberapa ornament yang
menggunakan simbol-simbol naga dalam kebudayaannya, yaitu adanya patung naga di
pantai kamali Kota Bau-Bau, serta penggunaan simbol naga di atas hampir setiap atap
rumah tradisional masyarakat Buton. Selain itu, hasil penelitian ini juga
menemukan bahwa masyarakat Binongko memiliki ingatan kelektif ten</i><i>tang
perkawinan orang sakti dari Binongko dengan putri nakhoda kapal China.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: blue; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Kata kunci: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">betena tombola</i>, jejak Tionghoa, tradisi lisan, Buton</span></b></div>
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 150%;"><br clear="all" style="page-break-before: always;" />
</span></b>
<br />
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 21.3pt; text-indent: -21.3pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Pengatar</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Menjelang
akhir abad ke-18 mulai timbul reaksi terhadap pemikiran rasionalisme dari zaman
Pencerahan. Artinya perasaan dalam kehidupan manusia mulai mendapat perhatian,
karena keterlibatannya secara emosional menjadi nyata dalam kesadaran akan
keterkaitannya pada suatu bangsa dan sejarahnya (Baal, 1987: 39). Manusia tidak
menolak sentuhan peraasan ini tetapi memeliharanya. Dengan demikian, mitos dan
legenda suatu masyarakat mendapatkan arti yang baru, antara lain menjadi sumber
tentang bagaimana dan apa yang dipercaya di masa lalu tersebut. Bahkan Irwan
Adullah mengatakan bahwa kesenian merupakan ruang yang dapat merekonstruksi
suatu realitas dalam suatu kebudayaan (Abdullah, kuliah Kebudayaan<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[3]</span></span></span></a>,
2010). Sehubungan dengan itu, Thomas Carlyle dalam John Man (2010: 3)
mengatakan bahwa sejarah pada dasarnya merupakan sejarah orang-orang hebat.
Sementara nyanyian dan syair menjadi ruang ingatan dan proyeksi kolektif
masyarakat tentang masa masa lalu dan masa depannya, misalnya, Kakawin Nagara
Krtagama<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[4]</span></span></span></a>,
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Secret Histroy of the Mongol<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn5" name="_ftnref5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[5]</span></b></span></span></a>,
Bulamalino<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn6" name="_ftnref6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[6]</span></b></span></span></a>
</i>dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Anjonga Yinda Malusa<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn7" name="_ftnref7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[7]</span></b></span></span></a>,
Hikayat Hang Tuah<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn8" name="_ftnref8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[8]</span></b></span></span></a></i>,
sedangkan dalam dunia Islam mengenal teks Barjanji sebagai cara untuk mengingat
sejarah kehidupan rasul.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Masyarakat
Buton memiliki tradisi lisan yang menyimpan berbagai ingatan kolektif
masyarakatnya. Dalam ingatan kolektif itulah, jejak emosional dan kesadaran
masyarakat Buton dapat ditelusuri mengenai masa lalunya. Kesadaran mengenai
hubungan kekerabatannya, kepercayaannya, prinsip hidupnya, serta berbagai emosi
dan kesadarannya tentang sejarah dan peradaban bangsanya. Beberapa kesadaran
itu, tersimpan di dalam cerita rakyat, misalnya legenda <i style="mso-bidi-font-style: normal;">betena tombula</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">landoke-ndoke
kene lakolopua, </i>atau yang tersimpan dalam berbagai teks <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>yang sampai sekarang masih
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Buton.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Secara
etimologi kata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">betena I tombula </i>berasal
dari bahasa Wolio<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn9" name="_ftnref9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[9]</span></span></span></a>
yang berarti yang lahir dari bambu. Dengan demikian, cerita rakyat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Betena</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tombula</i> merupakan tradisi lisan masyarakat Buton tentang asal-usul
Ratu Wakaaka yang mengisahkan tentang kesadaran dan emosi mengenai dirinya dan jejak
kebudayaan masyarakat Tionghoa. Oleh karena itu, penelusuran jejak Tionghoa
dalam tradisi lisan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Betena</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tombola</i> merupakan upaya untuk memahami kesadaran
dan emosi masyarakat Buton tentang masa lalu, serta bagaimana mereka memahami
diri dan sejarah dirinya dalam hubungannya dengan masyarakat lain di dunia
termasuk dengan masyarakat Tionghoa. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Di
samping <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Betena Tombula, </i>jejak
kesadaran dan emosi masyarakat Buton mengenai Tionghoa itu dapat ditelusuri
lebih jauh pada beberapa simbol yang ada dalam kehidupan orang Buton.
Benda-benda artefak tersebut dapat berupa simbol Tionghoa seperti naga,
keramik, dan beberapa cerita rakyat lainnya yang memuat memori orang Buton
tentang Tionghoa. Hal ini sama dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara yang memiliki
ingatan kolektif yang tersimpan di dalam hikayat tentang negerinya, misalnya
dapat dilihat dalam buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sejarah Melayu </i>yang
dihimpun oleh W.G. Shellabear (1979).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Ahli
lain yang pernah mencoba mengkaji sejarah dunia Melayu di dalam karya sastra
adalah Umar Junus (1984) dengan judul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sejarah
Melayu Menemukan Dirinya Kembali, </i>ini menunjukkan bahwa cerita rakyat
memiliki keterkaitan yang kuat dengan sejarah yang tersimpan di dalam ingatan
kelektif masyarakat Melayu, Johanes<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i>Jacobus
Ras (1990) yang menulis tentang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hikayat
Negeri Banjar, </i>termasuk tulisan Pim Schoorl mengenai sejarah masyarakat dan
kebudayaan Buton. Dengan demikian, tulisan ini merupakan kelanjutan dari
berbagai usaha ahli terdahulu, terutama dalam melihat berbagai memori
masyarakat Buton tentang dirinya dan beberapa etnis lain di dunia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Usaha
untuk mengenal atau memahami memori kolektif orang-orang Buton tersebut diperlukan
suatu pendekatan etnografi guna melihat bagaimana masyarakat Buton memandang
dunianya. Spradley (1997: xix) mengatakan bahwa pendekatan etnografi merupakan
suatu paradigma yang melihat sturuktur sosial dan budaya masyarakat merupakan
susunan yang ada dalam pikiran (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">mind</i>
anggota masyarakat tersebut) dan tugas sang peneliti adalah mengoreknya keluar
dari dalam pikiran mereka. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Dengan
demikian, kajian ini dilakukan untuk memahami kesadaran dan emosi orang Buton, tentang
masa lalunya, terutama dalam hubunganya dengan etnis-etnis lain di Nusantara
seperti: etnis Jawa, Melayu, Arab, Kei, dan Tionghoa berdasarkan cara
masyarakat mereka memahaminya. Tulisan ini akan lebih difokuskan pada memori
orang Buton terhadap etnis Tionghoa yang
selama ini dilupakan atau sengaja dilupakan dalam penulisan atau pembicaraan
sejarah, dan kebudayan masyarakat Buton.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: normal; margin: 18pt 0cm 0.0001pt 21.25pt; text-indent: -21.25pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Betena
Tombula, </span></i></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Jejak Tionghoa dalam Tradisi Lisan
Buton </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Istilah
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">betena tombula </i>merupakan istilah yang
ditemukan dalam masyarakat Buton yang berarti yang terlahir dari bambu. Dengan
demikian, tradisi lisan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Betena Tombula </i>merupakan
cerita rakyat Buton yang mengisahkan tentang asal-usul Wakaaka<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn10" name="_ftnref10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[10]</span></span></span></a>,
ratu pertama kerajaan Buton yang terlahir dari bambu<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn11" name="_ftnref11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[11]</span></span></span></a>.
Cerita ini masih tetap hidup dan berkembang di dalam masyarakat Buton, walaupun
telah ditulis dalam bentuk naskah yang kemudian di dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Katalog Naskah Buton</i> (2001), naskah yang berisi cerita asal-asul
Wakaaka atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Betena Tombula </i>ini
diberi judul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hikayat Negeri Buton<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn12" name="_ftnref12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[12]</span></b></span></span></a>
</i>atau banyak juga orang Buton menyebutnya Hikayat Si Panjongan<i style="mso-bidi-font-style: normal;">. </i></span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Baik
cerita yang ada di dalam naskah maupun yang ada di dalam tradisi lisan
masyarakat Buton, Ratu Wakaaka dikisahkan terlahir dari bambu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tumbila</i><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn13" name="_ftnref13" style="mso-footnote-id: ftn13;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[13]</span></span></span></a>.
Namun di dalam tradisi lisan, masyarakat Buton sampai sekarang percaya bahwa
Wakaaka merupakan putri raja China. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh La Ode
Sirajuddin Djarudju bahwa jika dilihat dari ciri-ciri fisiknya, maka secara
antropologis khususnya somatologis, orang-orang Buton yang keturunan Wakaaka itu
berasal dari ras Mongoloid<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn14" name="_ftnref14" style="mso-footnote-id: ftn14;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[14]</span></span></span></a>
dan sebagian masyarakat Buton berasal ras Papua Melanesoid. Ras-ras tersebut
memasuki wilayah Buton secara bergelombang dan setiap gelombang mempunyai jarak
waktu yang cukup panjang. Gelombang pertama diperkirakan masuk pada awal abad 1
M (Djarudju dalam Yusran, 2009: 113).</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Di
dalam tradisi lisan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Betena Tombula </i>atau
lebih dikenal dewasa ini judul dengan nama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hikayat
Negeri Buton</i> dikisahkan bahwa Ratu Wakaaka terlahir dari pohon bambu. Yang
kemudian di arak beramai-ramai menuju kampung dan selanjutnya dilantik menjadi
ratu pertama kerajaan Buton yang dibangun oleh <i style="mso-bidi-font-style: normal;">miapatamiana</i> atau orang yang empat yaitu, si Panjongan<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn15" name="_ftnref15" style="mso-footnote-id: ftn15;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[15]</span></span></span></a>,
si Malui, si Jawangkati dan si Tamanajo. Berbeda dengan yang ada di dalam
naskah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hikayat Negeri Buton</i>, dalam
tradisi lisan, kisah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">betena tombula </i>memiliki
cerita yang berbeda dengan yang ada di dalam naskah<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn16" name="_ftnref16" style="mso-footnote-id: ftn16;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[16]</span></span></span></a>.
</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: #eeeeee; font-family: "Arial","sans-serif";">Di
dalam cerita rakyat tersebut<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i>dikatakan
bahwa Wa Kaakaa menikah dengan si Batara dan beranakkan
Bulawambona yang menikah dengan La Baluwu kemudian melahirkan, seorang
laki-laki Bancapatola atau Bataraguru. Bataraguru beristri dengan Wa Eloncugi
yaitu anak Dungkuncangia<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn17" name="_ftnref17" style="mso-footnote-id: ftn17;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[17]</span></span></span></a> yang berasal dari negeri
peri. Maka Bataraguru dan Wa Eloncugi pun beranak tiga orang laki-laki pertama
Rajamanguntu kedua Tuamaruju ketiga Tuarade. Itulah yang menjadi raja Buton
berikutnya. Tetapi<i style="mso-bidi-font-style: normal;">, </i> asal-usul tokoh Wakaaka dan Dungkuncangia tidak banyak diceritakan. Pada hal kedua
tokoh tersebut merupakan tokoh penting di dalam kesadaran dan memori orang Buton.
Masyarakat Buton mengenal dua tokoh ini sebagai tokoh yang berasal dari
keturunan Mongol dan sebagian masyarakat Buton menganggap bahwa kedua tokoh ini
sangat berperan dalam pembentukan kerajaan Buton. Hal ini sebagaimana yang
dikatakan oleh </span><a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=1387902672" style="color: #eeeeee;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; text-decoration: none;">Jamal Harimudin</span></a><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn18" name="_ftnref18" style="mso-footnote-id: ftn18;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[18]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> bahwa<span style="color: black;"> </span>Dungkucangia
adalah perwira tinggi atau Panglima tentara kavaleri kekaisaran China
berkebangsaan Mongol bernama Khau Shing Khan<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn19" name="_ftnref19" style="mso-footnote-id: ftn19;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[19]</span></span></span></a>.
Sedangkan salah seorang informan dari Wakatobi mengatakan bahwa cerita itu
pernah dia dengar sewaktu kecil, tetapi ia lupa cerita selengkapnya. Dalam
tradisi lisan, masyarakat Buton masih percaya bahwa konon perahu yang
ditumpangi Dungkucangia masih dikeramatkan oleh penduduk Wabula hingga saat ini<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn20" name="_ftnref20" style="mso-footnote-id: ftn20;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[20]</span></span></span></a>.
Menelusuri jejak ini, maka di sana kita
masih mengenal ritual untuk menghormati perahu Dungkuncangia (ada semacam
ritualnya) dari keturunan Dungkucangia yang berada di wilayah Wabula dan
sekitarnya. Dan secara fisik masyarakat Wabula memiliki ciri-ciri fisik yang
berbeda dengan orang Buton kebanyakan. Mereka lebih cenderung berkulit putih
dan berambut lurus (Wawancara dengan Jamal Harimuddin melalui Face Book,
tanggal 9 April 2011).</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Dalam
naskah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hikayat Negeri Buton</i> dikatakan
bahwa kedatangan si Panjongan dengan berbagai masyarakatnya, telah mendarat di
kerajaan Toбe-Toбe<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn21" name="_ftnref21" style="mso-footnote-id: ftn21;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[21]</span></span></span></a>
yang merupakan wilayah kerajaan Dungkuncangia. Informan mencurigai bahwa
kerajaan Toбe-Toбe merupakan kerajaan yang dibangun oleh para panglima perang kerajaan
Mongol. Dengan demikian, sebelum terbentuknya kerajaan Buton yang kita kenal
hari ini, sudah ada beberapa kerajaan yang jauh lebih tua jika dibandingkan
dengan kerajaan Buton. </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Kalau
kita masuk lebih jauh, maka kita akan menemukan bahwa dalam memori dan
kesadaran orang Buton mengenai jejak masyarakat Tionghoa, Jawa dan Melayu sebagai
bagian dari masyarakat Buton hari ini. Bahkan dalam penelitian mengenai
silsilah masyarakat Wakatobi, ditemukan cerita-cerita tentang asal-usul masyarakat
Kapota berasal dari masyarakat Alor di Nusa Tenggara Timur, keturunan Kei di
Maluku Tenggara<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn22" name="_ftnref22" style="mso-footnote-id: ftn22;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[22]</span></span></span></a>,
masyarakat Hitu di Ambon, Masyarakat Johor dengan adanya bukti lain yaitu
makamnya Ince Sulaiman di benteng Suo-Suo di Pulau Tomia yang kemudian
diabadikan dalam cerita rakyat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Moori </i>(Udu,
2007: 34).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Sedangkan
menurut sumber lain, Darfito Pado mengatakan bahwa ia pernah berdiskusi dengan
Haliadi Saadi, dalam diskusi tersebut Haliadi menyinggung pedang dan topi baja milik
Dungkuncangia yang masih tersimpan di Keraton Wolio (Wawancara, tanggal 9 April
2011). Bahkan </span><a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=1387902672"><span style="color: windowtext; font-family: "Arial","sans-serif"; text-decoration: none;">Jamal Harimudin</span></a><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">
mengatakan bahwa beberapa gagasan penting Dungkucangia dalam proses pembentukan
kerajaan Buton yaitu: (1) Meletakkan dasar benteng Wolio; (2) Membuat Istana
yang disebut Malige; (3) Memilih Wolio sebagai pusat Kerajaan Buton dan membagi
wilayah Buton menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">patalimbona </i>atau
empat kampung; (4) Memprakarsai penyatuan Kerajaan Toбe-toбe dengan Kamaru,
Todanga dan Batauga untuk menjadi wilayah Kerajaan Buton. Ia bahkan menambahkan
bahwa tokoh Dungkuncangia merupakan sosok yang menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Founding Fahers</i> sesungguhnya bagi kerajaan Buton yang kita kenal
dewasa ini (Chatting, tanggal 9 April 2011).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Selanjutnya,
Agus Risdianto menceritakan bahwa Ratu Wakaaka berasal dari daratan China. Ia
menambahkan bahwa Kubalai Khan pernah mengirim armada untuk menggempur
Kartanegara yang pernah menghina utusan Kubalai Khan (Meng Ki) dengan
memberikan sayatan pada muka utusan itu (bdk. Muldjana, 2005: 194). Namun dalam
versi lisan masyarakat Buton dikatakan pula bahwa Tentara armada Kubilai Khan ini
pernah menghina utusan Jayakatwang (pengganti Kartanegara) dengan membawa harta
rampasan dan tawanan. Diantara tawanan itu terdapat saudara putri dari Jayakatwang
sendiri yang kemudian diperistrikan Kubalai Khan<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn23" name="_ftnref23" style="mso-footnote-id: ftn23;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[23]</span></span></span></a>.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Setelah
Kubalai Khan meninggal<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn24" name="_ftnref24" style="mso-footnote-id: ftn24;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[24]</span></span></span></a>,
keadaan di negerinya menjadi kacau sebab banyak raja kecil yang ingin berkuasa
sendiri, karena itulah Wakaaka dengan pamannya yang berdarah campuran Nusantara
berusaha meloloskan diri kembali ke Nusantara. Ada riwayat yang mengatakan
bahwa rombongan Wakaaka lebih dahulu singgah di Sumatra, namun situasi di sana
juga kurang aman sebagai akibat dari kemunduran Sriwijaya, maka mereka
meneruskan perjalanannya ke Timur yang akhirnya sampai ke Buton kira-kira tahun
1332 M. Menurut riwayat Wakaaka bersama dengan pengawalnya yakni Dungkuncagia
beserta rombongan tiba di Wolio (Buton) dijemput oleh keempat kepala rombongan
terdahulu dan kemudian diusung di atas bambu kuning. Selanjutnya Wakaaka
diangkat sebagai Ratu pertama dikerajaan Buton (wawancara dengan Agus
Risdianto, 17 April 2011).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Wakaaka
memerintah selama 18 tahun yakni sejak 1332 M sampai dengan 1350 M. Dalam
memimpin kerajaan Buton, Ratu Wakaaka didampingi oleh suaminya seorang
bangsawan putra raja Majapahit bernama Sibatara dengan kedudukan sebagai
pangeran merangkap sebagai Laksamana Laut. Wakaaka mempunyai 7 orang anak yang
semuanya adalah wanita dan salah seorang anaknya yakni Bulawambona
menggantikannya sebagai Ratu kedua (wawancara dengan Agus Risdianto, 17 April
2011).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Kesimpangsiuran
cerita asal usul Wakaaka dan Dungkuncangia di dalam masyarakat Buton, merupakan
versi-versi di dalam tradisi lisan. Namun yang jelas bahwa masyarakat Buton
sampai dengan saat ini masih memiliki kesadaran dan emosi bahwa ratu pertama
mereka adalah berasal dari bangsawan China. Serta pamannya Dungkuncangia
merupakan anak dari Kubilai Khan yang juga keturunan Jawa. Perkawinan Wakaaka
dengan si Batara yang berasal dari Majapahit melahirkan kepercayaan masyarakat Buton,
bahwa Buton merupakan perpaduan antara kerajaan besar China di Utara dan Jawa (Majapahit)
di selatan garis katulistiwa. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #eeeeee; line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Pengangkatan
Bulawambona sebagai ratu dan perkawinannya dengan Sangariariana melahirkan
Bataraguru yang kemudian menikahi Wa Eloncugi anak dari Dungkuncangia.
Perkawinan ini melahirkan Rajamanguntu, Tuamaruju,
Tuarade (raja Buton IV). Dari
sinilah raja-raja Buton dari keturunan Tanailandu berasal, tetapi asal-usul
Wakaaka dan Dungkuncangia selalu dilupakan tertutupi dengan pengaruh sejarah Melayu
dan Jawa, serta Islam dan Belanda di Buton.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Sebelum
datang penyiar Islam dan bangsa Melayu di Buton, beberapa kerajaan sudah ada di
daerah ini. Bahkan sejak awal yakni sekitar tahun 1215 bangsa Buton khususnya
masyarakat Wakatobi (Tomia dan Binongko) sudah menjangkau pantai utara
Australia untuk mencari mutiara, teripang (Ligtvoet, 1878: 10; dalam Zuhdi,
2010: 46; Man, 2010b: 1;). Tentunya kerajaan-kerajaan yang ada di Buton seperti
kerajaan Lasalimu (Togo Motondu<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn25" name="_ftnref25" style="mso-footnote-id: ftn25;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[25]</span></b></span></i></span></a>),
kerajaan Kamaru dan kerajaan Toбe-toбe serta beberapa kerajaan di Kepulaun
Wakatobi seperti Kerajaan Tindoi<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn26" name="_ftnref26" style="mso-footnote-id: ftn26;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[26]</span></span></span></a>
adalah kerajaan yang dihuni oleh pelaut-pelaut ulung, yang menaklukan samudra
selama berabad-abad. Kesaksian Bangsa Buton tentang peperangan antara pasukan
Kubilai dengan pasukan Singosari sebagaimana dikatakan oleh John Man, bukanlah
suatu yang tidak beralasan, hal ini dapat dilihat dari memori orang Buton
tentang kedatangan orang China ke Buton, sekitar tahun tahun ekspansi Mongol ke
kepulauan Nusantara. Di samping itu, sebagai salah satu kerajaan yang harus
membayar upeti kepada Majapahit, maka bangsa Buton (Sulawesi) sudah menjadi
saksi sejarah dalam peperangan itu (Man, 2010: 1).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #eeeeee; line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Naskah-naskah berisi sejarah<b><i> </i></b>terbentuknya
kerajaan Buton beserta silsilah rajanya merupakan salah satu informasi penting yang
perlu direspon dan diketahui generasi dewasa ini. Naskah-naskah itu menjelaskan
bahwa jauh sebelum kerajaan Buton terbentuk, di kepulauan ini telah terbentuk
sejumlah kerajaan di antaranya Togo Motondu, Kamaru dan Toбe-toбe. Menurut salah seorang
pedagang asal Banjar
yang pernah terdampar di Buton tahun 1267H, kerajaan di kepulauan Buton
berjumlah 120 buah yaitu sama dengan jumlah kerajaan yang tergabung dalam
kerajaan <i>Banjar (</i>La Niampe, 2007:
2). Sehubungan dengan asal-usul Wakaaka, La Niampe mengatakan bahwa ia adalah
keturunan dari Kerajaan Majapahit. Namun di dalam <i>Naskah Hikayat Negeri
Buton</i> dikatakan bahwa Wakaaka berasal dari bambu atau <i>betena tombula </i>atau
negeri peri di kahyangan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Konsep
perkawinan Bataraguru dengan Wa Eloncugi merupakan ruang awal penyatuan
kerajaan-kerajaan kecil di Buton dalam negara Buton. Di susul dengan perkawinan
Betoambari dengan Waguntu juga merupakan ruang penyatuan kerajaan Kamaru dengan
kerajaan Buton (Catatan dari Salim Ode). Jika kita melihat bagaimana strategi
Jengis Khan dalam melakukan penyatuan bangsa-bangsa di daratan Asia, strategi
perkawinan ini<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn27" name="_ftnref27" style="mso-footnote-id: ftn27;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[27]</span></span></span></a>
merupakan strategi pembangunan kerajaan Buton yang dilakukan oleh pasukan Mongol
yang bernama Dungkuncangia dan Wakaaka yang merupakan kemenakannya sendiri<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn28" name="_ftnref28" style="mso-footnote-id: ftn28;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[28]</span></span></span></a>.
Tentunya memori orang Buton tersebut di atas harus ditindaklanjuti dengan
penelitian sejarah yang lebih teliti di masa yang akan datang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Di
sisi yang lain, sisa-sisa peninggalan dari Dungkuncangia adalah adanya ilmu bela
diri Balaba yang memiliki yang falsafah mirip dengan beladiri Tai Chi Chuan
dari daratan China. Kedua beladiri tersebut menggunakan kekuatan lawan untuk
melumpuhkan musuh. Menggunakan kelembutan dalam kekuatan, dan kekuatan dalam
kelembutan<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn29" name="_ftnref29" style="mso-footnote-id: ftn29;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[29]</span></span></span></a>. Falsafah
ini merupakan ruang kesadaran dan emosi orang Buton yang merupakan bukti
tentang adanya jejak Tionghoa terutama keturunan Dungkuncangia dan Wakaaka.
Dalam sistem politik Buton, keturunan bangsawan ini dikenal dengan keturunan
Tanailandu<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn30" name="_ftnref30" style="mso-footnote-id: ftn30;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[30]</span></span></span></a>.
Yaitu bangsawan Buton yang paling banyak memegang jabatan sultan dibadingkan
dengan dua <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kamboru-mboru</i> lainnya
yaitu Tapi-tapi dan Kumbewaha.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: 150%; margin: 18pt 0cm 0.0001pt 21.25pt; text-indent: -21.25pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Si Sakti dari Binongko, dan Istri Kapten
Kapal China</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Di
samping cerita tentang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">betena tombula </i>dan
kisah panglima perang China Dungkuncangia, masyarakat Binongko juga memiliki
memori yang mengisahkan tentang hubungan asal-usul masyarakat Binongko dalam
hubungannya dengan China. Di dalam tradisi lisan masyarakat Binongko,
diceritakan bahwa suatu waktu kapal China lewat di perantaraan pulau Tomia
dengan pulau Binongko. Di pantai ada seorang laki-laki yang sedang membuang
jala, dan melihat sebuah kapal, maka berkatalah lelaki itu bahwa kapal itu
tidak akan mampu meninggalkan pulau Binongko, maka berhari-hari kapal itu
berlayar, maka tidak pernah juga meninggalkan pulau Binongko. Maka kapten kapal
itu, memerintahkan anak buahnya untuk tunun ke darat, dan bertemulah utusan
kapten kapal itu dengan lelaki sakti di daerah benteng palahidu. Dan
berceritalah anak buah kapten kapal China itu bahwa mereka tidak dapat mampu
melewati pulau ini. Maka berkatalah orang sakti bahwa itu bisa melewati selat
ini kalau saya memandikan kapal anda. Maka pergilah ke kapal untuk menyampaikan
utusan itu pada kapten kapal China, maka kapten kapal itu pergi kembali ke
daratan dan minta tolonglah anak buah kapal itu kepada orang sakti itu. Maka
berangkatlah mereka ke kapal. Setiba di kapal China orang Binongko itu
memandikan kapal China itu. Maka berhasillah kapal itu melewati <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pasi</i> atau karang Binongko, dan atas rasa
terima kasihnya, maka berkatalah bahwa silahkan Anda memilih apa saja yang ada
di kapal ini sebagai oleh-oleh, maka berkatalah orang sakti itu bahwa saya mau
memilih sebutir telur, dan ternyata ia tuju adalah istri dari kapten kapal itu.
Maka dinikahkanlah istri kapten kapal China itu dengan orang sakti dari
Binongko dan kemudian melahirkan etnis dengan campuran wajah China dan Binongko
yang mendiami daerah kekuasaan Kapitan Waloindi<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn31" name="_ftnref31" style="mso-footnote-id: ftn31;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[31]</span></span></span></a>
yaitu Binongko bagian selatan yang meliputi Wali, Haka, Waloindi sekarang
(Wawancara, dengan La Karim, 23 Januari 2007).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Dalam
versi yang lain, mitos yang berkembang di dalam masyarakat Binongko, kedatangan
kapal China ini dihubungkan dengan orang sakti dari Benteng Watiwa. Dikatakan bahwa dari benteng ini pernah
dilihat sebuah kapal China yang lewat, tetapi akhirnya dikerjain oleh seorang
pelaut yang berasal dari benteng Fatiwa. Dalam penuturan lisan masyarakat Binongko,
kapal China tersebut tidak dapat meninggalkan selat Tomia walaupun kapal melaju
dengan cepat selama beberapa hari. Kemudian orang itu dipanggil ke kapal untuk
membacakan mantra agar kapal itu dapat bergeser dari selat Tomia. Tetapi orang
tersebut memberikan syarat bahwa ia harus memilih sesuka hatinya di atas kapal
tersebut dan yang dipilihnya adalah istri kapten (nakhoda kapal) yang cantik
jelita dengan berdarah China.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Sirajuddin
Djarudju mengatakan bahwa kedatangan pasukan Mongol melalui Sulawesi Utara<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn32" name="_ftnref32" style="mso-footnote-id: ftn32;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[32]</span></span></span></a>
terus ke selatan (Buton) adalah usaha Mongol untuk menghambat laju perluasan
pasukan Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada. Pengetahuan bangsa Mongol pada kelemahan
pembesar-pembesar Majapahit pada perempuan cantik. Memungkinkan mereka (Mongol)
untuk melakukan strategi perempuan cantik dalam membendung laju ekspansi
Majapahit. Jika dikaitkan dengan cerita-cerita masyarakat Sulawesi Utara yang
mengaku bahwa masyarakat Minahasa adalah pasukan Kubilai Khan, maka Wakaaka
adalah perempuan cantik yang dikirim ke tanah Buton sebagai umpan pembesar
Majapahit (Djarudju dalam Yusran, 2005: 136). Ia menambahkan bahwa tujuan
pengiriman Wakaaka adalah untuk menangkap Gajah Mada. Maka Wakaaka datang di
Buton dengan dikawal oleh pasukan yang kuat yaitu Dungkuncangia raja Tobe-Tobe.
Wakaaka memasuki Wolio (bukit Lelemangura) sekitar tahun 1302 setelah mendengar
berita bahwa Gajah Mada masuk dan menuju Wolio melalui Masiri, Bola dan
kira-kira di sekitar desa Majapahit membelok dan menuju ke arah timur melalui
desa Waboroboro dan Tembus di Surawolio (Djarudju dalam Yusran, 2009: 137). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Selanjutnya,
Sirajuddin Djarudju mengatakan bahwa pada (sekitar tahun 70-an) ada berita
bahwa di di wilayah Kacamatan Batauga (di sekitar desa Majapahit<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn33" name="_ftnref33" style="mso-footnote-id: ftn33;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[33]</span></span></span></a>)
ditemukan kuburan Gajah Mada. Sehubungan dengan ini, Siradjuddin Djarudju
mengatakan bahwa disebabkan oleh mungkin kecapean dan usia yang lanjut dll,
Gajah Mada meninggal di kecamatan Batauga kampung Majapahit, sehingga ia
mengatakan bahwa Gajah Mada meninggal di Buton itu mengandung kebenaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Dengan
demikian, berdasarkan tradisi-tradisi lisan tersebut, Wakaaka adalah seorang
gadis cantik yang berasal dari pasukan Kubilai yang dikirim untuk menghambat
kekuasaan Gajah Mada, yang mendarat di Buton melalui bagian timur yaitu desa
Wabula sekarang. Sehingga dapat diketahui bahwa masyarakat Buton memiliki
kesadaran dan emosi bahwa nenek moyang (Wakaaka Raja Buton I dan Dungkincangia
atau Dungkung Cang Yang) adalah pasukan Kubilai Khan yang datang melawan laju
pergerakan ekspansi Majapahit di timur Nusantara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 21.3pt; text-indent: -21.3pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Beberapa Simbol, sebagai Ruang Pertautan
Budaya Buton – Tionghoa</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Sebagai
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">blue print</i> yang menjadi kompas dalam
kehidupan manusia, kebudayaan merupakan pola dari pengertian-pengertian atau
makna-makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol dan
ditransmisikan secara historis (Greertz dalam Abdullah, 2009: 1). Dengan demikian,
pembicaraan mengenai simbol sebagai ruang pertemuan antara budaya Buton –
Tionghoa merupakan ruang pemaknaan yang memungkinkan ruang interprestasi yang
dapat menuntun kedua masyarakat ini untuk memahami dan bekerja sama dalam
membangun dirinya saat ini. Misalnya, sejarah asal-usulnya, ekonominya,
politiknya serta berbagai model kepemimpinannya, sebagaimana dikatakan oleh
John Man, bahwa Jenghis Khan memiliki karakter kepemimpinan yang khas, yang
pernah ada dalam sejarah manusia dan gayanya akan tetap relevan dengan gaya
kepemimpinan dewasa ini (Man, 2010b: vii).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Oleh
karena itu, penelusuran mengenai simbol-simbol yang digunakan oleh masyarakat
Buton dan Tionghoa, akan membawa kita pada ruang pertemuan di dalam memori
kolektif kebudayaan bangsa Buton, khususnya mengenai etnis Tionghoa di daratan
China. Simbol-simbol tersebut, tentunya tidak hadir dengan sendirinya, tetapi
dibentuk oleh realitas sejarah di zamannya, atau dapat juga bahwa semua itu
adalah ruang seni dan tradisi masyarakat Buton yang melampaui realitas sejarah
zamannya. Sehubungan dengan itu, Irwan Abdullah<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn34" name="_ftnref34" style="mso-footnote-id: ftn34;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[34]</span></span></span></a>
mengatakan bahwa kesenian jauh melampaui kesadaran kita (termasuk di dalamnya
sastra (cerita rakyat) dan kesenian seperti <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti)</i>
merupakan ruang kreativitas masyarakat yang dapat merekonstruksi suatu realitas
sosial budaya masyarakatnya.<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Di
dalam masyarakat Buton, ditemukan beberapa penggunaan simbol yang memiliki
keterkaitan dengan etnis Tionghoa. Beberapa simbol tersebut, yaitu simbol naga,
nenas, bambu dan dunia kahyangan (negeri peri). Dalam masyarakat Buton, simbol
naga dipakai sebagai bumbungan rumah tradisional mereka. Ini tentunya
berhubungan dengan paham mereka bahwa naga itu adalah hewan yang hidup di
langit atau kahyangan. Dalam teks <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti
</i>dikatakan bahwa, /<i style="mso-bidi-font-style: normal;">hempitu nobali na
naga/ </i>“tujuh kali naga berputar”, /<i style="mso-bidi-font-style: normal;">maka
nolara na dunia/</i> “baru kita dapat melihat dunia”. Bandingkan dengan konsep
Raja langit yang dikembangkan oleh Kubilai Khan, ketika ia menguasai daratan
China. Dengan demikian, simbol naga di dalam masyarakat Buton memiliki hubungan
mitologis dengan konsep Kubilai Khan di daratan China.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Namun
kalau kita masuk lebih jauh ke dalam sejarah kebudayaan manusia, maka kita akan
menemukan kebudayaan Babylonia yang memiliki pemahaman yang luas tentang ruang
angkasa (Baal, 1987: 167). Sementara dalam sejarah pelayaran orang Buton,
mereka menggunakan bintang sebagai kompas mereka dalam mengarungi lautan
Nusantara, dan perputaran naga di langit sebagai penunjuk waktu mereka di waktu
malam. Mereka meyakini bahwa naga atau cahaya putih yang memanjang dari selatan
ke utara di waktu malam merupakan naga yang menjaga malam, dan tujuh kali
berputar baru waktu subuh tiba. Motif cerita yang berhubungan dengan langit
juga dapat ditemukan pada mitos masyarakat Gorontalo, dimana dikisahkan bahwa
raja-raja mereka berasal dari langit dan memiliki sifat suka berkelana (Tuloli,
1991: 4).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Simbol
bambu dalam tradisi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">betena tombula </i>tentunya
berhubungan dengan sebutan China sebagai negeri tirai bambu. Tetapi dalam
sejarah kebudayaan bangsa-bangsa di dunia, beberapa kerajaan di Nusantara yang
memiliki cerita yang mirip dengan Buton adalah cerita <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Saweriding </i>di Sulawesi Selatan, Hikayat Negeri Banjar<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn35" name="_ftnref35" style="mso-footnote-id: ftn35;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[35]</span></span></span></a>,
dan Hikayat Negeri Pasai. Sedangkan menurut Thompson, (dalam, Mattulada, 1990:
39; 1966, I : 205) mengatakan bahwa motif cerita yang berasal dari bambu ini
juga di temukan di sekitar Irian, Kei, Indonesia bagian Timur, Batak Toba, Minahasa
serta beberapa bangsa di dunia seperti India, Australia Utara, pada orang
Eskimo di selat Bering, orang Carib, orang Indian Amerika Utara dan Selatan dan
orang Afrika. Tentunya, perlu dipahami semangat zaman pada waktu itu.
Pertanyaan yang paling penting adalah, pada zaman itu (sekitar tahun 1300)
seberapa besar pengaruh kerajaan Mongol di dunia? Sehingga mampu mempengaruhi
pola pikir beberapa kerajaan di Nusantara. Untuk menjawab pertanyaan ini, John
Man mengatakan bahwa kekuasaan Kubilai Khan adalah lebih dari seperlima wilayah
dunia yang hanya dilakukan dalam tiga generasi (Man, 2010b: 2), yaitu dari
Jengis Khan sampai cucunya Kubilai Khan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Di
samping itu, masyarakat Buton sampai saat ini masih dipercaya bahwa topi dan
pedang Dungkuncangia tersimpan di kraton Buton. Sedangkan di dalam masyarakat
Binongko – Wakatobi masih percaya bahwa keterampilan mereka sebagai pandai besi
diyakini merupakan jasa bangsa China yang mengajari mereka menjadi tukang besi.
Di sisi yang lain, La Ode Abu Bakar (dalam Zuhdi 2010: 61-62)<span style="color: red;"> </span>mengatakan bahwa sebutan nama Kepulauan Tukang Besi
merupakan sebutan dari seorang tentara Hitu Maluku yang ditawan oleh kesultanan
Buton di kepulauan tukang besi yang bernama Toluka besi bersama kira-kira tiga
ratus anak buahnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Beberapa
simbol seperti naga yang ada pada masyarakat Buton baik yang ada di bumbungan
rumah tradisional mereka, maupun yang dibangun belakangan di pantai Kamali
merupakan bukti betapa kuatnya pengaruh Tionghoa di dalam kesadaran dan emosi
masyarakat Buton. Dan ini merupakan jejak etnis Tionghoa yang masih tetap ada
dalam kesadaran masyarakat Buton, karena di samping dalam bentuk artefak seperti itu, juga tumbuh
berbagai cerita tentang hubungan dengan bumbungan tersebut dalam masyarakat
Buton.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Berbagai
bentuk cerita dan simbol di atas, di samping berhubungan dengan sejarah, tetapi
yang lebih penting adalah pembentukan citra mengenai masa lalu bangsa Buton
yang berasal dari berbagai etnis bangsa-bangsa di dunia. Ini kemudian
melahirkan hukum yang kuat sebagai pegangan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, serta kemampuan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sara </i>dalam
menjalankan hukum secara konsekuen, dimana semua manusia Buton yang multietnis
tersebut sama dimuka hukum, termasuk sultan<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftn36" name="_ftnref36" style="mso-footnote-id: ftn36;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">[36]</span></span></span></a>.
Oleh karena itu, pembicaraan mengenai cerita rakyat yang mengisahkan tentang
asal-usul masyarakat dalam suatu kebudayaan (Buton), bukannya untuk membongkar
dan menghancurkan tatanan sosial yang ada di dalam masyarakat tersebut, tetapi
untuk menyadari dan memahami, mengapa kerajaan Buton harus menegakkan hukum? Hal
ini disebabkan karena mereka berasal dari berbagai etnis yang berbeda di
Nusantara. Di sinilah, sebenarnya upaya yang harus diperjuangan dalam
memperbaiki masalah-malasah kebangsaan dewasa ini. Jika hukum tidak ditegakkan,
maka berbagai masalah sosial akan terjadi dalam berbagai bentuk perwujudannya
termasuk dalam melawan negara Indonesia saat ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -21.3pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Penutup</span></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Buton memiliki
kesadaran bahwa leluhur mereka (Wakaaka dan Dungkuncagia) merupakan sisa-sisa
pasukan Kubilai Khan yang datang untuk menghambat laju perluasan kekuasaan
Majapahit di bagian Timur pulau Jawa. Dengan demikian, terdapat jejak
masyarakat Tionghoa dalam memori kolektif masyarakat Buton yang tersimpan dalam
tradisi lisan mereka. Ruang memori ini, tentu sangat penting untuk memahami
beberapa kerja sama yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bau-Bau dengan Korea
beberapa tahun yang lalu dalam penulisan bahasa Cia-Cia dengan huruf Korea. Di
samping itu, pelaksanaan survei pengusaha China di Buton untuk pembangunan
pabrik tepung Tapioka dari singkong merupakan ruang-ruang kerja sama sebagai
negeri serumpun. Di sisi yang lain, kerja sama penelitian naskah-naskah Buton
dengan Malaysia beberapa tahun terakhir, merupakan ruang untuk menemukan jejak
Melayu di Buton. Hanya saja prinsip kerja sama harus didudukkan dalam konteks
yang adil, sebagai ruang kesadaran bangsa Buton sebagai negara bangsa yang
multi etnis.</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Tentunya,
dengan membaca kesadaran masyarakat Buton tentang masa lalunya, dan ditunjang
oleh letak Buton yang strategis serta manusianya yang heterogen, maka Buton
merupakan tempat strategis dalam pengembangan usaha dan kerja sama ekonomi dan
politik di masa depan. Jejak Tionghoa, Melayu, Jawa, Kei, Maluku, Bugis
Makassar dan berbagai etnis yang berasal dari berbagai bangsa yang ada di
Buton, merupakan modal sosial bangsa Buton dan berbagai etnis tersebut dalam
melakukan kerja sama di masa depan, terutama dalam pembangunan Sumber Daya
Manusia dan Ekonomi, sehingga kembali terjalin hubungan kekeluargaan di masa
depan sebagaimana di masa lalu. Perlu dicatat bahwa keragaman etnis hanya dapat
berkembang di dalam tatanan hukum yang adil yang disepakati oleh seluruh
komponen keragaman tersebut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -21.3pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Daftar Pustaka</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 42.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; tab-stops: dashed 42.0pt; text-align: justify; text-indent: -42.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Achadiati.
2001. <i>Katalog Naskah Buton Koleksi Abdul Mulku Zahari</i>. Jakarta:
Manassa-Yayasan Obor Indonesia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 49.65pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -49.65pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Benedict, Ruth. 1982. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pedang Samurai dan Bunga Seruni: Pola-Pola
Kebudayaan Jepang (</i>diterjemahkan oleh Pamudji)<i style="mso-bidi-font-style: normal;">. </i>Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">J. Van Baal. 1987. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi
Budaya (Hingga Dekade 1970) </i>diterjemahkan oleh Ipong Purnama Sidhi.
Jakarta: PT. Gramedia. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Junus, Umar. 1984. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sejarah Melayu Menemukan Dirinya Kembali. </i>Petaling
Jaya: Penerbit Fajar Bakti SDN. BHD.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">La Niampe. 2007. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Silsilah Raja-Raja Buton. </i>Kendari: Belum diterbitkan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 42.55pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -42.55pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Man, John. 2010a. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kubilai Khan: Legenda Sang Penguasa Terbesar dalam Sejarah. </i>Jakarta:
Penerbit Pustaka Alvabet</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Man, John. 2010b. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Leadership Secret of Genghis Khan: 21 Pelajaran Kepemempinan dari
Sang Penakluk Paling Gemilang dalam Sejarah. </i>Jakarta: Azakia Publisher.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Mattulada, dkk. 1990.<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> Sawerigading: Folktale Sulawesi. </i>Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Nabbai, Abas. Tidak bertahun. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mutiara Buton yang Terpendam. </i>Bau-Bau:
Sebuah catatan dari masyarakat Buton
belum diterbitkan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Ode, Salim. 2011. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sebuah Catatan Mengenai Kebudayaan Buton. </i>Wangi-Wangi: Belum
diterbitkan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Ras, Johanes Jacobus. 1990. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hikayat Banjar (diterjemahkan Oles Siti Hawa
Saleh). </i>Kualalumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan
Malaysia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 49.65pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -49.65pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Riana, I Ketut. 2009. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kakawin Desa Warnnana Uthawi Nagara
Krtagama: Masa Keemasan Majapahit. </i>Jakarta: Kompas Media Nusantara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Shellabear, W.G.. 1979. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sejarah Melayu. </i>Kuala Lumpur: Penerbit
Fajar Bakti SDN. BHD.</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="line-height: normal; margin-bottom: 18.0pt; margin-left: 49.6pt; margin-right: 0cm; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: -49.6pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Spradley, James P. 1997.
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Metode Etnografi </i>(diterj<i style="mso-bidi-font-style: normal;">. </i>Misbah Zulfa Elizabeth). Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Sutrisno, Sulastrin. 1983. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hikayat Hang Tuah Struktur dan Fungsi. </i>Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "Arial","sans-serif";">Tuloli,
Nani. 1991. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tanggomo: Salah Satu Ragam
Sastra Lisan Gorontalo. </i>Jakarta: Intermasa.</span><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Udu, dkk., 2008. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Studi Teknis Benteng Tindoi. </i>Wangi-Wangi: Laporan Penelitian Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Udu, Sumiman, dkk. 2007. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Benda-Benda Cagar Budaya Kabupaten Wakatobi.</i>
Wangi-Wangi: Laporan Penelitian Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Wakatobi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Yunus, Rahim. 1995. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Posisi Tasauw dalam Sistem Kekuasaan di
Kesultanan Buton pada Abad ke-19. </i>Jakarta: Indonesia-Netherlands
Cooperation In Islamic Studies (INIS).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Yusran, Darmawan. 2009. “Naskah dan
Sejarah Kerajaan Buton serta Silsilah Raja-Raja Buton dan Muna” dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Naskah Buton, Naskah Dunia (Prosiding
Simposium Internasional IX pernaskahan Nusantara di Kota Bau-Bau. </i>Kota
Bau-Bau: Respect.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Zahari, A. M., 1977. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni (Buton)
Jilid II. </i>Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 2.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: -2.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Zahari, A.M., 1977. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni (Buton)
jilid III</i>. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Kebudayaan.</span></div>
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 11pt; line-height: 115%;">Zuhdi, Susanto. 2010. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sejarah Buton yang Terabaikan: Labu Wana Labu Rope. </i>Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada</span>
<br />
<div style="mso-element: footnote-list;">
<br />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[1]</span></span></span></a>
Disampaikan dalam seminar Internasional Melayu Serumun yang dilaksanakan Oleh
Universitas Hasanuddin Makassar bekerja sama dengan Universitas Kebangsan
Malaysia tanggal 8-9 Juni 2011, Unhas.</div>
</div>
<div id="ftn2" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[2]</span></span></span></a>
Dosen FKIP Universitas Haluoleo, dan Direktur Eksekutif Pusat Studi Wakatobi
Yayasan Udu Kolaborasi Global</div>
</div>
<div id="ftn3" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref3" name="_ftn3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[3]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Kuliah kebudayaan yang di CDkan, sebagai rangkaian
kuliah kebudayaan yang dibawakan oleh Prof. Dr. Irwan Abdullah.</span></div>
</div>
<div id="ftn4" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref4" name="_ftn4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[4]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Merupakan nyanyian masyarat Jawa yang mengenang
perjalanan kehidupan Patih Gajah Mada (Riana, 2010).</span></div>
</div>
<div id="ftn5" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref5" name="_ftn5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[5]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Syair kepahlawanan yang menjadi fondasi bangsa
Mongolia, ini juga menjelaskan tentang perjalanan seorang Jengis Khan (Man,
2010: 5). </span></div>
</div>
<div id="ftn6" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref6" name="_ftn6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[6]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Syair yang pada akhirnya menjelaskan tentang kenangan,
impian dan proyeksi Muhamad Idrus Kaimuddin tentang masa lalu dan masa depan
masyarakat Buton, Sultan Buton 29 (Zahari, 1977: 28).</span></div>
</div>
<div id="ftn7" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref7" name="_ftn7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[7]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Berisi tentang nasihat Syeh Haji Abdul Gani, kepada
dirinya, pemerintah, guru dan masyarakat Buton dan dunia tentang tata cara dan
pegangan hidup(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Naskah Anjonga Yinda
Malusa</i>).</span></div>
</div>
<div id="ftn8" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref8" name="_ftn8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[8]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Merupakan Hikayat Melayu yang memuat tentang pandangan
dunia Melayu, yang menurut Nesther Hikayat Hang Tuah merupakan roman yang amat
penting untuk mengetahui tatacara hidup Melayu beberapa abad yang lalu (Nestcher dalam Sutrisno, 1983: 22). Dan
sutrisno memandang bahwa pandangan Nestcher merupakan pandangan yang tepat
untuk hikayat Hang Tuah.</span></div>
</div>
<div id="ftn9" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref9" name="_ftn9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[9]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Sedangkan nama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wolio</i>
sendiri memiliki arti yang berbeda, sebagaian mengacu pada kata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">welia</i> atau menebas, dan ada juga yang
mengacu pada kata “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">wo</i>” artinya saya
dalam bahasa China, dan “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">liong</i>” yang
artinya di sini. Yang kemudian berubah pelafalannya menjadi “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">wolio</i>” (Nabbai, ? : 18). </span></div>
</div>
<div id="ftn10" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref10" name="_ftn10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[10]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Dalam tradisi lisan Buton, mereka mengatakan bahwa
Wakakaa berasal dari negeri peri yang tidak diketahui asal-usulnya, sama dengan
Dungkuncangia yang merupakan raja Toбe-toбe yang kemudian bergabung dengan Wolio.
Dungkuncangia merupakan ayah Waeloncugi yang merupakan istri dari Sibatara cucu
Wakakaa. Namun beberapa sumber yang dikumpulkan oleh (Nabbai, 39-39) mengatakan
bahwa dalam penulisan sejarah Buton terdapat beberapa perbedaan soal keberadaan
Wakaaka, yaitu (1) Wakaaka itu anak raja Jayakatwang yang sudah dewasa yang
sempat dibawa lari oleh Cho Cha Ching atau Kao Shing atau Dungkucangia untuk
dipersembahkan kepada Kubulai Khan dalam buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wolio Morikana </i>oleh La ode Madu); (2) Wakaaka, dari negeri Iraq yang
kawin dengan raja Sang Hai dari kerajaan Kubilai Khan. Nama Wakaaka setelah
dewasa di Sanghai disebut Sri Malwi Mahrama Dewa (dalam buku Riwayat Nenek
Moyang Kita, oleh La Ode Aumane); (3) Wakaaka berasal dari Turki yang pergi ke
Pasai bersama Dungkuncangia (sumber lain, tidak disebutkan oleh Abas Nabbai);
(4) Wakaaka berasal dari negeri Yastrib atau Madinah, ibunya sepupu satu kali
dengan Rasulullah SAW dari Bani Hasyim bernama asli Musarafatul Izzati Al
Fakhiri (dalam buku Sejarah Negeri Buton karya La Ode Ircham); (5) Wakaaka
ditemukan oleh Sangia Langkuru dalam bulu gading dan disebut putri kahyangan
atau putri peri (Zahari, 1977). </span></div>
</div>
<div id="ftn11" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref11" name="_ftn11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[11]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Beberapa kerajaan di Nusantara memiliki cerita yang
sama bahwa raja mereka yang pertama adalah terlahir dari bambu, misalnya yang
terdapat di dalam Hikayat Negeri Pasai (Shallebear, 1979). Ini dapat dipahami
sebagai semangat zamannya, dimana kebudayaan masyarakat saat itu menemukan
sesuatu yang besar di luar dirinya. Dan aspek yang berpengaruh di luar diri
manusia tersebut adalah pohon bambu, atau ini mungkin memiliki hubungan dengan
kebesaran China di masa lalu.</span></div>
</div>
<div id="ftn12" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref12" name="_ftn12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[12]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Taalami mengatakan bahwa pemberian nama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hikayat Negeri Buton</i> diambil dari salah
satu kalimat yang ada di dalam teks <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hikayat
Negeri Buton</i> (Akhadiati, 2001) dan (Wawancara, dengan La Ode Taalami
tanggal 9 April 2011, pukul 09:10)<i style="mso-bidi-font-style: normal;">.</i></span></div>
</div>
<div id="ftn13" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref13" name="_ftn13" style="mso-footnote-id: ftn13;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[13]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bambu tumbila</i>,
merupakan jenis bambu yang besar tetapi tipis.</span></div>
</div>
<div id="ftn14" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref14" name="_ftn14" style="mso-footnote-id: ftn14;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[14]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Dalam kehidupan masyarakat Buton dewasa ini, etnis
Buton yang memiliki wajah dan kulit sebagaimana dikatakan oleh Siradjudin
Djarudju di atas, masih ditemukan pada etnis Wabula di Pasar Wajo atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Daoa Wajo.</i></span></div>
</div>
<div id="ftn15" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref15" name="_ftn15" style="mso-footnote-id: ftn15;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[15]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Si Panjongan adalah kepala rombongan masyarakat Buton
yang berasal dari Johor bersama anggota keluarga dan handitolannya mereka
mendarat di Buton dan sudah disambut oleh masyarakat di beberapa kerajaan yang
telah ada sebelum kerajaan Buton.</span></div>
</div>
<div id="ftn16" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref16" name="_ftn16" style="mso-footnote-id: ftn16;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[16]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Ini disebabkan oleh memori si pencerita, atau bisa
jadi karena di dalam tradisi lisan, ruang komposisi dapat saja di pengaruhi
oleh konteks penceritaan, sehingga variasi cerita <i style="mso-bidi-font-style: normal;">betena tombula </i>lebih kaya di dalam tradisi lisan.</span></div>
</div>
<div id="ftn17" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; tab-stops: -12.0pt 138.0pt; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref17" name="_ftn17" style="mso-footnote-id: ftn17;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[17]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Tokoh Dungkucangia, menurut cerita orang-orang tua
Buton berasal dari China, yaitu sama dengan asal-usul Wakaakaa yang terlahir
dari dunia peri yang menjelma di dalam pohon bambu (Naskah silsilah Buton
dengan nomor di KTLV </span><span style="color: black; font-size: 9pt;">178/Jawi/19/43 R. 3.25).</span></div>
</div>
<div id="ftn18" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref18" name="_ftn18" style="mso-footnote-id: ftn18;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[18]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Diposting tanggal 9 April 2011, pada blog Buton Raya,
hal ini dibenarkan juga oleh Agus Risdianto yang mengatakan bahwa Dungnchangia
adalah panglima perang bangsa Mongol. </span></div>
</div>
<div id="ftn19" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref19" name="_ftn19" style="mso-footnote-id: ftn19;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[19]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Sehubungan dengan nama ini, (Nabbai hal. 22)
mengatakan bahwa Dungkuncangia merupakan satu satu dari tiga jenderal yang
diutus oleh Kubilai Khan, yaitu Sihpi, Ikamase, Kau Hsing (dalam sejarah
Buton ditulis Kao Cing atau Khun Khan
Ching) atau Dungku Cangia atau dalam juga di tulis dengan nama Dung Kung Sang
Hiang artinya panglima perang.</span></div>
</div>
<div id="ftn20" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref20" name="_ftn20" style="mso-footnote-id: ftn20;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[20]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"> Nabbai, (hal, 26) kemudian
menjelaskan bahwa Dungkuncangia berlayar ke timur mengikuti angin barat dengan
perahunya bersama pasukannya laki dan perempuan dan mereka mendarat di Buton
selatan yang sekarang disebut Wabula. Dalam pelayaran itu, mereka membawa
bendera <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ula-ula</i> atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tombi pagi</i> yang kemudian menjadi bendera
kebangsaan Buton sampai sekarang.</span></div>
</div>
<div id="ftn21" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref21" name="_ftn21" style="mso-footnote-id: ftn21;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[21]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Di dapatkan
dari cacatan Salim Ode, S.Sos, yang berisi tentang sejarah Buton, yang konon
kabarnya di tulisnya dari apa yang didengarnya sejak kecil. </span></div>
</div>
<div id="ftn22" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref22" name="_ftn22" style="mso-footnote-id: ftn22;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[22]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Dalam cerita rakyat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wa Surubaende</i>, dikatakan bahwa masyarakat Wangi-Wangi berasal dari
masyarakat Kei di Maluku Selatan (Wawancara dengan Wadamusa, 2007). Dan dalam
Masyarakat Key, juga mengakui bahwa mereka bersaudara dengan masyarakat Buton,
hal ini sebagaimana dikatakan oleh Mariana (Wawancara, tanggl 11 April 2011)
bahkan Imran mengatakan bahwa ketika mengajar di Werinama, seorang dokter dari
Kei memberikan pelayanan yang khusus untuk pasien yang berasal dari Buton.</span></div>
</div>
<div id="ftn23" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref23" name="_ftn23" style="mso-footnote-id: ftn23;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[23]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Tentunya, ini sangat bertentangan dengan sejarah
Majapahit yang melakukan pembunuhan terhadap tentara Tar-Tar pada acara
perjamuan penerimaan hadiah berupa putri Tumapel tersebut (Muljana, 2005: 200).
Namun, jika melihat kesadaran dan memori orang Buton, maka jelaslah tergambar
bagaimana mereka memiliki pandangan dunia bahwa ada hubungan kekerabatan yang
erat antara Buton dengan etnis Tionghoa.</span></div>
</div>
<div id="ftn24" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref24" name="_ftn24" style="mso-footnote-id: ftn24;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[24]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"> Dalam buku John Man mengenai Kubilai
Khan, tidak menguaraikan peristiwa ini, namun melukiskan kekacauan diberbagai
negeri sebagai akibat melemahnya dan meninggalnya Kubilai Khan.</span></div>
</div>
<div id="ftn25" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref25" name="_ftn25" style="mso-footnote-id: ftn25;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[25]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Togo Motondu </i>merupakan
salah satu kerajaan yang wilayahnya sekarang meliputi daerah Lasalimu dan Pasar
Wajo sekarang. Dalam tradisi lisan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Togo
Motondu</i> dijelaskan bahwa negeri itu dilanda oleh air bah yang besar. Ini
merupakan ingatan kolektif masyarakat Buton tentang patahan lempeng bumi yang
pernah menghancurkan satu kerajaan.</span></div>
</div>
<div id="ftn26" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref26" name="_ftn26" style="mso-footnote-id: ftn26;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[26]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Kerajaan Tindoi merupakan kerajaan yang paling tua di
Wakatobi jika dibandingkan dengan kerajaan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
keramik yang ada, bahwa di Benteng Tindoi, belum ditemukan keramik, sementara
sisa-sisa kehidupan manusia masih berupa kulit kerang dan gerabah, jika
dibandingkan dengan beberapa benteng yang lain di Wakatobi sudah ditemukan
beberapa keramik (Udu, dkk. 2008).</span></div>
</div>
<div id="ftn27" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref27" name="_ftn27" style="mso-footnote-id: ftn27;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[27]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"> Perkawinan Batara guru dengan Wa
Eloncugi</span></div>
</div>
<div id="ftn28" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref28" name="_ftn28" style="mso-footnote-id: ftn28;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[28]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Asal-usul kedua Wakaaka dan Dungkuncangia di dalam
tradisi lisan maupun naskah Buton dikenal berasal dari negeri peri atau
kahyangan, ini dapat dihubungkan dengan kerajaan Kubilai yang mengangkat
dirinya sebagai putra langit dan mengambil nama Yuan untuk nama dinastinya
(Bdk. dengan Muljana, 2005: 153).</span></div>
</div>
<div id="ftn29" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref29" name="_ftn29" style="mso-footnote-id: ftn29;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[29]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Untuk kepentingan menghidupkan kembali memori mereka
tentang budaya Buton masa lalu, generasi Buton yang bergabung dalam dunia maya
Grop Buton Raya membicarakan konsep <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Tarian
Balaba dan Syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti</i></b><i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i>sebagai ruang rekulturasi budaya Buton,
dimana Tarian Balaba sebagai ruang melatih fisik anak-ana Buton dan syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>sebagai ruang konstruksi pikiran
dan jiwa anak-anak Buton, seperti halnya dalam tradisi Jepang yang menggabungkan
semangat <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">pedang samurai dan bunga seruni</b>
sebagai energy dalam pembangunan bangsanya.</span></div>
</div>
<div id="ftn30" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref30" name="_ftn30" style="mso-footnote-id: ftn30;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[30]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Dalam Kesultanan Buton mengenal tiga bangsawan Buton
yang dikenal dengan konsep <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kamboru-mboru
tolu palena </i>yang terdiri dari Tapi-Tapi, Tanailandu dan Kumbewaha. Konsep<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> kamboru-mboru tolu palena </i>menurut saya
merupakan tiga golongan bangsawan yang cenderung bekerja sebagai partai politik
saat ini yang bertugas untuk mengusung calon sultan dari kaumnya. Dari 31 Sultan
yang jelas keberadaannya dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kamboru-mboru
tolu palena</i> maka Tanailandu mempunyai 14 orang Sultan, Kumbewaha 10 Sultan,
3 orang Sultan dari Tapi-Tapi (Zuhdi, 2010: 333-334).</span></div>
</div>
<div id="ftn31" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref31" name="_ftn31" style="mso-footnote-id: ftn31;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[31]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kapitan Waloindi </i>merupakan salah seorang tokoh yang berkuasa di
Binongko dan melakukan peperangan terhadap Wolio. Konon kabarnya, Waloindi
merupakan turunan dari orang sakti itu, dan kemudian diyakini oleh orang
Binongko sebagai tokoh sejarah nasional yang dikenal sebagai Patimura di
Maluku.</span></div>
</div>
<div id="ftn32" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref32" name="_ftn32" style="mso-footnote-id: ftn32;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[32]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Dalam tradisi lisan masyarakat Minahasa, nenek moyang
orang Minahasa adalah Toar Lumimuut juga lahir di dalam bambu. Namun dalam
tradisi yang lain, masyarakat Minahasa juga mengatakan bahwa mereka juga adalah
turunan Marinir Kubilai Khan (Djarudju dalam Yusran, 2005: 136).</span></div>
</div>
<div id="ftn33" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref33" name="_ftn33" style="mso-footnote-id: ftn33;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[33]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Tahun 2004 yang lalu bersama rombongan, saya menuju
kuburan Gajah Mada dengan dituntun oleh masyarakat Lokal dan kuburan itu berada
di tengah hutan yang hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Sirajuddin
Djarudju menambahkan bahwa di dalam buku IPS Sejarah Penlok P3G di Pandaan Jawa
Timur tahun 1901, ada yang pernah mengatakan bahwa Gajah Mada meninggalkan tiga
amanah di tiga tempat yaitu Surakarta, Surabaya, dan satunya berada di luar
pulau Jawa yang hingga sekarang belum diketahui, maka menurut Sirajuddin, bahwa
itu adalah Surawolio, “sura” artinya “amanah” (Djarudju dalam Yusran, 2009:
137).</span></div>
</div>
<div id="ftn34" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref34" name="_ftn34" style="mso-footnote-id: ftn34;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[34]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"> Materi kuliah Umum Kebudayaan yang
berhasil di CDkan. Pada bagian ketiga dengan judul “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Konstruksi Budaya atas Realitas</i>” mengatakan bahwa kesenian
merupakan ruang konstruksi budaya dalam suatu masyarakat. </span></div>
</div>
<div id="ftn35" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref35" name="_ftn35" style="mso-footnote-id: ftn35;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[35]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt; line-height: 115%;"> Dalam Hikayat Negeri Banjar, Raja
Iskandar menikah dengan putri dari Kahyangan yang bernama Dewi Ratna Kusuma
Puteri Batara Bisnu (Ras, 1990: 23). </span></div>
</div>
<div id="ftn36" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470#_ftnref36" name="_ftn36" style="mso-footnote-id: ftn36;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9pt; line-height: 115%;">[36]</span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"> Sultan La Cila atau Oputa Igogoli merupakan salah satu
contoh penegakan hukum yang pernah terjadi di Buton. Karena Sultan terbukti
memngganggu istri pejabat kerajaan, dan di dalam riwayat yang lain dikatakan
bahwa Mardan Ali di hukum karena tidak mau menghukum orang-orang Buton yang
pernah membunuh Belanda dari Sultan Ternate (Mandarsyah), tetapi Mardan Ali
tetap bersikukuh untuk tidak melakukan hukuman (Yunus, 1995: 40), maka akhirnya
ia jatuhi hukuman mati tanpa memandang bulu (Zahari, 1977: 30). Untuk mengabadikan
penegakan hukum tersebut, kemudian Sultan La Cila disebut dengan Oupta I
gogoli.</span></div>
</div>
</div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-91758781132522414352012-03-10T22:07:00.000-08:002012-03-10T16:19:54.711-08:00ASAL MULA MANUSIA-MANUSIA SAKTI DATANG BERMUKIM DI PULAU BUTON<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="color: red;">
<b style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Oleh : Ali Habiu</b></div>
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEh2sD285xJT4s3O8hbXwgT8WKWi071t0Onsia7oCkEZd_mk_2z29Yhebx3eQBYL2V8WcTiGD4uG1Yofn7WGGalc-dT_BRVO0wFctKMstzwsccoHbyIsB_azSRG3WIv6gHr49KN88zPik/s1600/manusia+sakti.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEh2sD285xJT4s3O8hbXwgT8WKWi071t0Onsia7oCkEZd_mk_2z29Yhebx3eQBYL2V8WcTiGD4uG1Yofn7WGGalc-dT_BRVO0wFctKMstzwsccoHbyIsB_azSRG3WIv6gHr49KN88zPik/s320/manusia+sakti.jpg" width="267" /></a></div>
<ol style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">
<li><i style="color: lime;"><b>Manusia-manusia sakti</b></i> pertama yang datang bermukim mendiami pulau Buton adalah <b style="color: blue;">ABDUL GAFUR dan ABDUL SYUKUR</b> berasal dari Madinah bersama rombongannya kira-kira pada tahun ke III Hijriah atau tepatnya 684 Masehi, belum ada satupun sejarah Buton yang mengkisahkan secara jelas tentang Armada apa yang ditumpangi oleh <b style="color: blue;">ABDUL GAFUR dan ABDUL SYUKUR</b> ini yakni merupakan utusan Rasulullah Muhammad SAW diutus tahun 624 Masehi serta berapa besar jumlah rombongannya, termasuk apakah rombongan-rombongan ini terdiri dari kaum hawa atau semua dari kaum adam. Kemudian setelah menetap beberapa lama di pulau Buton lantas <b style="color: red;">Abdul Gafur</b> dan <b style="color: red;">Abdul Syukur</b> pulang kembali ke <b style="color: magenta;">Mekkah</b> untuk melapor hasil temuannya yakni pulau Buton (Al Bathniy) dan pulau Muna (Al Munajat), namun tak jelas apakah rombongannya semua juga pulang atau menetap disana? Oleh karena itu masih diperlukan suatu penelitian ilmiah secara aksiologis untuk membuka tabir dari kisah ini.</li>
<li><i style="color: lime;"><b>Manusia sakti ke dua</b></i> yang datang bermukim mendiami pulau Buton adalah <b style="color: blue;">PUTRI KHAN </b>beserta 299 orang rombongannya berasal dari daerah cina islam Tar-Tar asal garis keturunan Saidina Ali Bi Abithalib. Rombongan ini diperkirakan datang di pulau Buton pada abad IX Masehi atau sekitar tahun 978 dan berukim di Kamaru. Dalam riwayat sejarah khusus yang berkembang di golongan masyarakat tertentu di Lasalimu menyebutkan bahwa Putri Khan pernah berkuasa di Kamaru dan merupakan orang sakti dengan tugas utama sesuai perintah spiritual yang diberikan secara ghaib oleh Rasulullah Muhammad SAW adalah membentengi semua harta-harta milik nabi Adam Alaihissalam yang terdapat di pulau Buton yang saat itu muncul dipermukaan secara sembarangan agar kelak orang tidak bisa menemukannya bila bukan karena izin dan kehendak Allah SWT. Dia meninggal dunia di Gunung Ba’ana Meja Kamaru tepatnya dibawah pohon asam dan pasukannya lama bermukin di Lasalimu hingga membuat kerajaan-kerajaan kecil disana. Masih diperlukan pembuktian secara epistemologis kisah ini untuk mengungkap secara teoritis seberapa banyak pengembangan keturunan dari rombongan ini, apakah putri Khan memiliki keturunan disana dan siapa suaminya ataukah dia menjadi perawan tua hingga menemui ajalnya di Kamaru serta apa nama kapal atau armada yang ditumpangi oleh putri ini?</li>
<li><i style="color: lime;"><b> Manusia sakti ke tiga</b></i> yang datang bermukim mendiami pulau Buton adalah <b style="color: blue;"><span style="color: blue;">S</span>I PANJONGA </b>orang sakti yang berasal dari suku melayu negeri Pasai. Dia meninggalkan tanah asalnya pada tiga likur malam bulan sya’ban tahun 634 Hijriah atau tahun 1213 Masehi dengan mengajak <b style="color: blue;">SI TAMANAJO</b> sebagai pembantu utamanya serta 40 orang kepala keluarga. Kepergian <b style="color: blue;">Sipanjonga</b> dan rombongannya dari negeri asalnya adalah untuk memenuhi panggilan leluhurnya yaitu mencari daerah yang diberitakan oleh leluhurnya untu ditempati. Kapal yang ditumpangi rombongan ini bernama <b style="color: orange;">“LAKULEBA”</b> dengan bendera Longa-Longa yakni warna hitam-putih selang-seling sebagai bendera kerajaan leluhurnya dikibarkan bagian depan buritan kapal. Pada tahun 1236 Sipanjonga mulai pertama kali mendarat dan menginjakkan kakinya di pulau Butonpada sebuah desa bernama Lakaliba.</li>
<li><i style="color: lime;"><b> Manusia sakti ke empat</b></i> yang datang bermukim mendiami pulau buton adalah <b style="color: blue;">SI MALUI</b> dan adiknya bernama <b style="color: blue;">SI BAANA </b>dan pembantu utamanya <u><i style="color: red;"><b>si Jawangkati.</b></i></u> Si Malui berasal dari daerah Bumbu negeri Melayu Pariaman. Dia meninggalkan negerinya pada 15 hari bulan sya’ban tahun 634 Hijriah dan membawa rombongan 40 orang kepala keluarga. Kapal yang ditumpangi oleh si Malui dan rombongannya bernama <b style="color: orange;"><span style="color: magenta;">“POPANGUA”</span> </b>dan diburitan kapal yang mereka tumpangi itu dikibarkan bendera asal kerajaan leluhurnya bernama <i style="color: lime;"><b>Buncaha</b></i> dengan warna kuning-hitam selang-seling. Si Malui mendarat pertama di Kamaru pulau Buton dengan membuat benteng pertahanan dinamai Wonco. <u><i style="color: red;"><b>Si Jawangkati</b></i></u> bermukim di Wasuemba Lasalimu dan membuat benteng pertahanan bernama Koncu.</li>
<li><i style="color: lime;"><b> Manusia sakti ke lima</b></i> yang datang bermukim mendiami pulau Buton adalah <b style="color: blue;">MUSARAFATUL IZZATI AL FAKHRIY</b> atau orang kenal dengan nama kecil <b style="color: lime;">WA KAA-KAA </b>ditemani oleh orang-orang sakti bernama <b style="color: blue;">MUHAMMAD AL IDRUS, KHUN KHAN CING dan SANG RIA RANA</b> beserta 40 orang kepala keluarga dengan berangkat meninggalkan istana pasai pada tahun 1298 Masehi menggunakan kapal bernama <b style="color: red;">Magela Hein,s.</b> <b style="color: lime;">Muhammad Ali Idrus</b> dan <b style="color: lime;">Musarafatul Izzati Al Fakhriy</b> adalah keturunan para wali-wali Allah SWT, apa yang dikehendaki atas izin Allah SWT akan menjadi kenyataan dan selalu terkabul. Mereka tiba pertama kali di pulau Buton menginjakkan kakinya dibagian tenggara pulau Buton dan selanjutnya bermukim di <b style="color: blue;">Tobe-Tobe.</b></li>
<li><b style="color: lime;"><i>Manusia sakti ke enam</i></b> yang datang bermukim mendiami pulau Buton adalah <b style="color: blue;">RADEN SIBATARA </b>ditemani oleh adiknya bernama <b style="color: blue;">RADEN JUTUBUN dan PUTRI LASEM LAILAN MANGRAINI).</b> Ketiga kakak beradik ini dating dari tanah Jawa asal Kerajaan Mataram sebelum bergabung dengan Kerajaan Majapahit diperkirakan pada tahun 1316 Masehi. Mereka ketiga kaka beradik itu merupakan putra-putri <b style="color: red;">RADEN WIJAYA</b> sebagai Raja Mataram. Kedatangan putra-putri Raden Wijaya itu ke pulau Buton menggunakan 2 armada. Satu armada dipimpin oleh Raden Sibatara dan adiknya bernama Putri Lasem atau Laila manggraini beserta 40 orang kepala keluarga dan satu armada lainnya dipimpin oleh Raden Jutubun dengan membawa 40 orang kepala keluarga. Masing-masing armada dibagian depan buritan kapal dipasang bendera leluhurnya yakni merah-putih atau disebut Dayialo. Setibanya di pulau buton mulai mendaratkan kakinya di Betoambari dan kapalnya berlabuh diteluk Kalampa.</li>
<li><i style="color: lime;"><b>Manusia sakti ke tujuh </b></i>yang datang bermukim mendiami pulau Buton ialah <b style="color: blue;">KAUDORO </b>diperkirakan tahun 1317 dan berasal dari Sumatera bagian Selatan. Tujuan kedatangannya adalah untuk mencari leluhurnya yang telah lama merantau di pulau Buton. <b style="color: red;">Kaudoro </b>datang mencari pulau Buton dengan membawa rombongan dengan mengendarai Kapal laut dimana didepan buritan kapal dipasang bendera dari asal leluhurnya yakni bendera dengan ukuran lebar sebahu orang dewasa dan panjang sebelah dada sampai ujung jari orang dewasa dengan terdapat lingkaran merah berukuran setapak tangan orang dewasa dan ditengah-tengah bendera terdapat warna putih terbelah dua dan di Buton dikenal dengan nama <b style="color: red;">“Tombiyiseka”.</b> Pertama kali menginjakkan kakinya di pulau Buton tepatnya di Sampolawa.</li>
<li><i style="color: lime;"><b> Manausia sakti ke delapan</b></i> yang datang bermukim mendiami pulau Buton bernama <b style="color: blue;">BANCA PATOLA </b>dengan berangkat meninggalkan negerinya hanyalah semata mencari saudaranya bernama <b style="color: blue;">KAUDORO </b>yang bertujuan ke pulau Buton. Kedatangan <b style="color: blue;">BANCA PATOLA </b>di pulau Buton diperkirakan pada tahun 1319 dan sebelum tiba di pulau Buton terlebih dahulu dia singgah di Luwu dan sempat kawin disana dengan <b style="color: blue;"><span style="color: blue;">T</span>ANDRIABE </b>yang merupakan anak dari Raja Luwu pertama bernama Sawerigading. Menurut pengakuan <b style="color: blue;">BANCA PATOLA </b>bahwa Sawerigading itu merupakan anak dari Khun Khan Cing atau dikenal dengan gelar Dung Kung Sang Hiang. <b style="color: blue;">BANCA PATOLA</b> datang mencari pulau Buton dengan menumpangi kapal laut dimana didepan buritan kapal dikibarkan bendera leluhurnya bentuknya menyerupai ikan pari dan dinamai “Tombi Pagi”. BANCA PATOLA karena sangat rindu dengan ayahnya bernama Kunaifi Raja Batu Kara yang rupanya sudah lama tinggal di pulau Munajat serta adiknya <b style="color: red;">KAUDORO</b> dengan<span style="color: blue;"> </span><b style="color: #b4a7d6;"><span style="color: blue;">SANG RIA RANA</span> </b>telah tinggal di pulau Buton, maka BANCA PATOLA nekad meninggalkan istrinya di istana Raja Luwu Sulawesi Selatan untuk menemui ayah dan saudaranya itu. Mula pertam kali <b style="color: blue;">BANCA PATOLA </b>menginjakkan kakinya di pulau Buton adalah di Bungi Sorawolio.</li>
</ol>
<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">
Berdasarkan kisah kedatangan manusia-manusia sakti di pulau Buton dapat ditarik kesimpulan bahwa pulau Buton pertama kali sama sekali tidak berpenghuni manusia melainkan para wali-wali Allah. Perpaduan secara patrimonial dan matrimonial atas kawin silang dari masing-masing orang sakti tersebut menghasilkan keturunan-keturunan yang berkembang kepenjuru dunia dan ada hubungannya dengan <i style="color: magenta;"><b>Arabia, Mongolia, Cina, Tibet, Tar-tar, Melayu, Johor, Jawa, Jerman, Belanda, Inggeris, Turki. </b></i>Olehnya itu kisah epistemologis ini masih perlu dibuktikan secara ilmiah melalui suatu penelitian yang dilakukan oleh para pakar yang ahli dibidang ini untuk menguak tabir para Raja-Raja, Sultan-Sultan baik di pulau Jawa, Sumatera, Johor, Cina-Tibet, Belanda dlsb apakah mereka masih ada hubungan darah dekat dengan mereka para manusia-manusia sakti tersebut?. Mengapa orang-orang sakti tersebut hanya mencari pulau Buton! Padahal di wilayah nusantara masih banyak pulau-pulau lain yang jauh lebih bagus fanoramanya? Apakah mereka mendapat perintah spiritual atau perintah ghaib untuk menjaga pulau Buton? Dengan demikian masyarakat dunia akan mengetahuinya akan kebesaran pulau Buton pada zamannya.<b>****</b></div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-42843246075205497102012-02-08T18:52:00.000-08:002012-02-10T01:10:20.510-08:00BENTENG LIYA POSTULAT DIBUAT OLEH ROMBONGAN SI PANJONGA, SI MALUI DAN BAU BESI SEBELUM MEREKA MASUK KE TANAH BUTON<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="color: red;">
<b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">OLEH : ALI HABIU</span></b><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: red;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="color: red;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-byL7EybGg-0/Txu23ybEfCI/AAAAAAAAB4Q/fRcuq16liYY/s1600/BENTENG+KUNO.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-byL7EybGg-0/Txu23ybEfCI/AAAAAAAAB4Q/fRcuq16liYY/s1600/BENTENG+KUNO.jpg" /></a></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"></span></b><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> </span><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Berdasarkan
data sementara hasil observasi lapangan di beberapa tempat bekas lokasi
benteng-benteng tertua di buton seperti di <b><i><span style="color: magenta;">Benteng
Wonco Kamaru,</span></i></b> <b><i><span style="color: magenta;">Benteng
Koncu di Wabula Wasuemba Lasalimu,</span></i></b><i> <b><span style="color: magenta;">Benteng Tobe-Tobe di Sulaa</span></b> , <b><span style="color: magenta;">Benteng Kamasope di puncak gunung Lambelu di Kapuntori</span></b></i>.
Postulat dapat disimpulkan bahwa keberadaan struktur pasangan Benteng Liya sama
dengan struktur pasangan yang terdapat pada keempat benteng tersebut. Baik
tebal benteng, cara menyusun batuan dan tinggi benteng serta modelnya Benteng
Liya sama menyerupai Benteng Wonco dan Benteng Koncu, Benteng Tobe-Tobe dan
Benteng Kamasope.</span></div>
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> </span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Berdasarkan
Buku Perak Buton yang berjudul <b>“Assajaru Haliqa Daarul Bathniy wa Daarul
Munajat”</b> yang ditulis bersama oleh : <b><span style="color: red;">Si
Panjonga, Si Tamanajo, Si Malui, Si Jawangkati, Bau Besi (Raden Jutubun)</span></b>
pada awal Abad ke XIII dalam bahasa arab gundul (bahasa buton asli) yang
kemudian diterjemahkan oleh <b><i><span style="color: blue;">seorang ulama besar dan
Imam Mesjid Agung Gresik Ustaz Akbar Maulana Sayid Abdul Rahman Hadad tahun
1863 di Gersik</span></i> </b> telah mengemukakan fakta-fakta otentik atas
perjalanan Si Panjonga, Si Malui, Raden Jutubun, Si Jawangkati dan lainya
menuju tanah Buton dan mereka datang atas amanah leluhurnya. Pertanyaan
kemudian muncul dibenak kita mengapa para leluhur dari masing-masing orang
sakti tersebut memberi amanah kepada mereka untuk mendatangi pulau Buton ?.
Tentu jawabnya adalah ini ada hubungan dengan Raja pertama-tama yang ada di
pulau Buton yakni <span style="color: black;">bernama</span><span style="color: lime;"> <b>Putri Khan</b></span> dari keturunan Mongol-Tiber-persia
yang memerintah sejak pertengahan abad ke IX dan bertahta di gunung Ba'ana Meja
Kamaru. </span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwJsQY10U3HXXOOyIxKnAfVEbqoB_Otj6hu7gf6Xcj6H3kCOdvavYTy2jyp6fYIWBvq0i1fDurnu4-wrlAKV5U-UL6ETQcNLRhPBnQofEyQ7t9Ne85tSb-iqshiAEPKR5Wx5o9bk1RRwA/s1600/IMG_1491.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwJsQY10U3HXXOOyIxKnAfVEbqoB_Otj6hu7gf6Xcj6H3kCOdvavYTy2jyp6fYIWBvq0i1fDurnu4-wrlAKV5U-UL6ETQcNLRhPBnQofEyQ7t9Ne85tSb-iqshiAEPKR5Wx5o9bk1RRwA/s640/IMG_1491.JPG" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Raja <b><span style="color: lime;">Putri Khan</span></b> ini datang ke
pulau buton atas perintah spritual para leluhurnya untuk tugas tertentu dan
membawa prajurit perang sebanyak 299 orang dengan mengendarai armada kapal
sebanyak 9 buah. Hubungan-hubungan paralel kerajaan di nusantara terutama pulau
Jawa dan Sumatera diduga sudah mulai terjalin dengan adanya keberadaan Raja <b><span style="color: lime;">Putri Khan</span></b> ini yang mana para prajuritnya sudah
barang tentu akan sering mengunjungi negeri asalnya untuk keperluan logistik.
Disini pula cikal bakan munculnya permukiman para wali di pulau Oroho Liya yang
dalam bahasa sang sekerta pulau oroho ini di sebut <b><i><span style="color: red;">ken-o-roh-an</span></i></b> artinya pulau yang dipenuhi oleh
para wali. Di pulau oroho ini telah diketemukan bekas-bekas hunian zaman dahulu
kala dengan adanya benteng-benteng tua dan gua-gua tempat permukiman.
Pengungkapan lebih lanjut tentang adanya permukiman tua di pulau Oroho ini akan
ditindaklanjuti oleh sebuah penelitian ilmiah oleh Devisi Pernaskahan dan
Pengembangan Sejarah Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia setelah terlebih
dahulu menyelesaikan tuntas atas penelitian Makam Gajah Mada di wilayah Liya
dan Buton.</span><br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-5nYcEF3C1EQ/TyXcnJEUCTI/AAAAAAAAB5A/l4N52iyCnvw/s1600/IMG_0368.JPG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="http://1.bp.blogspot.com/-5nYcEF3C1EQ/TyXcnJEUCTI/AAAAAAAAB5A/l4N52iyCnvw/s640/IMG_0368.JPG" width="640" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br />
<b><i><span style="color: red; font-family: "Arial","sans-serif";">Si Panjonga, Si Malui, Si
Jawangkati dan Raden Jutubun atau Bau Besi</span></i></b><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> dalam pelayaran dari negeri asalnya
setelah melalui selat Jawa dan sebelum sebelum memasuki ke tanah Buton terlebih
dahulu singgah di kepulauan <b><span style="color: lime;">Wangi-Wangi.</span></b>
Kepulauan Wangi-wangi dalam gugusan pulau-pulau tukang besi merupakan kepulauan
yang terbesar dari gugusan lainya dengan luas <i><span style="color: red;">156,5
km2</span></i>, sedangkan pulau <b><span style="color: lime;">Kaledupa</span></b>
hanya memiliki luas <i><span style="color: red;">64,8 km2 </span></i> dan <b><span style="color: lime;">Tomia</span></b> <i><span style="color: red;">52,4 km2 </span></i>serta
<b><span style="color: lime;">Binongko</span></b> <i><span style="color: red;">98,7
km2.</span></i> Disamping itu kepulauan wangi-wangi memiliki nilai
strategis karena disamping memiliki dataran yang luas juga di apit oleh
pegunungan rendah serta memiliki cekungan daratan yang rendah yang terdapat di
wilayah Liya-Mandati disamping memiliki banyak gua-gua yang luas sehingga cocok
untuk area persembunyian dan pertahanan dari serangan tenntara Mongol dibawah
kekuasaan Khubilai Khan ketika itu.</span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-XTtFhj1rutU/TygJUpYco-I/AAAAAAAAB5M/NlTk3gQf9ko/s1600/IMG_0371.JPG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="http://4.bp.blogspot.com/-XTtFhj1rutU/TygJUpYco-I/AAAAAAAAB5M/NlTk3gQf9ko/s640/IMG_0371.JPG" width="640" /></a></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b><span style="color: red; font-family: "Arial","sans-serif";">Si Panjonga</span></b><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">
adalah orang sakti berasal dari Suku melayu dari negeri pasai meninggalkan
negeri asalnya pada tiga likur malam bulan sya’ban tahun 634 Hijriah dengan
mengajak <b style="color: lime;">Si Tamanajo</b> sebagai pembantu utamanya serta serta 40 orang kepala
keluarga sebagai pengikutnya. Kepergian rombongan besar ini dari negeri asalnya
adalah mencari daerah yang telah diberitakan oleh leluhurnya untuk ditempati.
Informasi tentang keberadaan pulau Buton dan Wangi-wangi ini kepada leluhur Si
Panjonga adalah dari Putri Khan dan pasukannya yang telah mendiami Kamaru pulau
Buton sekitar pertengahan abad ke IX yang dibuktikan dengan keberadaan situs
Ba’ana Meja dan situs bekas sandal kiri Raja tersebut. <b><span style="color: red;">Si Panjonga </span></b>membuat benteng pertahanan dan
permukiman di bukit Tobe-Tobe di Sulaa. Kemudian Si Tamanajo mendirikan benteng
pertahanan dan permukiman yaitu benteng Kamosope di puncak gunung Lambelu
Kamuntori. Sebelum mereka membuat benteng tersebut di tanah buton, pada saat
mereka menyinggahi dan bermukim sementara di pulau Wangi-Wangi mereka diduga
membuat benteng Liya lapis ke-2 yang keberedaan sisa-sisa bentengnya masih
dijumpai saat ini di kawasan keraton Liya.</span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCIr1WUfxkAx2mqp32mfPlE5s-rGeH5-9h78hPEQDlpmQ_nMBQyf6Hr5GSziygi0ZMXkoyMk6fUUzyp0qj6U9jqpn-7BRRRnYW2aqB1nI1kFVNrUKpehq2DkWrQH-tyWZXRjupxkGFIkw/s1600/IMG_0369.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCIr1WUfxkAx2mqp32mfPlE5s-rGeH5-9h78hPEQDlpmQ_nMBQyf6Hr5GSziygi0ZMXkoyMk6fUUzyp0qj6U9jqpn-7BRRRnYW2aqB1nI1kFVNrUKpehq2DkWrQH-tyWZXRjupxkGFIkw/s640/IMG_0369.JPG" width="640" /></a></div>
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Demikian
pula tak lama selang datangnya Si panjonga, menyusul pula <b><span style="color: blue;">Si Malui</span></b> bersama adiknya bernama <b><span style="color: blue;">Si Baana</span></b> dengan pengawal setianya bernama <b><span style="color: blue;">Si Jawangkati</span></b>. Si malui berasal dari daerah Bumbu
negeri Melayu Pariaman meninggalkan daerah asalnya pada 15 hari bulan Sya’ban
634 Hijriah dengan rombongan sebanyak 40 orang kepala keluarga sebagai
pengikutnya. Motif bendera Si Malui adalah berwarna <b><span style="color: lime;">kuning-hitam
selang seling</span></b> dinamakan bendera <b><span style="color: lime;">Buncaha</span></b>.
<b><span style="color: blue;">Si Malui</span></b> sebelum masuk ke pulau Buton
terlebih dahulu singgah di pulau Wangi-wangi untuk beberapa waktu dan diduga
membuat benteng di Liya lapis ke-3. Sesudah itu barulah mareka masuk ke daratan
Buton tepatnya di Kamaru pada ahir tahun 1236 masehi dan membuat benteng
pertahanan dan permukiman di namakan benteng Wonco. Kemudian Si Jawangkati
membuat benteng pertahanan dan permukinan di Wabula-Wasuemba dinamakan Benteng
Koncu. Konon Bendera Kerajaan Liya yang dipakai selama ini adalah bendera
bentuk segi tiga dengan dasar warna kuning kemudian di selang-selingi oleh
warna hitam, sehingga postulat Si Malui pernah juga berkuasa sebagai raja di
Liya pada zamannya.</span><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1Aiklsvc-aN5Y46g1mO-sUB_BL1NIIHNJAbV2aKF5JGezmkAahEpzMYMk6fEuSUNmpox9jwHlhl2yZ-7-Q-XBRqyKk3DFDniV4Dsnvs9wr-aVvyIuByo4tZcG5Jva4Sn9FljDwH4n6t0/s1600/IMG_0288.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="480" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1Aiklsvc-aN5Y46g1mO-sUB_BL1NIIHNJAbV2aKF5JGezmkAahEpzMYMk6fEuSUNmpox9jwHlhl2yZ-7-Q-XBRqyKk3DFDniV4Dsnvs9wr-aVvyIuByo4tZcG5Jva4Sn9FljDwH4n6t0/s640/IMG_0288.JPG" width="640" /></a></div>
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Kemudian
tak lama berselang datang rombongan <b style="color: red;">Raden Jutubun (Bau Besi)</b> dan <b style="color: red;">Putri Lailan
Manggraini (Putri Lasem)</b> pada awal abad ke XIII atau sekitar tahun 1238 masehi
dengan rombongan sebanyak 40 kepala keluarga. Lailan Manggraini atau Putri
Lasem ini adalah cikal bakal ibunya Pati Gajah Mada yang bersuamikan Si
Jawangkati. Raden Jutubun atau Bau Besi dan rombongannya singgah di pulau
Wangi-Wangi untuk beberapa lama dan diduga mereka membuat benteng di Liya lapis
ke-3 yakni sebuah benteng yang berada diperbatasan Mandati Tonga dengan wilayah
Liya. Kehadiran Bau Besi di Buton dan Lailan Manggraini adalah untuk menemani
kakaknya Raden Si Batara untuk membuat Bandar perniagaan di Buton. Sebelum
Raden Jutubun menginjak tanah Buton, terlebih dahulu menyinggahi pulau
Wangi-Wangi dan membuat benteng Liya lapis ke-3 yang sisa -sisa peningalan
benteng Liya lapis ke-3 sampai saat ini masih bisa dijumpai secara utuh di
wilayah antara Mandati Tonga dengan keraton Liya. Studi Zoning dan
Pemetaan benteng Lapis ke-3 ini baru rencana akan dilaksanakan oleh Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar pada tahun 2012 kerja sama dengan
Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia setelah dana turun dari Jakarta.
Sedangkan benteng Liya lapis ke-1 diduga dibuat oleh <b><span style="color: orange;">Mahisa Cempaka</span></b> setelah meninggalkan Kerajaan Singosari
dan bermukim tetap di Keraton Liya. Pengungkapan secara ilmiah tentang
keberadaan Benteng Liya mulai lapis ke-1, lapis ke-2 dan lapis ke-3 akan
ditindaklanjuti dalam sebuah penelitian oleh Devisi Pernaskahan dan
Pengembangan Sejarah pada Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia bila ada
peluang memungkinkan untuk pelaksanaan itu. *****</span></div>
<span class="post-author vcard">
Diposkan oleh
<span class="fn">
<a href="http://www.blogger.com/profile/11362206474015902999" rel="author" title="author profile">
opinion-publika.blog</a></span></span></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-76855747590943049012011-11-15T05:57:00.001-08:002011-11-15T06:06:26.524-08:00TARIAN BALABA DAN SENANDUNG KABANTI : "DUA BENANG UNTUK MERAJUK KEMBALI KEBUDAYAAN BUTON"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h3 class="post-title entry-title">
<span style="color: blue; font-size: x-small;">OLEH : SUMIMAN UDU <span style="color: red; font-weight: normal;">(KANDIDAT DR ANTROPOLOGI)</span></span><br />
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;">
<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2310775921112238470" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" height="200" src="data:image/png;base64,iVBORw0KGgoAAAANSUhEUgAAAFYAAABrCAIAAABi0OLTAAAgAElEQVR4nOS7V3cbWZbnKxERJ7yDB+gB0HvvSYCE9957TydSJmWyUmm6Mruyurqr0slLNEAEQFXNw328a819mG925wGkRDKZqqx+mYc566xYQABaxP6d/zZnn9Ct////+nHr//QP+D8/zhHUTo8/zNPT09PT09pprVarndZOz9/WaufXWq1Wr9dPa/zJKX/64f0Ng6/XBL4m8DW+fsrXTwW+xv/2FIS6INRvvN9o8K1PW1/48LrR4D981Gi9bb0Q6o2rX278xvwnCFoGt+z7cK3VarV6rVav1U8/zt9kUK/xlxB8wv5PI7hs/7U7H3HchODKp/8cQe24Xjup105qJyctDXxAcHlcsq5eP63xtXq9VqvXryPgeb5e5z8gEPia8BsIbrD8pgW/Yk+Dv7z+n7DzX0NQr53WT0/rp6e1k9P6aWula5dVcPNS166+rp3bfwOCm+xvXF3ea4vcuMn+a/r/LUX8Uzo3ITit/XrWTmu10xr/0QV+c/D1Ol+r87V6vXYdweXZ+tK5qa35K5F/YjEvf9ps8AJfu3nNf4dAfi+C1mwZ9isE/K/tP58fx3Xfrgu1uvDR/laA+D0/99dfaF71/H8JwYd/+08QXLaqheCSyOt1vl4X+DrPn7+s8x/mh3BwHUHLfuF8qZt8vcHXhf8ughu/81sO8jvD4SX7L0LdlVmv83xLsfVLRp7jEPiPCK6qoC607PzgCEJNaP3QViy4FBGu/damUG/eFNgu37/CqME3m0KLwvVl/z0IWvG/XqvVT2v8r+2v1S9sq/EtVdRrF8tcF2pXVCAIgiAIHzAIdV6o14V6TeBrvFC75vMtFtcSeAvZb0ngWhD51LJfCL55tXxo/VHh1wjO43rtuhdcFUILwWm9fsrzdaHOC7V6o1Zv1PnGVRW0BMB/VMe57C8jEIRaKxDWb0IgCHX+pnLgxpLh11njrME3L7H4cL/ZFG5GcDnz32z/JQQfQ3qdb9T5Zp1v/hqBcE5CqLd48ALP83xNEPhGQ/hwFYR6XfhVmuBPBf5U4Gv8TQa37PlXETQEnhfqQuNjWdFo8DcjuB7eP4XgXP+Ny15wKRZ8+IjneZ5v8EKz0ThrNM4Eodk8e//8+fNXr14JAt9sNj9adXneJIHfi+AiyvwLCH5d8wi18wW8ZF69Xj/l6zWhXhfqV+Le5SHwrdXlG/X6Wb3eqPPNZrN59g+h8f74hH/24vXO3p29/QOr1e50uh4/fvzu3btms/n+/fuzZrPBCwLPN3ihwQvCTfnisjt8GkHzkqm/NT+JoF6/kO4lBK3wfm21hVY++Ijg3IAWAp7/+9n7d0cnf/z37zOF8preOLe4ouzoYjgJhuEkQamV6tnpGYvZXK1WX758+fez9/94/4+zRiu01xsXK/np4HejI/waQfNXN29AcMN6nv+A86Rw/vbGxb88eL7BtzT+j+cvXnv9YVVnN04zMIKgGE4xDM3QFEVQJEHgOAoQACCapkZHR4P+wDdffX16cvr35vsGX29FBIGvCUKtIfANnm8IN2R+vlHnG9cRXJ433vxVLLhY+ctJ/UNIFup1vtbSv3Bx5zzIXdN/gxcaPC+0Xp794z/++vPyhoGgGQTFCIJkaJoTSziJRCzhxGKW42iaImmSpCmKJEkEQVCAqJUqp93x4udf/n7WOM8LV5LITU5x8UM/zquW/z4E/BUdXAlv9fr5hr9e+3CzJfWPLHie54UmL5zxglDn67zQeP+P7//648ziGkazGEWQFE5TpFQsZhmWZmiGoWiaZBiKonCCwJlzXVAUQeAISmO42WB49fz5WaNxXmLeaOdvBcJ/ZvlvI+A/VHxXQuD5br9+KtRPL8eCX2UBockLTV4Q6kKjefbT8xereiNJS2hOzLAUSSEUg1MMxbIsw9AkiVMUQdE4QWAEibMcS1EUjuMUTjA4ISZIlUQc8nrfvn7VEHier7WkzjfqQuOf2N8QLiLIvxoOeeGjroXrCD62fX4TQa3ekkaDF5qN5ouXrx1ur0zRLhHLJGIJQ5M0hVM0STE0RdMkSVIUSVIYQaI4jpIkTlFUCwGBYSxByFimUy7tUSurxfzfm3xDqF0IofYJIVzeBV0Le7/LEQThfINzg4UXRf5v2d+qEc9L44ZwWq/l86Xubp1EKpdIpBJOzNEMR9EMQdEESRAkSZI0TVL0RwQEQVAkSVM0RRIMiYtpQilhFBw52q/5/tuv3jfrPH/yu4rCC/v/WwhuKm8+bn7O02GrHDivYRoXXBpCvdFKAY1Gvdl8+vXXo+MTUolcIpUyLEORFI0RLE5KSVpKMhSB4wRGUQRFYQSJ4ASCExhOEgRBMBTFMZSYJlgSk7CEWsbKWXxheuyXv/2lcbHREvjT34Pg93jBpxBcCvJXPEK4Wr01Lm1mBKGVFJtHp/VYJqPsUCsUUplMwjAMTVE0gYsJTMHQcoahCZQgEZLCGZpkKJxhCJzCCIbAKZwkcTFDShmKJQmWIqViViFjuxTSe5Vys14ThLpQP23UP4Xg8lK3mgKfJvLbCC5yw6cRXN7PCXyd53lBaL58+87icqm62pUqqVwmYVmOISkZTSsZSsmSMo5mcJQmEYYkWZphKZKlCJZmWJYhKYyicIpEaRKjCIzEcZokWYZQS9lsKHBWOxGEOt/aO/xuBDc6xe9EwJ8zqF9DcAOFFgKer9XrdaHRfPn2ndnpaO/pUKqkEgnHMKyYorvEXL+c6+YIJY0qaVzFkmIKZymco3COxBUcK2doMYFKKJQlEYZEGAJlCZyjKU7MKDjavrZ6+upZs3Feivz3EFyNBcLviAU3xsXLNfJFWSzwH5OJ0Gi+Pa25QwFlp0oioVmOYVlOLRaPqxRrmo6VHuW4gp3tkI8rxT0s0SOh+xXcsEoypBAPytg+ManhcI2U1MjoXgndyZISEhdzjIShZocGXvz1z2eN04s/dH3vfL1SutqD/FAjXELQGlcRNHiBr/12wL8a/Bv1SxVxa0fI8zxfr/PCSaMRSiVVXWq5nFMopAqFvFcuXexS2fo7PUOd7qHuwKjWNdC90Sk3aNS2wW7nYLe9v9PS12Hqa9f3KvS9inWNcq1XNdsu7WRxjiE4hurv7Pju6ZMz4UTga60d97UG/I0IbpTGhQQajUaj+WkVXJ6XC0Ghzjfq/BkvCBcboystM6Hx5vTUH4916zRqlUwuFSskXJ9Ssq5VOwdUwSF1fLInPzdQXBpLTg2mZoe21ye3V8fTM9rYRE9iqjc+0RMebvf1q10D7WadclRFS2hMzLKdcuWdaqnJnzTOuxA3H7R8wi8Eod443yYLFxJoNIX/LgKhzjd5odV5udwX4nmeb579+PzVgl6v6u5UyqUyllGL2RG1ZFOncg8pw6PqzKxuf3Pmnm3lgVN/aFl5YF957Fytro3m57SFOW1pTpuf7EkOd4QG1c5+5WwnJ2NQjmNUcnkuGRVqRx9S4+9H8HF/cQ2B0Gjwwu9FcDUWtPZDgtDSgXAhhBaqs/c//vRsZn5BrJDK5RKlVNIpl0x3SGxalXewPTzUkZ3pOzDOP3LqvwjaPg/a7jv0Dx3rh4aZneXR7ZWR4mJ/YVqTHe0M9yvtffLZTrGCJRiW7u1S7uaTzdN3532af+YINyK4mOc/vtFoNIR/HcH1HfHV7XGjIfCnJ3u57PRAX4dCqpJLlVJxp5yb7pDa+ts9A+rwcEd6qndXP/nQsfrYbXjkMR5aVu5szR8aZvbXJ3bXR0tL/enJzsSwOtAnt/XJpjs5JUtwFNHfoTzMp5on7z40na+du32CwuXq8DqCRuO3k+KNcfHXTYHLAIRGs9n44U/fumYnnJOD410KpZhWylidilvSKG0Dnd7B9sR4d362Z2dt+L55/r5l8a5p6WBr/sAwe2d9am91rLo0mJ/Vpie6YkPt/j6luVc23c61s6ScIoaU0qzD0njzkq/VeP4jgksecS0QXhfIJcfhW/a3rr8LQeO8BfDby/8BwdnZf37zZWB2LDk/ou9v75aznQpuuldpHul1j/UGRrtTEz35me6dtaEHpvlH9pXPzIv3tuYONiYPNybvrI9uL/cXZzXZye7YcLu3X2XWyBa6JX1yroulJ5Wyksvy/u2rxsWBPX89Ilz06j4qgv/1WRbP1y6v4m8iuB7/f8P+D3H1AkFTaJ69/uWH5MZCdKzXPdYzo23XKjn9YI9/aiA0PxyZ6UtM9RYW+6sbY/etS089+qeujUfmhcONyc+2ph8ZJ+9tDO4t6apzmsxEV3ik3aGT6fuUI2ppv4Rb7e14nI3+/ejVefPqBsNapdzHtx/bPtfnx3Ezgo9r/kn7z82+7Bp8k2+8Pz062nY70tOD2aURy7hutFNqn+iPL4/FNycji4PpheHK1uyudfGBZ/2rsPnroPGJfenQMPHENve5c+GBafpwY7yyOJycGfCP66z9nVsDXTNdqgmlwjY+8Kd7lcbRS56/aKz/avwGgk+N6wgub/gbFwG+wbdqnl9jaAhCo5UPzt/zjYbwXqg3vtyuZObHoqNdjpEew7jWNzccXRoJrA6ZRzq2dErbSLdvdiC6OFzUT+9uzewZJnfXRw+NU2XDVHRh1D2h29C2z/copzrlY2rpirZzTdO13K32LIz91xd3/1572+rqXEXwoXVb/3DGc/nM/xMIhGsZoX4VwfkUWu3Kq14v8LzQEM6nIAhCvVHnBV7gz86a/+Mv3zwtGBczM9rgRG98YzayNO6f0tmGO1c18kWNYkXXvqxtn+2QLHRwWxppcLwzPdeXmhtwDHfPqCWDcnawXTbaoxpql/TLqPlOhUnXadSpN0d7iyHnmx/+8vdmK7gJgiC0jvwvKFw55rrxkY9/joD/0P+/jqB+2flb32hcGP/hwKDRqDcbzePT+u5uyWeYyW5MZlfHMhuzyeWpyPSAd7Rnq699vb9zY6hnqkcxoKDHlfRSJ+sYUkVnta6hjkUVO6WWzWi6RjrVY53KEQU7peI2tGrrUJdxsHOxX70+PZDy2f76/Vf1+pHQior1er1e4+unAn/K86cXxp9+eNTj2sMxv35QhuevVYcNgb+w65IQ+FY7+Frwu/Sa5/m60BDOzgS+Xvvyq6/sLuvG6uTWTL9zpj+8MJZbnU7PD8Wn+oJTffZhzYZGPSFnJpWcQdvhGelJTGm3NyZ9w51Lam5rWLc+1N/HUWNSekHFmnUq65DaONg+36OY0qkWxjRrU4Me8+KTe9W3L35s8KcXFE75+nGtdnxaOzl/IuST45o0rqrgMgJBaAqN1jl1g/9o/4XlDUFotryg0Wg0heZZo3ly/O5P3/1bMhIxbRrWN5b6tOoeJbM60JlYGs8tDFaWhvcMM+W1mcT0cHCs3zusi07052cHy3P9h4apyGjnRgdtHuqyDPdu6totOmVgrDMxo7UOKccUdL9SOqptnxrsnh7oWR7r9WwuFMLuv/zxy0bthK8Lp6f109rpae3ktHZyzdrzs/J6vfX6149O1etXj1VvyHktBOdrftZonF3WQqPRfP/+jOfrr1+9+P7bf7t3sF8upL12s21TPzszrerqEMu4oQ5ZYGE0Odu/vTL80DL/2LZ8sD5Tmh8tLIztG2Z310Yri333tiazMxpLD+cYbPeN9gRHOpOT3YVFXWKme10j6REzmo7OAU3H+EDXRF/PbH+3dWHMsTzpM67e3y69/OUnvt5a+uPa6dHpxbNyJ60nxi49K3gjglqtdn2z/DEF8rzQ+ODtQrPZFBpnQuPsYpMhtCqwX579+PTpk53tQjIWSEUDqWTAYl4yri+MDg9zcpVYquiWSWxTQ9G5wfy8bm999JFt6XPn2kPL8h/chgf25crqUGlBc98wXp7VuXpl7oGOxLg2P6WrLPTlFvpcw6pJFSujGJW6s7+vY7RPPaLpnujtWhvvc61NO1amHGszmYDjj1989ur5D3ztrVA7qp+enB6fnJycnpycnpycXz6M09PT049kzsfNCFoHmx+yHS80Gs0zoXHWaDab7xvNs0ajWT85ef3dd19tVwv5XCwWcfvdpmTEFQpYDJszy0ujo6ODYqlcIlG0c+L1QW1kbigx1V1aHtzfnHpoX/7St/m5e31vYzI301uZ1T7ZnL6zMOjtVbr7OjNTA9X5wfKsLjbRu6VV6yQsiRCcWNavax/Rqsa0veOantn+7s25EcfahGdj0rMxHbKulhPepw/3/uv7b969el4/Pa7VWhafHJ8en1wdxxcsTk5Ojo+PP4ngSg5sCsJZo9FsNGo//PgfTz5/8M1Xj7/8/F46EQz5ncmYPxJwBNymWNBmMS0uLQyvrU3PzU/IFFKGkSg4yUxPh3+6PzrZnZ3VVpaHDvTjD8yze2tj2UlNaqjz/trkX4KmB/qpUL/KrVWlJvsr80O5qV53n3q5u0PNshjAOZrVdimHNeqJfs1Uv2aiR7001GleGLAtDXo2JsPmxah5KeHWpwK2/Wr6m68evX7+0+nJu+Pjk+Pj0+Or4+jk+Pjk+PTkpPX2nyA4d3ih9fxO892b158/vpdN+BMhRyEdzCR8AY/Falr3uS0Bj9VjN4S9Zv369NLCiNm8trg0q1SpaEYq5eRahcI61heZ7M1O95TmNNsLut2Voe2lkdS4JjfV/5lx4U9h64F+Kjyo9moVkeHe5JgmNNRh6JWPdyrFFIEhKEtRmg5Ff5diTNM91a+Z6FXP6FSb0zrX6ljIOO81zAbNixHbasi65rOs+W363Xzi9c9/rR0fHx2fHh+fHh+fXAdxdHR0dHR8fHxycvKbCBofEPBCk282hebXX33hdZt9dkPcYwrYN7xOvd9t9LpMPrfF49iybC7ZjSsrS2OG9VmzeX12blomV+KkmKZlckaypO32j/cmJzrzMz3Vxb691ZF7W/OV1anE1EBmbig53ecdbLf1cP7B9siY1jfQZdIo53vkvSoxRSAYAhiC6OtWDfWoRro6Rrs7x3vbZ/o6bEujYeNCxLTsNcw79TOerQWfcdFrXHJtzPmMy0/ubJ+8eX10dPLu6PTd0enR8cnx0QcCJ0dHJ0ctPRxfRdDKglcm3yp7zxqNs6dffeF2W61bSwG7IeAw+JwGr3PTYd2wWzasxpWN5Sn98pRpc8FpM1jM+uWVRYlciZIsTrAcQQ0qpJahHt9wR3isMzmrqayN72zOFfVzycXx+PxIcLLPMdRtGVB5xntdo71bWvV8p2y0Qy5jcQIHGApIDNN1KYZ6VUPd7UMdyuEOxUxft3l+NGRcDGwuONam3VsLAduaz7ritSw59NPurYVEwPni5x+Ojo7evnv35t3Rm7dHb98evXv37ujd0fG74xaCo6OTo6PTf4qg0Ww03p+9bzbP/vwffwqFPPrVWZtx1Wlac5jX7eYNq2nNtLmytbFgWJ01by4EPOZwwGE26fWGtW5NL06zNM1yJKlmqfmeDtNgl3VAZelX2AbV7tFu/9RgZG40vTSVW5uLzE+Yh3s2dOrZdmZMQQ2rpe1ihsQQHEMIDMcB2qWUDmnaB7va+9vlA2rZhKZjZUyzNTtomh8xLYw612fs+hnT+qR1c9ZtXnKblhymlW+ePqqdHr87evv23bu3747fnCN4d/T26N2749Y8OvqECvhGU2i+b56dnQk//fjX7Wo5GgmEg+6Q32G36g2r8x670eMwGQ2rxs1Vy9aKUb9gN6/FQs54xONyWtb1K6OTowTD0CzDsgxHM71S6bK2Q6+Tr/dyq12sUac2a7ucfRr/gC4w1G/u7VpSKyYV3KAM18qJdhlNkTiGEQRO0DhNoVS3Wjk2oNV1qDRqyUC7fELTPtPfMTfcPjvYvjamNc0Mbc0NbS2OWDZmwu4th35+Y27UY9F/980XJ0dv3r178+btu7dvj969Ozp6+/bdm3dv3x69PdfF8RUEZxcVYbPRaDYaZ81mvXb6p+++qhZSybB/t5wrpKPRsMdi2jBvrscC3pDP5bQanTajaXPVYdGHfNag12oyrBjWl4yb6ytrS6yUI2ic5ViK5CQ016+Sr+jU5kGld6zbP66zabp8fX2BvgFXr9beo1lSKibl3ES7RKvkWArDcBzFSIqkxZSEBKRG3b46MzXRpxnuUU/pOucHe2YGOid0ikmtcq6vfWW4xzw/Ylubsa7OmZanDTOj5sVJx+qsdX3hD58dHr99/fr161ev375+/e7N67dvX7978+bd27dHrevNCBqNRrPZPDl59+TR/e1S6uGd0mf7pb1iOhpw+T1249aaybAWD/ky8UghFU9E/W6HKRpyBwP2cNA5MTww0N1p0q+ZTYbefi1OYzRN0iTH0HIxKx5Uy0wDHYHRrtBIt3+w16vT+Pr7nRqtqbNjWSmbb5dMdEpVDE5jGIoSGI4TBEXjLI2QE31DtrUV08L0/EDvWI9iUqtaHNWuTQ0uj+kWhnqN82NOw+Lm0tT69OjWwpRbv+RYnQkYF+xr0+blmX978vDo9euXr968evX29as3r1+9e/367Zs359ebHeGs2eTrtf/407f728UHB+XP7uQPKulKNup2GC0mvcVsWF+eD3udmXi4mE0kooGA1xaPeq3Wda/b6rVbDcsLJsO6wbA2uzBHSziKphlSzNAyjpEoSHJMLraP9vinegMTGmd/p13TbupR6TsVy53y2W6ZTk4yaBuGIhhGEDhJEZSY4iQUOzU46NnaiNq3AsY189Lk4kTf3IhOvzi1OjO+MD5oWJwybcwZN+Y8lvV00JkNOlz6uYB5yW9ecm3MB22G77588vb1y1cvX716+ebVy7evXr15/frtq1dvXr16cw3BWWvD0xT4n374z6dPPru3V767m7u7l9kvJfKpoNdlsZgNRsPa2uKs12GJBb2peCge8YUCzkQi4HSZlpdmIgFPPOizmzdXludX1lcVHR0kzTC0mGNkHCvlSFqG44Ny2jDS5ZjS+WYGg3MjzskB04huUdPZrxDLSITAAYpiKIqTOEXiBEMSMoaZHx/xWfQRhyEXdCY85qBj02Vc0y/PLk2Prc5P2ozr8bCjlA1uF6K7hWgh6nZvzoVsKwHTgt+4EDQvB6zrf/7jF+9evnj17PXLF6+eP3/58uXrly/fvHxxFUGDPztrNM8azWe//Pjks7sP7+4ebuf3y8k71eROIZaMuAM+u8djNRs39KsLbpsp5HNGgu54xBuLeJPJYCTqNWyuri3Px4M+j8Oysjy/tLIkV6tojqUoiqEYmmZpimVImkaAkkYHVOKJTvl0j2qsQ9GnkKopmgU4ATAMI3GCInCCxgiaIAgcVUq4rdX5oHMz6t6K2A3uzYV82FlOBtIhdzzgjAVdqah/r5S4t5O5U4rv58OlqMtvXIg7NwKmxaBpMe3a8G8t5OPev37/3dvnL18+e/H8+fPnz1++ePHm5Yu310ujs0bj3ZvXnz95uL9T2tvO3dsv7ZdTu4X4biGejHr8XqvXY/W4rObNdbfNFHDb/R57IhpIxUPZdCyZDAcD7rmpcePGSsDnXFtdnF9akMhlrJijKJokWw+X0ATJkARN4iRLEgyGMShKAYDDCAZjBEJjCIPjLEnQFEkyJMVSJE1h7UqpfWs14jGmAlbj8qRjY7YYdRbj3v1C4t52/nAnX83FSsnATja0nwvtZ4LlqDNgXEy49AHTUsKxkfZsRu3rEedmNRP/6fvvXz/75dmzn589e/H8+asXL15dDYeNxpvXL7/94zd3D/eq1XwplzjYKR5u57ezse1MNBZ0et3mgN8eCbg9drPHbgl6HB67OZOMFLKJQjaRTIbDYZ95a2N+Ztxq0m9trc8uzMmVKprhxBIZQdAUxTIMRzFiDKdxnCJJBsNIDCMxjMAxAsVxDKcwlMZQmsQpEicZiqVJiiLRwb7eoMeSCFjifvPSRH/ItrGdClRSwf1iqpAIFpLBQiIQdm3lwvadtH837StFHT7zQtytjzkMaa8p6TYmvcZU0J7w2T+rln/5619++flvv/zy7NmzF8+fv7yC4P3Z2X/955/vHu7t7RR3qplcKlTOJXZLmd1CspKJBj1Wj8MU9NnjEV8s6A37XF6HxW015VOxSj5dzCXTyUgsEvB7HG6HeXFhymLeXF5ZUqvbcYIWi+U0I6YojqHFNCMmSYYkaZJiMZzCCZqiWZKgcJJACZwgaJpiGZplGY5jJBRBkTg2NzUeD7uTEWfUZ1qfGS5E3HfysWo6VIj7N5YmLYbFmNcacW6V4547ufBuJlCMO32W5ZjbkPZZcgF70m1Oeq2ZkDPhtZXjwW+/ePzLz3/7+adnv/z84tkvL6+poPn06ZNyOVcpJferqXzCl0+Fy7nkdjFdziXCfpvLuhn2OXOpaCYVjUf8dpMh4LCW04lKLl3MJjLJaDwSCPicyUTYbDIsLc2tra52dXWTJM1xEolExjBc65EqkqQoihGLpRRJUxTDMBxJ0iTJ0DRL0SxNsyRFizmJVCyjCIolyc21pVTMl455/Q69XT93kI8d5KMH+Wgl7bcZF0MeY8RtSngte5nwvVJyPxspxtwBy0rCs5UL2TI+S8JljbstmZAzFbQXE/7Hd/d++elvP/387OcfXzz/6SqC58+f3zncLZWz1VJqv5IqpYL5RLCYiVfyqWoxnY77XdZNv8tSyibz2UQ84neYNyM+VymbLOVSuVwykQxHo4FAwJ1Mht1e+5p+ZX5htlejxTCCYTiZTMGyYhwnWVZ8iUXrsdNzCq2PGIajaVbCSTlGTBE0R9Euy1Ym5sslA07TStSzdViM3smHH26nHu3n7m6ntnPhiHMrG3QcFOP3Ssm9TLgS94as6xm/pRB2pAO2iMsc89lifks8YCmn/HdK6R/+808//vzjTz89e/bDsysIvv76aXW7UCylq6XkYTW7m4/nYr5iJl7KJXfKmXIuHnBZXObNYipeyqViYb/LZoyH/aV8qlhIZfPJVDoajQbCEV8qHbE5TG6vY3Z+SqPV4jhJkjRNsxTFUBTDcZKWwTTNsscVqOQAACAASURBVKyYJGmxWPrBeI6TiMVSqVhGkwxNMiRBiRnGYTJkov5c3G8zLKRDjr1c6H45/mQv92Q/92g/V4h7oo7Nctx3t5K8W05VE/5K3Bd1bOYDjnLMkwk5PNaNsM/sd23k4q6dTKAU9vz7Hx799NMPP/70888//nIFweeff1YqZ/KFRLmQ2Cul9grJajaaTQbzmWilmNwuJaM+m8ukL6bi1UImEQ14nJZkLFgupAuFdK6QzGTisYg/Hgvmc0mHwxwK+yzWLZ1Oh+MkiuIYRpAk3XKH1sqTJP1hzVtC4DgJx0nkMoVMIpdJ5AqZkiQpjiatmxu5eCAb8zm2VnJR9242dJiPPConH+9kHu6kY66tpNe8m4vcq6bvVdOVuK8c88ZdxmzAXk34/ZZ1r3Uj6jPn4q69Qmg76ct47ffLhRc///TjTz/++PNVBF89fZzNxOOxYCmf3MmnKplYNRcrZCPZdKiYi24XE/Ggw2PTFxKRaiGTjAV9bls6ES7mk8VCOp9PZlLRSNATj/hL+ZTPYw8FvfFYaGFhnqQYFMVbNreMpyiGZcUSiYxlxS1RtGZLC3K5UiqVS6VylhXTNC3lGNvWRi4eTEc8HstGKenfz0cO85EHxfiDYnwn5Qtb1wsh10Exfn83e387U034C2F32LGZCzvTYYdlfS4ZsBfj3r18+LAYqyZ8maCrnAj/8sdv/+urL//89ZdXEHz79efFfCoS8qZiwe1cqppLZBOBfCacS4fy6WAxE8qlfH63KRMPVgrpTDIS8Dry6Xg5ny7mkrlMPBELel3WcNCTzyU9bnsk7MtmEw6HXS5XIgjWEvyHuNhadppmW8a3uLRuSqVymUwhkchomiUIUsIyDpMhHwslQm6fTV9Jh/bzkXvl+OfbmYflZNZvidk3K1HPYSlxbydzt5zYz0ayQUfEZcxG3S7LqteuLyUDu7nwYTF6txTfyYSzIVfIsBafmkuOTkeHxq4gePr5g8P9aj4T9zlt2WR0p5jJJUOpqDefDhcy4WIhmkuHIgF7IuKulrK5dCzocxbS8UI6lktFU/GQ3+8ymw2BgCubiXnc1lg8UC5nI5GQVqsjCIogSIZhlEqVVCInSYqkaJpmMYy4ZLyYYcUSqVwikbVUwDAcRVJSjnGYNvPxYDLoinmte4X4fil6txx/sp15kI8lbIak01iOeg8K8YNSYj8f20lHEj57xGUOOo1O80oh5d/NRe8U4/er6f1cdDcTTfsc/oX5TUJsxzgHwlxB8Pizw/uHuwe7lWQ04HZZMsnQbimTCLpjQXc6GQ4GXdGoNxp0xUKuSimTz8RDflc6FkqE/YmIPxzwut02w9ZaOOzN5xJut9XvdyZioUQiOjIyeoGAlkgkYk5GUyxFMxTN4DjJ0BxNcxwnY1kpx8kkEjnHSVhWzLJimmYZipWyrMO8mU+EYl5b1GPZzccOqol7O8mH2+m9ZCBsXI1a9Rm/rZIKbOcilXQ4G/WG3BaP1WDdXM6EnQfF+H4hno964j5rOuzcKyXTEa93Y3VVpZ6huHlOdgXBHx7fv7tfvbNTKuaSbpc14HduFzM7hbTPafG4rE6H2WHbCvudYb+zVEilkxG/x56I+LOJaDzkjwa8AZ/TaFyLRQOFXNpi3NwybNjMxnQqPjExiWFkqwSiGZZhxC13IHCaocUMLSEJjqbEFMmJOblErOA4SStksCxHkTTLUJatjXwyFPFaI27zbj56dyf9YD/3cD+XCdic6/N+40rcuZmNOjMxZzJsD3uNHvuGxbDgMq9V08GDYrycCHjM68mgfacQ3Sunwj7r5vLUxsyElKKkEvkVBPcPdvarxe1itlxIu11Wr8dezqfuVAqldMJlN7ldFpfd5HaYI0FPIZ/MpGORsC+XjpWyqVQ0lAj5oyGvzaJPxkKVXM5u3LJs6SN+VzYdn5qaxHAKwxkMpzmxlGE5DKMYRkKRXOuKYzTLSCVihUyiErMyjhUzDEfTDCcWUxTF0IRxczmfDCSDjkTAdlBJ3N1Jf7aff3hQCHuMrq3FoGUt5doqx1yluLsQc6X8Fr951bE+lw85H+5k7xSTfqsh4Xfs5KJ3tzOlZDDqNrmNKyszU2JOiuDcFQSFbKKUTRYziUohk05FLWZDLOjdLWT3S/lSPhUMOH1uq99jDwXcpWKmXMpmUtFiPpVNRHPJWCISTEQDLpspn4rvlPJ+pzUWcu1WksVcfHFhniRogmAxjCJJmuXEYrGMplmG5iiKIQmaIhmGYSViGUtzDMWKWQlDMQxNcwxL4hhH4zbT2nY+kgm7kgH7vWrqbjV1dzt9bzcb8ZnCrq2Y25jymEsRTznqyfjsYdumfXXeODfhWl9wbyyZF2dXxkcsaws7ufh+OZmN++J+WyrkmpkYlYhlABBXEOQzyVIuVcolC9lEpZhJRAOm1eWk37NXzO6UM5ViKhnzhQIun9eRz6cq5VyxkE4mIrFIoJBNpWLhSMBjMxmKmfh+tRDy2mMh552dbDmfMOrXGZLCUYyhKJoiGZpmGYamKBJv/QcEiiJJEsc5luUYlmNZpVwhE0sUEqlKKpOyrFImXpodtxgW1+cnV2bGNhYmV+bG5ieHZkb7xwa6R7Sdw5qOvk6FRi3rVkk75JxKwig4WkoTHIFQiIjFAIshUhI1rS5sZ2PlVCQb9WbjvvX1JaVSCcHIFQTlYraUTRfSiXwqVsol98qFTDBgWlnIRHzbxWS5EMumAuGAw+O1pjOxcilbLGZ8flck4i8WMql4xOe2W4z6ciF5sFuMBd1+ly2XiIe9bsPKgkLMsiSqkDByMSvnODFDS8WsTMxKOFom4aRiViZhFHKxUilVyKUqpVwtl6ulinaZUilTymVSuYSRMoSYwjmSoDGUxBASRwkEkAhCoiiF4TiKYQDBYIDCCAIjAEYQgAKAAAQGCIQACIFuzU4Ml1LRXDSQDLkTEZfDadZqNDB0FUGlmNspF3bK+UohXcjGq7n03Uop6fdsrc6mou5iLpxNBUNBl9/vTKeixUImnU643Y54Ilwq5eKxsMNutlu3tsuZg91iJhE16g3GDeNY/6Cms6O7Xd2hVna0K1UKuUquUMrkMolEwrFilpFwHMfQDEVSJEESJEHgBI5RBE6gOIZgKIqjGI4iCAJDCAwjAAEAwDBAAIICFAMYAlAAIzBAAIwgMAAAATACwygCcABjAAAYABjAALSNj/T7XGa3w+R1mQM+a9DvWlmYxwF6BUE2FSnk4uViulrJVkuZ7WJ2J5+9UypEfHajfj6TDKRTkXgsFA564tFAPpuMxcIetzOTiu9UioVcxutxeVzWvWp2b7uwuWno6daN9I9KGTFD0jTNEBSFEQSKYTiO4SiGoRiKoChAz68AQwCBARJBsNYqwi3TAAIABhAMABR8HAiAUQRGERgFEAAwAOiFABAYAAAADMMAhhEAWpoAALSNDmp9TrPHYbJbNj1OS9jvdpiNDEFeQbBdipeL8WIhXiwmq+XcdiW/W83tVQp723m/x+yw6tOpaCoZjUb8Qb8rk4pFIgGvz5VNx3erxe1qKRGPhoOevWp2p5qfmBxHUYIAOIMRDI6RBIbhCEYAAkcoHKFxhMEQGj1XMoliJIoTKIkiBIJgAP3wuwGAAQwhAEJgGAAAEAQBKIKgCIABLGpNGLRAtRRyDgAStUabCBJBIggC0O2R/l6fwxT22t0Os99j9zrtTqtNLruaFA92Uod7uYO9wt5OaXenvLtTunOnvLdX2tkuVCtZr9cWCnrSqWgiHgr4nIl4KBoNBoLubDa6U81XKoVkIhoJencr2UopMzo+jOE4SxAcjrI4ShMIhSMUDigMplGYQWAWASwCWARmEJRCUArFCRQHMIBhuGU/3BIxBAMRgEUAggAMYIAiMIogKAAwfIEAABgFCAIQ9AMECIJFIhEEiSBIBEMAgmAEuj0xqI157cmgO+p3RvzOgNsR8nmHhwavIqgk9yvpvUp6p5KvVgrlUrZczpTL6Uo5WynnioVMwO+KhH3JRCQc9ETD/ngiHAy4MqnwbjVfqeTisVAs5NutZoqF5PDoIEFgYhIXYyiHYSyGMRjGoiiLIByCcggqwXAJhnMoxqE4hWAUimMAQWCAIAho2X9uDQAiAItaQmi5PAAIDKArCFo+gAAUgs7Xv63tNgyLMBRFUQxFURKB9QvT+Yg3GXAm/PZ02B0POJMR/+b68hUEpYS/kg5VspFKPlHOJ4v5eDEfL+Vj5XyinE9XC9l0POS0m8IhbzQS8Ptc8Xgo4Hem4r7dar5SycejwUTYv1fN5nOJoZFBAsckBCbFMDGGizH83HIEkyK4FCXEKC5GMQ7FxBjGoBiFoBgMEQiMo8gHPQMAYAjAIgAgBIYADMMAtBCAqwjAheMgMAxDFwPAcEsYCIBJFDIsTRfjvnzEnQo6E357xGOJ+qwe29YVBDvJYCHmzUfdhYS3lAmWc5HtQny3GN8tJnfymWo2U8okQn6nxWQIBX0etz0SDYTDnmTMs7edq1YK0XAgHQve2cnlsvHB4QEcxaQ4IcUQCYZIMESKIlIEkSGoDEFlCCYFqARBJCiQ4IgUR8UowmKAwQCBAAS+jqDl8zDUCv0tdSCXYgEMIxDcygcIgqJo6wpguBUMRKLbFAZb9AuZoC3ptyaDzrDH5ncag26T33kVwd1S+rCc3CvESil/IeHJRpzZkDMfc1cyod1cYj+X2s2nitm43WbeMurtdpPP54hGval4YKear1YLsWggl4zc3cnnMrG+fi3RUjuKiFEgRmAphshQRAqAFAFSgEgBIgFAggAZishxVIYCCYpwOEphAAUwQAAMEBigsAiBRS1rYQQCCAwABBCAwjACi84Bnd8H5/HywwAwLIKg2xAsamvjMMRv1ldSgVzEkwg4PFa9eWvdYtpwXFPBnUr63m7+/m7hbjW7l49ngs5s0JWLurNhZyHs3k4EdjKxXDoSDHsXl+f0hlWL1RCJeDLJyG61VC7notFAIRm9t13IZmJ9Oi0JUAmGtewXI7AEBRIEEQNwbcpQVI6hEgBLACzFUA5HcARCkJbqcViEQBACQQCCIAQgKIK0Ej2AAQqhAEJaGQH9kA0/JgUYQRCAo20IKmqDxCjq0C/lk4FSOlZIBpJBu9u+ad5cMawtXnWEUmq3nNkrZ+5UcpVM3GUyOLc2Qk5TKuQoRH3lRDAXDURDXo/Psby6MDc3ubax6PPac6noXrVQLKQjIV8xGT2s5NLJsK5PQyGoBMM4FHAYEGNAjAIJikpRVIKgUhQVg3McUhST4pgEQ6UoIkEQDgUkCqFwGwJE6Hmd05rnOkfglhZgpA0gIgQWwTCAIRQC1xicqwJuQyCRCJaSlMdsyKXDuUyskI2Wc+FS0p30GV1bS1cRVHKVYrpSzFTy6WI6Hg26bVur60tTG0uTlvXFoMMc9Tn9HofLbTNsrU/PjE9Ojpi39Jl4eLecL+VT0bC/konfreZTyZBWpyHPEcAMBrEozCGwGAUyDJNhuAxDJQiQoqgUxaQYLsVxKY5JMUyMAAmGMhjAwG0EESEIjAAEuaiCEIBiAMEAgrbCngiANgDaAAwjMArDNyCAIVjUBoAIxsQkY1pfCQVckYg/GQ/kkoFS2luIu9NB6zUExZ1yvlrKlvLJXDqSSQWScU84YPe7LB7blmVjeWttyWHdcrmsZsvm4tL84NDA7NR4NODeLmbymXg8GtgtZu7tFFLxoFbbSyOtdIBwGOAwIMEQCYpIUUyGYTIUlaFAjmEyDJNfTBmOy3BMTuJSEqMQCANtCNwGAAAICgMUBgjcCnwAAgCCYQDBKCRCkTYMFaGtfICC8w1C6ysAhiEYtAEMglElw20uzhn1S1v6FZdZH/FaQz57NOjKRf1XEZQLlWK2UswU88lsOppMBmJxTzzmTcYCyag/5nfZjPrlhem1lUWzZXNDvz48MjrQ3+dzWbaL6UwqFgv7dwvpu5VMNOTRaLoZDJfhmARDpDh6PluOgKJyDFVimArHVTimwlA1hqpxVInCcgRSoLAChWRARN++hdy6Bd+6BbXdgqE2AItQGMKBCIdvszhKogCCYBhGERGOtiFABINWToAQWASgNhgWwUAEt8FIG8ABBOnkkqzHUoi6UgFH2m/Phl1u6+by3OTm8vwVBJlkOBb2xsK+aMgbDHpCQW80GojHQ6lEOBMPt3pkDvPm3MzE/ML0un59anp2oE9nMa4VMtFkIhIN+3Zyif183O+19/R0MiguxXEZisoxTI5iMgSRIkCGIlIUUWCYGsPacbwDxzowtBMHvTQ2LGXGpMyUQrzU3T4uZVe1PbNd7SMq+bBaMd7VPqvtXRsZ8m+szPSo3WtLs8P9MHQLgmFYBEAbDEEQDEGwCAYQAqBWHoFhEdQGkNsAoNCtESWbd65WI6btuGs74akmPLmwPWjXm9euItjcWDSsLRg3lq2GNZN+bXNteWN1Sb++bDKsWTbXzYY1y+aGZWvDaFhbW1taXlmanp4eHhqwWTYzyUgiGopFA9uFZDUd8butXd0dJIrLUFKB4fKPakcVOKrEURUO2nHQgSOdONKNI72oaFLO7rjMxa3VPevmnkm/Z9Q/Drj37aaqxfAw5M3q1+KrS5nNjcOQP7g8n3PZnBurJApB0G0Iug1BIhgWAbiVOUDLEeA2CEAiGIIhGKZEt5wDHd8FVndcsxnHWsFjyvuMpbA9G7B4tq5Wh9mYr5QKF5OhXMSbi/ryCX8+EcjG/PGgJ+Jz+pxmu8lgWF1cW5pbX1nUb6zOTI6MDeu8Tmsi5Iv43KlYYDufKCUjQbetu6eDwFAZRipRXIZhMgyT4bgcRxUEoiSAmoTbCbidQNoJ0IXDPahIh7bFlqfdY7rK5sq2fjm7OFXdWsmvz/snB92jfbZBrUHbtabr1g/1TagVWgnXLeEYAKHQbRS+jcFtBCwiIREJi3AIwiAIh2EShmkAMxDEQiLF7VvbUwPH/sV7ltGCdTltXk1YVtMuY9y55dm8mhG+fXzv0V7ps538YSl1UEl+tp9/fFB8fFD6bK/0YLd4d7dwp5LdySW2M4lCPJSPhxIBp9dqSAadmYgn7rPnwu5KKpSPBgMOW293O4XBUoKQ4+cqUOC4EsdUBKYkgJpE1QTWTmJqEnSScDcJ9+KiCRkzyuLTMnZBLRumsXGOHKZQHS7SYLd1ONSLirrRtg70djtyW4WIVBiiIlE5DuQ4UGBAhQIlChQokKOIDEWlCNIqutQoUCJtXaJbe2N93y727Cz17LrXMpaVyOZ8wr4Rs+t9xqsIDjOZv/zh86/vHd4t5x7tl58cVB7tFR7v5R/tFT7byz/Yyz/YzT/cyX++U3qyU3xYzX5WyTzeyT7ayT7cTj8oJx9tpx/sZKuZVNTrHdJ0syiQEaQcJxQYpsAwZSv44agKR9oJvIMg2gmknYS6SKibhHspoMGAFkN6UdCDIxoS68VRHYHpCKDDRToC6ifhfhLuI6E+Cu4jkX4S05JoD4H0EKCHgHsxuAeDu3HQhYEODOnAUDUKVAjcgaJyDGmHRP4uValPcn9r7H7YWPToQ5szYeNy0LziNV0tjQYk4r1E7PF2+av7B08Odx4dlJ8clP5wWPnibuXzu5Unh6VH+4Unu4UnO/kv9opfH5S/3Mt/tV94up97up/55m7x6UG+EHGuz4wtjY/2q9VSBFMQtBwnlDiuwloTU2KoEgPtGNqFo10k3ElCXaSomxRpaLifAv0U0kejWhrR0UgfhQ5Q6BCFDpFghEaGKTBEQkMENEiKhnAwiIN+HGgJWEtAGgLSEpAGh3pxqBeDelCoB4e7cNCOwR0oJsUwKQxNAFGgkzrUjx56V7cDBq9+wr0+7VifcRuvIuhmUefafDnq++Le9uOD8uefbX/xePfxvcrD/eLnd6tf3Nt+vF98sl98clB6elD+6qD85Z3il3eKX97Jf7mf+3wnbV8aHZZiw1J0Qduhk0ilMK7EKAWGK3FMheFKFFWhmApDVTjSjoFODO4i4G4CdBNwNyHSUJCOEvUzoj4W6mfgAQYM0GCABkM0OkyjowwxzGBDNDpIIQM0OkBjfRSqoxEtjfbSaA+N9FCgl4Q1BKTDYS0OaXBRNwF34lA3hqgxWA7fWmTQ6lRXclhetUzvBAwBw5RzdcqxOmNfn7uCQE6I1qZH0gFXJRUtJkL71bzDsTU1MTA/Mbg8NRywGj7bzT8+KD2+W358UHqyV3yyl/98r/DN3co3h+WUc3OhS2rWyUJTnbHlsTGVQgoIBUIoUFSJYyocV2GoCsPUOKYm0A4S7aTQLoroocgekuih0F4K6aWAlkG0DKqjUR2NaklUS6I6EtNRuJbEewi0i0DaCaAmYCUOy3FIhomkqEiGimQIrMJBNwH6SDBAggEC6sNEWgLqIUW9ONSDiTqRW85ORXmkIzakzlrmC571mHnBvTrjXJm1LkxeQcDgYLBb5dpavVfJxQMut8OqUqtgqI3BUQJuG9H1PDnceXJYuX8n/2A3+2gnf7+Ueryb/+bBXj7kXtCoItPDxfnh4uJAanl8rEPBIqgMxZUoqsAQBY4qMUyBYwoclxOYnMTkJColMBl+nizlKJCjiAQBEgCkCJAgMAdgDsAMDNMwTANAAYiARRjUhsK3EbgNgW/D8C0YuoVAt1BRGwFBcgzW0dgIhQ2TYICE+yhER4B+DGgI0Im3rUuJUDsZG+vwzQ84Z/otU9q1cc3SmGZpRHMFAQKgdgm9uTD5+X7xTjUTjvjbuzoAjOAAwxB0ZKDvwV7l8Z3Kfil+r5w8LKT2s7FHO7lKIjTa3T6vlqamh3NzI5GZPuu4rlfG4SjMoagEwCwKsSjMIjADAAkAjgACBQQCcATGAYzCEAZDOAxIgOAwwGCAwgAF5/tiAAMEbjWSYADDMATBMARDMCQSiaA2EdQmErXBEASLIAJqU4C2fgIdIdFBEh6gwCABD2Ggl4CUxO0hQuTXsqkxcWJUEhiSW/okKzr5rEY5q+u4igBFpBS+MDZwWErmkv5YIjAw0gfDMI4RKIrRBD6u6w3bjPu56H4+vJMN7WUj++nQ0rCug8SmlbLNgU7ThGZluGOur6uT4wgAaBRQCISjEI7CGAJj5+1ugAAEAch5P/y8I9xq/7aqfRQADIYwSIQiMIIhaGt3iEAAQAgiAogIwCKoRQASiWARDCCAiWDytkgBQwM0Nsqg4ww8RomGSURLwl041A1Exi76YF7xZEHxYLFjf7ErO9MbHu/1XFMBhCASGp8c0KR91kzYlU+HTMYVhYLDcRSGbwOoTU4RS+MjxVggH/XkY95yOuTYXFCxokEVvapTr/d1TGgUk2OakQGtgpOgCILjAMXO9zgX7R7kfBMLkNapR6v7C0FABAEIAiKo1RxCYRgDMA4Act4eAOetZHDRQYFui0RtIpFIBEEwDCMwhAIIwUUiOQoP0vgYjYzTYIRCBkh4EBFNI6JgL/Gdvv2/DJ3/buj41tDxtUHzxYb2D4aBKwgwDOnrUq3NjBbDrrul5KOD0qM7pWzCZ9pc1mk7hgY0ve0Kbbt8bWZidWbSuLjo39xIWTYqluW/5nyN/dzPqZh1oH9K19un7eE4FsVQHINRtLXfb9mOIh+PA2Bw3iiGAYA/DgiG4XObAYABAsGtCWAYABj60DKDIJEIgkQiURsEtdyjtVeCUFGbFBJ1A3iQxCYkxCQHjCz0dEb52qpueNS8p/vU03vi1rx2aF44dM9c/VcQDGl7kn77fi769f2dP3/98C/fPvnp+6ev/vbti7999/Be1bq1Mtit7OSwkU7p/GD3an+Xe1i3t7r4747NH9ybf7ZtlOdnF7u6xnt7xgf6FVIxggEUAwiA0HPRA9DSf6vncYEAATACAxSg2PmZCnLRPL8Ng9sAaQOICCAQACIYboNFt2FRG9zWBt2+LWq7Bd++BbfdgttuQ223IdFtAEMAAZCoDRW1SWCoG0WWlVygh/puXvo/I9r/FVH+r5j6/0v2/s903/+b6Pt/Iv3/IzzUCA1fQbA03BexbOT9tnLKV8gFMmlPNuXOxV1+m35+on92RLs6plsf7g7rp9YHFLZBRWD4f7drbr9xXHUcj70zc+Z6zlzOzDlzZmZ3Zm+z953d2V3v2q4TX+JL7dhJnMRqGkPcJHVL4jq0qkQckhahXqhBoCJEFVQkEELiAVWUCkQRV0EeUIECqpB4gBfeKvUFCfEGDwkP/hvgq99f8NHn6fv7ss3YOx+TswVzOcJVQ2GKWHRJUir6tgkkTpSACAQR8P/tux50wMLDz5cABAHwD1Bw4sPjgSAIvJAZ54+N88d4/hjgxgA/JgpjMsiogIcij2SgK5KpyjZUCNKojlxTdy2dWSYxdQRVw9RsJOU08XxM7p0MfvtE7s+73gfXvA+uF/60X3/vRvX+U/Evn6z/7Erz3Y/VjyA43qrOdpsr08Or21sXz2/MzQz73WanVkvrjWHa6bUaaaV8e2/3Ky/dvbwyd7bhX+q4j3e8nTZ7qk13e7mlghNBITLVXj7vYcxLQJFECXAAZASBy3Dc+MOMZbgM/8BdTuAzD8QXASeLgiwBWZYkTVFMBC0EbahRAzHLyDo4ok6ekoiQiJA8ozlqBxSHFEcEhzbO2Y5vWhRBrEMEJVPh7fFj20X8h5tT/3ih9NGt4KOD4ocHlb9/uvu32/2/fCr9/Sf79/cG715NjyDYOnXqkeFokPaG/UHaaPfq7X67NzUxM+hNh1HdoeX5+Y29veefeeZgd/vp7ane0/3cc4P83Yn8K1P51+YKN0f5lEmBkakyQnRdEAUAxgE/BoSMwHGqpPrMz0eFUqnkEAJVaELDMbCtW45pM5t6jutR13epxxyPOVmP5hgNXOoz13ddnxDPxr5lMd1wILJVaMmKJYmWCEyBN3jeEoEtAiIJJsiY/FjZUAdY36Tad7dq//ri7D9fG314t//X55Pf7HXf3ul83gUcdQAAA11JREFU41ztpePhsz22U7WOIIgKjWwU58u1ejPpdQf9ZKIZJ8VCIyo2y9VRuXJide3yxcv7G1s3Vk5fe3xtY2+m++J09fBE6UsLxa8+Gn1hOV6LjdDmmalaqiSDcY4/luHGZVFUJSX0w3YzabWSRqMZRQWf5bIsCKjnE+o5xMe2h21qWdhAJlJ0VTQU0ZRFSxYtSbQkQCTgymKgyJGmFnQtNmGCrREhM4zNRrm5UrhUiVbi3GIp17VR05AXit6Zau5Cme0n5I2N+HAhuNXTP1FRz4fqvCtNO1JqyE1dqRpHJxZBPnWDGvXLrlfMZiuVUtptHe+2ZjrN473m4vzowsXTVy5t7Tyxs3/q3JMXzly8sbJ4Zzb5/Hzh9eX8vdXw3nr1+mSUeBq1NEMVIeBFwPMiL0icpkq2YUBF0WQRygBKoiGKlgCwwGPAOYCjAueJQqgpJQPWLZQ4Zt/Bk8SZC7yTYbBSDFfL4Xol3KhGm/XC2Xp0upZbLwVrkbccurOhPZlDkzk09LSUKF0KB4E9DMypAE14aEi1kcUPHW6CihMUJcRKqNVyjLoDK7ZWtOERBNRt2bhMSdxpzywubD26tD0arI96i+fWHrt0euf6Y3vPffz6nRv7r9x+4dXPfO7wxZfvXL12c2H46lL85ZXC11bjN9drhyuN9aIV23KAQKAKviZbUNQ1gWqSp4oBlLNQyutKxYQNW+86Zp/hCd8eBc6J0J2N6GxE5wpkoeAs5sly5Cxl8ULWns3ZjwTmJINDpg6ZMiAgxSDFcherHay1sNbEShNLLVtOiNqhsMuslDl9F/cpSl2jS+2OYyUEtojaJqhJjQYxqxYsm2rRVCP9qAWMdLMsqRaH8zObywvbq8tXzpzavfXsnbe+/c13vvOtX3zvrfd+8M7vfvz2+z//4fu/+skff/3T+z/6/psvHxwsVw9Phq8vld9YLn99rfbZ+dpmJziRx9Oe0SeojOUKQX2GB9Tou3qPoT6FPRf1GRp4qOehlMHU1XpEHbhayrTElduu1GJS4kkdX+1kYSert33YCrR2ANsBavtam2ltX28wVKGwbMMqRnVLb5iohVHLhg2MaiasmjC21NjUYlOvYDO2YBnJJQhiJBcMMauDLFQCTWXq0X3B/3L+j+Df/wEHZo/vly+nAAAAAABJRU5ErkJggg==" width="160" /></a><b style="color: red;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 8pt; line-height: 115%;">(Sebuah mimpi dari Botermarkt 19a Leiden, Belanda</span></i><span style="font-size: 8pt; line-height: 115%;">, 1 November 2011, 02:13 am)</span></b><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">Ketika
generasi Buton mulai merasakan pentingnya mengenal identitas dirinya di
tengah-tengah globalisasi kebudayaan, maka benang-benang kebudayaan
Buton itu ingin kembali dirajut. Helai demi helai kembali dikumpulkan
untuk menyulam kembali kebudayaan itu. Lalu, benang apakah yang bisa
menyulam helai-helai kebudayaan Buton yang telah tersobek itu? Sehingga
ia menjadi kebudayaan yang kelak dapat menjadi kebanggaan dan indentitas
generasi anak-anak Buton ini? Pertanyaan-pertanyaan di atas, harus
dikembalikan kepada kesadaran sejarah, terutama mengenai bagaimana
leluhur Buton menyulam kebudayaan Buton itu?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Ketika
menelusuri beberapa arsip kebudayaan Buton di Perpusatakaan Universitas
Leiden, maka jejak leluhur itu pelan-pelan terungkap. Beberapa tulisan
tentang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>dapat dilihat disini, misalnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>“Anjonga
Yinda Malusa” menjadi salah satu buku yang tentunya sangat penting
untuk dibaca. Di negeri kincir angin inilah, kesadaran bahwa, kebudayaan
Buton masih memiliki benang yang dapat digunakan untuk menyulam
kebudayaan itu, sehingga dapat dinikmati kembali oleh generasinya saat
ini. Namun, ketika dendang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>hanya
satu-satunya yang digunakan untuk membangun kebudayaan Buton, maka
tentunya itu akan meninggalkan dimensi fisik generasi Buton. Di situlah
baru disadari bahwa leluhur Buton membangun kebudayaan Buton melalui
tiga dimensi, yaitu (a) fisik (manusia dan alam), (b) pikiran, dan (c)
jiwanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan tiga dimensi itulah, tarian
balaba dan senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>menjadi sangat relevan sebagai benang penyulam kebudayaan Buton itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Pembangunan
kebudayaan Buton, harus dibangun dari individu-individu yang menjadi
genesari Buton itu sendiri. Dengan demikian, untuk membangun kebudayaan
Buton, harus dikembalikan kepada bagaimana leluhur Buton membangun
kebudayaannya. Di sinilah, tarian balaba dan senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>penting
untuk kembali dihidupkan dalam masyarakat Buton dewasa ini. Karena
melalui tarian balaba, anak-anak Buton akan diajarkan bagaimana bertahan
dalam berbagai terpaan globalisasi kebudayaan. Strategi pertahanan
balaba menjadi sangat relevan dalam menghidupkan kebudayaan Buton.
Melalui tarian balaba fisik anak-anak Buton akan memiliki kekuatan dan
ketepatan dalam berbagai tindakan mereka. Melalui tarian balaba gerakan
tubuh mereka akan menjadi sangat lentur, sehingga mereka tidak menjadi
bangsa yang kaku, bangsa yang merasa menang sendiri, bangsa yang benar
sendiri. Melalui tarian balaba inilah, generasi Buton dapat memahami
potensi fisiknya sebagai dimensi yang lahir.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Malalui
tarian balaba, generasi Buton membuat kebersamaan, merangkai kekuatan,
disiplin, dan ketegasan dalam mengambil keputusan. Dalam tarian
kehidupan yang ia mainkan, haruslah tetap dalam dimensi irama kebutonan.
Kekuatan, semangat, rasa percaya diri, tertanam di kedalaman pemikiran
anak-anak Buton dimasa depan. Sehingga mereka memiliki jiwa sastria yang
tangguh sebagai orang Buton, yang rela berkorban untuk kebenaran dan
kebudayaannya. Yang mau berkarya sesuai dengan keahliannya
masing-masing, namun semua anak-anak Buton, memiliki nilai-nilai dari
dua benang kebudayaan ini, yaitu tarian balaba dan senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Dengan
demikian, kepribadian orang Buton, tidak cukup hanya dengan tarian
balaba karena itu tidak akan sempurna, tetapi juga harus berada dalam
dendang senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>untuk
menyempurnakan kekuatan yang ada dalam tarian balaba itu dengan
kelembutan cinta dan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai humanism <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pobinci-binciki kuli </i>yang<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i>menjadi landasan filosofi dari dua benan kebudayaan itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Dua
benang inilah yang kemudian harus dihidupkan kembali dalam tatanan
orang-orang atau generasi muda Buton. Karena balaba melatih fisiknya dan
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>akan mengkonstruksi pemikiran dan jiwa anak-anak Buton. Misalnya, senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti Anjonga </i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Yinda Malusa</i> itu harus kembali dilantunkan untuk mengiringi setiap gerak tarian balaba dalam kehidupan orang Buton. Senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>yang menanamkan nilai-nilai kebutonan, senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>yang mengajarkan tentang identitas kebutonan. Karena konsep keseimbangan jiwa akan dilatihkan dalam berbagai senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>dan
keseimbangan fisik akan diajarkan dalam derap langkah kuda-kuda balaba
yang kokoh, sehingga anak-anak Buton memiliki kekuatan, berdiri, tegas,
tegap seperti batu karang, dan memiliki kelembutan seperti awan, seperti
batu karang yang tak pernah takluk dan seperti belaian awan yang tak
pernah kasar.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Dalam lantunan senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>dan
tarian balaba itulah, pribadi-pribadi Buton itu harus dirajut,
pribadi-pribadi Buton itu harus menemukan diri dan kediriannya,
menemukan kebutonannya, sehingga menjadi orang Buton akan merasa
memiliki tentang kebutonan. Pribadi-pribadi Buton yang memiliki
kebanggaan akan identitas dirinya. Pribadi-pribadi yang kuat,
pribadi-pribadi yang ulet dalam menjalani kehidupannya dalam konteks
kehidupan modern saat ini.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Dengan
demikian, masyarakat Buton saat ini membutuhkan dua benang kebudayaan
itu, untuk menyulam berbagai benang kebudayaan itu dalam pribadi-pribadi
Buton yang kuat dan utuh. Untuk itu, dibutuhkan lembaga tarian balaba
yang dapat dimasuki oleh semua generasi muda Buton. Di dalam lembaga
kebudayaan itulah, senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>kembali
dilantunkan mengiringi setiap gerakan tarian balaba. Sebab ajaran moral
dan kebajikan harus kembali dihidupkan, dan tentunya sulaman ini
kemudian diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai dasar identitas
kebutonan yang humanis universal. </div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Kalau kita menoleh ke belakang, maka tradisi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>hampir memenuhi seluruh aktifitas kebudayaan Buton, pembelajaran tentang nilai-nilai disampaikan melalui senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti, </i>tidak salah kalau leluhur Buton memiliki banyak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>dan salah satu contohnya yang dapat ditemukan di perpustakaan Universitas Leiden adalah naskah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>“<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Anjonga Yinda Malusa</i>”
karangan Haji Abdul Ganiu atau yang di dunia Melayu Malaysia lebih
dikenal dengan panggilan Haji Puteh. Di samping itu, tentunya masih
banyak naskah-naskah Buton yang dapat dieksplorasi di perpustakaan
Universitas Leiden ini.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Pertanyaannya adalah, mungkinkan dimasa depan, bangsa Buton memiliki kemampuan untuk memiliki lembaga Balaba dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>yang
dapat dijadikan sebagai ruang konstruksi nilai-nilai budaya Buton.
Sebab jika dua benang kebudayaan itu dapat diwujudkan, maka di masa
depan, orang-orang Buton akan kembali menemukan dirinya dan bangga pada
identitas kebutonannya. Sekurang-kurangnya, tarian balaba dan senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti </i>ini,
kelak dapat merajut pemikiran dan pemahaman anak-anak Buton tentang
kehidupannya. Sehingga anak-anak Buton tetap berdiri kokoh dalam terpaan
kebudayaan global yang terus menerus menggerus kebudayaan-kebudayaan
kecil di dunia. Anak-anak Buton memiliki kekuatan untuk tetap bertahan
dengan kepribadiannya, dan kelak akan lahir pemimpin-pempimpin Buton
yang punya mimpi untuk kebesaran budaya dan bangsanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Kita
tengoklah, bagaimana bangsa Jepang mampu mewarisi semangat samurai dan
bunga seruni dalam kepribadian anak-anak bangsanya. Memiliki visi, misi,
kekuatan, disiplin, ketegasan, keberanian, komitmen, konsisten dan
semangat dalam membangun diri dan kebudayaan mereka. Bagaimana bangsa
Jepang mencintai nilai-nilai kemanusiaan di dalam kekuatan samurai
mereka. Samurai yang memiliki sisi membunuh, ternyata memiliki dimensi
cinta selembut bunga serunai. Demikian juga bangsa Buton membangun
kekuatan fisik, pikiran dan jiwa dalam tarian balaba dan senandung cinta
yang dilantunkan dalam setiap bait-bait <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
Mungkinkan,
kita dapat meramu nilai-nilai tradisional kita dalam dua benang
kebudayaan itu? Dan mungkinkan kita dapat menerima globalisasi dalam
dimensinya yang lain, sebagaimana Jepang memiliki kepribadian sebagai
orang Jepang, tetapi memiliki penguasaan teknologi yang tinggi, yang
harus diakui di dunia timur maupun di dunia barat. Semoga bangsa Buton
kembali menemukan dirinya, kembali menarikan balaba dan melantunkan
senandung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kaбanti</i>. <i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i>Merebut
masa depan mereka, teknologi, ilmu pengetahuan, kesenian. Sebagaimana
Leluhur Buton mencetak sejarah bahwa sekolah penerjemahan pertama di
Nusantara itu pertama kali berada di Buton, yang menurut Mike seorang
Belanda yang ayahnya masih temannya Almarhum La Ode Manarfa, lembaga
pendidikan itu berdiri sekitar abad 15 belas. Suatu pencapaian dan
prestasi leluhur Buton yang harus digapai kembali oleh anak-anaknya hari
ini. Semoga, amin.*****</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">
<u style="color: blue;">Sumbe</u>r :</div>
<span style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: x-small;"><b>http://pusatstudiwakatobi.blogspot.com/2011/11/tarian-balaba-dan-senandung-kaanti-dua.html</b></span></div>
</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-16691793644597870492011-09-18T21:23:00.000-07:002014-10-19T15:33:50.638-07:00"LIYA" WANGI-WANGI-BUTON ADALAH DAERAH YANG DICARI OLEH SEJARAWAN DUNIA ?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="fauxcolumn-outer fauxcolumn-center-outer">
<div class="cap-top">
</div>
<div class="fauxborder-left">
<div class="fauxcolumn-inner">
</div>
</div>
<div class="cap-bottom">
</div>
</div>
<div class="fauxcolumn-outer fauxcolumn-left-outer">
<div class="cap-top">
</div>
<div class="fauxborder-left">
<div class="fauxcolumn-inner">
</div>
</div>
<div class="cap-bottom">
</div>
</div>
<div class="fauxcolumn-outer fauxcolumn-right-outer">
<div class="cap-top">
</div>
<div class="fauxborder-left">
<div class="fauxcolumn-inner">
</div>
</div>
<div class="cap-bottom">
</div>
</div>
<div class="post-header">
</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
<b style="color: red;">OLEH : ALI HABIU</b><br />
<br /></div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">
</div>
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;">
</div>
<div style="color: blue; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPbbAu4TDPyJpXWO0qRQI7XwFY2nHWfC3HoWVsbESwL9Q0MDLiXHR2pvvcaJDD98CImRtuhpK4PWdarcIOHcxWkcBGY5sHx2mTlv6P9G2Y7khRQQmrXg5HcLfBGKc8lQu593-rJfX-fBs/s1600/IMG_1743.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPbbAu4TDPyJpXWO0qRQI7XwFY2nHWfC3HoWVsbESwL9Q0MDLiXHR2pvvcaJDD98CImRtuhpK4PWdarcIOHcxWkcBGY5sHx2mTlv6P9G2Y7khRQQmrXg5HcLfBGKc8lQu593-rJfX-fBs/s200/IMG_1743.JPG" height="200" width="150" /></a></div>
<b> <span style="color: red;"> A.</span><span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; color: red; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;">
</span><span style="color: red;">PEMAHAMAN KONSEPTUAL</span></b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
<b> </b> Postulat
secara hipotesis bahwa dengan telah diketemukannya situs <b style="color: magenta;"><i>LINGGA </i></b>dan <i style="color: magenta;"><b>YONI </b></i>dalam
lingkungan Benteng Keraton Liya Wangi-Wangi maka dapat dipremis bahwa Kerajaan
Liya Wangi-Wangi dahulu kala masih menganut ajaran Hindu, sekalipun
kemungkinannya manusianya sudah menganut faham islam tetapi belum islami atau
dengan kata lain belum menegakkan ajaran islam yang benar sesuai tuntunan Nabi
Muhammad SAW. Jika benar <b style="color: red;">Mahisa Cempaka </b>adalah Raja Liya pertama mulai tahun
1252 Masehi maka hipotesis ini sementara dapat diterima walaupun tentu secara
ilmiah diperlukan pembuktian empiris dan konsepsional di lapangan melalui suatu penelitian ilmiah. Oleh karena
itu apasteriori premis boleh jadi <b style="color: lime;">LIYA WangiWangi</b> ada hubungan budaya dengan <b><span style="color: lime;">LIYA di Bali</span></b>.</div>
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<b style="color: orange;"><i>Menurut
pemahaman kebudayaan Bali</i></b>; <b style="color: red;">LIYA</b> adalah ilmu kerohanian yang bertujuan untuk mencari pencerahan lewat aksara suci. <b style="color: red;">LIYA</b> berarti lina
aksara yakni memasukkan dan mengeluarkan
kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu. Kekuatan aksara ini
disebut panca geni aksara, siapapun manusia yang mempelajari kerohanian metode apapun apabila mencapai puncaknya dia pasti
akan mengeluarkan cahaya ( aura). Cahaya ini bisa keluar melalui lima pintu
indra tubuh , <i style="color: red;"><u>telinga, mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan</u>.</i></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Pada
prinsipnya ilmu <i>trickle</i> tidak mempelajari bagaimana cara menyakiti seseorang,
yang di pelajari adalah bagaimana dia mendapatkan sensasi ketika bermeditasi
dalam perenungan aksara tersebut. Ketika sensasi itu datang, maka orang itu
bisa jalan-jalan keluar tubuhnya melalui ngelekas atau ngerogo sukmo, kata
ngelekas artinya kontraksi batin agar badan planetary kita bisa keluar, ini
pula alasannya orang ngeleak apabila sedang mempersiapkan puja batinnya di
sebut "angeregep pengelekasan". <br />
Sampai di sini roh kita bisa jalan-jalan dalam bentuk cahaya yang umum di sebut
"ndihan" bola cahaya melesat dengan cepat. Ndihan ini adalah bagian
dari badan planetary manusia, badan ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan
di sini pelaku bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain. </div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;"> <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> </b>Tradisi sebagian orang di India tidak
ada tempat yang tersuci selain di kuburan, kenapa demikian di tempat inilah
para roh berkumpul dalam pergolakan spirit, bagi penganut tantric bermeditasi
di kuburan di sebut meditasi "KAVALIKA". Di Bali kuburan dikatakan
keramat, karena sering muncul hal-hal yang meyeramkan, ini disebabkan karena
kita jarang membuka lontar "<i>tatwaning ulun setra"</i> sehingga
kita tidak tahu sebenarnya kuburan adalah tempat yang dark baik untuk
bermeditasi dan memberikan berkat doa. Sang Buda kecapi, <i><b style="color: blue;">Mpu kuturan</b><span style="color: red;"><b style="color: blue;">,</b> <b>Gajah Mada</b>, <b style="color: blue;">Diah Nateng Dirah, Mpu Bradah</b>, semua mendapat
pencerahan di kuburan, di Jawa</span></i> tradisi ini di sebut " TIRAKAT. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;"><br />
Di Bali ada beberapa daerah yang terkesan
lucu mengganggap kuburan adalah tempat sebel, leteh, ketika ada orang
meninggal, atau ngaben, tidak boleh sembahhyang ke pura karena sebel, padahal..
kalau ngaben kita juga mengahaturkan panca sembah kepada Hyang Widi di kuburan,
lantas di mana letak beda sebel Pura dan sebel kuburan bagi TUHAN ? itu hanya
awig-awig manusia. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Sehubungan dengan kisah tersebut, pada zaman dahulu kala di ceritakan para leluhur asal <b style="color: red;">LIYA Wangi-Wang</b><b style="color: red;">i</b> bahwa manusia-manusia yang mendiami wilayah ini sering melakukan tapah brata baik di
dalam gua-gua, di setengah dasar laut (berdiri merendam), di kuburan-kuburan keramat juga di dalam ruang
pertapaan khusus yang terdapat di ruang bubungan rumah sehingga zaman itu orang-orang <b style="color: red;">LIYA
WangiWangi</b> banyak yang sakti-sakti dan mumpuni ilmunya seperti : <u style="color: red;"><i>mati langsung menghilang ditempat, memiliki banyak bayangan yang sama, dapat dilihat dimana-mana dengan waktu yang bersamaan, dapat berjalan cepat dengan bilangan detik sudah berada ditempat yang dituju, mendayung 3 kali sudah berada di pulau lain, kebal oleh berbagai senjata tajam dan peluru dlsb.</i></u></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;">Oleh karena itu ketika
Kerajaan Buton terbentuk awal abad XIII banyak orang-orang <b style="color: red;">LIYA WangiWangi</b>
dipakai oleh sang Raja di pulau Buton untuk dijadikan pengawal pribadi atau
perajurit perang. Kebiasaan –kebiasaan masyarakat <b style="color: red;">LIYA WangiWangi</b> untuk
melakukan pertapaan ala Hindu tersebut mulai berkurang semenjak masuknya Islam
di pulau Buton yang dibawah oleh <b style="color: red;">Sjech Abdul Wahid </b>dan ditenarkan oleh
pengikutnya <b style="color: red;">Sjech DJILABU</b> setelah diangunnya Mesid Al Mubaraq (Mesjid Agung
Keraton Liya) tahun 1547 Masehi. Walaupun demikian pada tahun 1238 Masehi Haji
A.Muhammad dan kawan-kawan telah membangun mesjid di Togo Lamaentanari yang
berjarak hanya sekitar 2000 meter dari Keraton Liya, namun Haji A.Muhammad dan
kawan-kawan yang berasal dari saudagar pedagang rempah-rempah asal Persia yang
mendarat di Lamaentanari karena kapalnya tertabrak oleh karang di selat Jawa
ketika itu tidak mengejarkan atau menyebarkan ajaran islam karena mereka merasa
takut oleh karakter orang-orang <b style="color: red;">LIYA WangiWangi</b> saat itu yang serba sakti
sementara mereka semua adalah pendatang tanpa sengaja. Keseluruhan kisah ini tertuang dalam naskah sejarah kuno
buton yang tersimpan di Leiden.</span><br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify; text-indent: -18pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12pt;"> <span style="color: blue;">B.</span><span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; color: blue; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b style="color: blue;"><span style="font-size: 12pt;">PEMAHAMAN
SINTESIS</span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<b style="color: cyan;"><span style="color: magenta; font-size: 12pt;">Dalam Pupuh XIV Negarakretagama
oleh Mpuh Prapanca (1365) disebutkan bahwa wilayah-wilayah Kerajaan Majapahit
meliputi : </span><span style="font-size: 12pt;"></span></b></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;"><br />
Kadangdangan i <b>Landa</b> (Landak) len ri <b>Samedang</b> Tirem tan kasah ri <b>Sedu</b>
(Sarawak) <b>Buruneng</b> (Brunei) ri <b>Kalka</b> <b>Saludung</b> ri <b>Solot</b>
(Sulu) <b>Pasir Bartitwsi</b> <b>Sawaku</b> muwah ri <b>Tabalung</b> (Tabalong)
ri <b>Tnjung Kute</b> (Kutai Kartanegara) Lawan ri <b>Malano</b> makapramuka
ta(ng) ri <b>Tanjungpuri</b></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt;"><br />
Ikang skahawan <b>Pahang</b> pramuka tang <b>Hujungmedini</b> (Malay peninsula)
ri <b>Lengkasuka</b> len-ni <b>Saimwang</b> i <b>Kalanten</b> (Kelantan) i <b>Tringgano</b>
(Trengganu) <b>Nacor</b> (Pattani) <b>Pakamuwar Dungu</b> (Dungun) ri <b>Tumasik</b>
(Singapore) ri <b>Sanghyang Hujung Kelang</b> (Klang valley) <b>Keda</b>
(Kedah) Jere ri Kanapiniran sanusapupul<br />
<br />
Sawetan ikanang tanah Jawa murah ya - warnnanen ri <b>Bali</b> makamukyo tang <b>Badahulu</b>
mwang <b>Lwgajah Gurun</b> mukamuke <b>Suku</b>n ri <b>Taliwang</b> ri <b>Dompo
Sapi </b>ri Sanghyang Api <b>Bhima</b> <b>Ceram</b> i <b>Hutan Kadala</b> (Buru
island) opupul<br />
<br />
Muwah tang i <b>Gurun</b> sanusa mangaram ri <b>Lombok Mirah</b> (Lombok
island) lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyang kabeh muwah tikang i
Batangan pramuka Bintayan len <b>Luwuk</b> (Luwu) tekeng <b>Udamakatraya</b>
(Sangihe Talaud) dhi nikanang sanusapupul</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-size: 12pt;"><br />
Ingkang sakasanusa <b>Makasar Butung</b> (Buton) <b style="color: red;">Banggawai</b><span style="color: red;"> </span><b style="color: red;"><u>KUNI</u></b><u style="color: red;"> <b>GRA-LIYA-O</b></u> mwang
i(ng) <span style="color: red;">(baca : wangi-wangi)</span><b> Salaya</b> (Selayar island) <b>Sumba Solot</b> Muar muwah tikang i <b>Wandan</b>
(Bandaneira) <b>Ambwan</b> (Ambon) athawa <b>Maloko</b> (Maluku) <b>Ewaning</b>
(Wanin/West Papua) ri <b>Sran</b> (Seram) in <b>Timur</b> (Timor) makadi ning
angeka nusatutur </span><span style="color: lime; font-size: xx-small;">sumber
:<a href="http://www.asiafinest.com/forum/lofiversion/index.php/t204931.html">http://www.asiafinest.com/forum/lofiversion/index.php/t204931.html</a>)</span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify;">
Sebagai
anekdot dalam kaitan naskah ini perlu menjadi renungan bagi kita semua apakah
yang dimaksud dengan<b style="color: red;"> KUNI</b> dalam kalimat <b style="color: red;">KUNI GRA-LIYA-O</b> adalah identik dengan
nama sebuah tempat yang menjadi Ibu Kota Jepang pertama tahun 740 s/d 744 Masehi
yang berada di provinsi Yamashiro dan sejak tahun 2007 pemerintah Jepang
menjadikan sebagai <i style="color: orange;"><b>"situs bersejarah Istana Kuni"</b></i> (kuil resmi Provinsi
Yamashiro)</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; margin-left: 36pt; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Setelah
terjadinya <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_Fujiwara_no_Hirotsugu&action=edit&redlink=1" title="Pemberontakan Fujiwara no Hirotsugu (halaman belum tersedia)">Pemberontakan
Fujiwara no Hirotsugu</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kaisar_Sh%C5%8Dmu&action=edit&redlink=1" title="Kaisar Shōmu (halaman belum tersedia)">Kaisar Shōmu</a> pada bulan 12
tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/740" title="740">740</a>
memerintahkan ibu kota dipindahkan dari <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Heij%C5%8D-ky%C5%8D" title="Heijō-kyō">Heijō-kyō</a>
ke tempat bernama Kuni di distrik Sagara. Lokasinya dipilih karena merupakan
markas <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Daij%C5%8D_Daijin&action=edit&redlink=1" title="Daijō Daijin (halaman belum tersedia)">Daijō Daijin</a> <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tachibana_no_Moroe&action=edit&redlink=1" title="Tachibana no Moroe (halaman belum tersedia)">Tachibana no Moroe</a>.</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Di
dalam kompleks <b style="color: blue;">Istana Kuni</b> (<i>Kuni-kyū</i>) terdapat tempat tinggal kaisar,
aula utama (<i>daigokuden</i> dan <i>chōdō-in</i>) tempat dilangsungkannya
upacara resmi dan kegiatan pemerintahan, dan kantor pejabat pemerintah (<i>kan-ga</i>).
Kompleks istana dari utara ke selatan panjangnya 750 m dan lebarnya dari timur
ke barat 560 m.</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Bulan
September tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/741" title="741">741</a>,
kota dibagi menjadi dua distrik, Sakyō dan Ukyō. Istana kaisar mulai dibangun,
dan secara resmi kota ini disebut "Yamato no <b style="color: red;">kuni</b> no ōmiya" sejak
bulan November 741. Pada akhir tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/743" title="743">743</a>, semua pekerjaan dihentikan walaupun pembangunan ibu kota
belum selesai karena kaisar Shōmu memerintahkan agar ibu kota dipindahkan ke <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Shigarakinomiya&action=edit&redlink=1" title="Shigarakinomiya (halaman belum tersedia)">Shigarakinomiya</a>.</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Walaupun
hanya sempat menjadi ibu kota selama 3 tahun lebih, ibu kota berada di<b style="color: red;"> Kuni</b>-kyō
ketika kaisar mengeluarkan perintah tentang "pendirian kuil resmi provinsi
(<i>kokubunji</i>) dan kuil biarawati provinsi", dan perintah pembangunan <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Daibutsu&action=edit&redlink=1" title="Daibutsu (halaman belum tersedia)">Daibutsu</a>.</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Setelah
tidak lagi menjadi ibu kota, bekas istana kaisar dimanfaatkan kembali sebagai
kuil resmi Provinsi Yamashiro. Aula utama (<i>daigokuden</i>) diubah menjadi
bangunan aula pemujaan (<i>kondo</i>).</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Jika
anekdot ini sama dengan<b> <span style="color: red;">KUNI </span></b>seperti apa yang dimaksud dalam catatan Pupuh XIV Negarakretagama oleh Mpuh Prapanca (1365) berarti <b style="color: red;">LIYA WangiWangi</b> adalah daerah keresian tempat
berkumpulnya Raja-Raja di wilayah Nusantara pada zamannya setelah mereka
mendapat serangan di wilayah kekuasaannya oleh tentara Mongol yang mana <u style="color: red;"><b>LIYA
WangiWangi</b></u> dijadikan tempat<span style="color: lime;"> </span><u><i style="color: lime;">persembunyian, perlidungan sekaligus tempat tapah brata.
</i><b style="color: red;"> </b></u><br />
<span style="color: red;"><span style="color: black;">Nama <b style="color: red;">KUNI </b>di <b style="color: red;">LIYA</b> <span style="color: blue;">kemungkinan besar dimasukkan oleh tentara Mongol pada tahun 1292 setelah terlebih dahulu menyerang Kerajaan Singosari namun gagal karena istana kerajaan sudah dihancurkan oleh Jayakatwang (pemberontakan Jayakatwang) yang mana sesudahnya Kubilai Khan bekerja sama dengan Raden Wijaya untuk mencari Jayakatwang ke berbagai wilayah kerajaan Majapahit termasuk Liya-WangiWangi dalam upaya menangkapnya. Tentara Mongol setibanya di LIYA Wangi-Wangi rupanya telah menjumpai banyak petapa asal dari berbagai Kerajaan yang mengasingkan diri disini termasuk Mahisa Cempaka dan Si Panjonga maka mereka namakan LIYA ini sebagai KUNI atau daerah keresian sebagaimana yang terdapat di Jepang.</span></span></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
<b style="color: red;">GRA</b> dalam pengertian kamus jawa kuno sebagai tempat yang menunjukan permukiman,
sedangkan <b style="color: red;">BANGGAWAI</b> adalah berhubungan dengan pekerjaan (bisa diartikan
perlindungan atau persembunyian). Walaupun demikian kita masih menunggu
pengertian asli dalam kamus Jawa Kuno istilah <b style="color: red;">KUNI</b> itu sebetulnya apa
pemaknaannya agar kita bisa mengungkap di balik pupuh XIV Mpuh Prapanca (1365) dalam
catatannya Negarakretagama tentu mengandung pemahaman yang hakiki terutama dalam
rangka mengungkap kebenaran lembaran sejarah yang hilang selama ini di nusantara khususnya Moksa
Maha Patih Gajah Mada yang diperkirakan terdapat di wilayah Liya WangiWangi. *****</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-42311039047554815092011-08-25T16:12:00.000-07:002011-08-25T16:12:08.148-07:00GAJAH MADA : "SUMPAH PALAPA"<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><h3 class="post-title entry-title" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">OLEH : ALI HABIU</span></h3><div class="post-header"> </div><div class="post-body entry-content" id="post-body-7410212121497021927"> <div dir="ltr" style="text-align: left;"> <h3 class="post-title entry-title" style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"><br />
</span></h3><div> </div><div class="post-header" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBiIRXnSdtamWZe_GuNUIiLEY5Fq55Dz1qbtOCoCYRALXcioo4QMi1naJee15UtZvOlY3ayD3oyOb44GP6Qbr-5tiZE_xy0S2KQOqG7Ld84PJArZq3b_KKdj0PLDiNd07_D11B6qKHC65f/s1600-h/gajah+mada.jpeg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBiIRXnSdtamWZe_GuNUIiLEY5Fq55Dz1qbtOCoCYRALXcioo4QMi1naJee15UtZvOlY3ayD3oyOb44GP6Qbr-5tiZE_xy0S2KQOqG7Ld84PJArZq3b_KKdj0PLDiNd07_D11B6qKHC65f/s200/gajah+mada.jpeg" /></a>Setelah wafatnya <b style="color: red;">Raden Wijaya</b> tahun 1309 dan digantikan oleh anaknya yang bernama <b style="color: cyan;">Raden Jayanegara</b>, Pemerintahan Kerajaan Majaphit sering dironrong oleh berbagai pemberontakan yang dilakukan oleh para dharmaputra atau pejabat istana, antara lain ; <i style="color: lime;"><b>pemberontakan Nambi tahun 1316, pemberontakan Semi tahun 1318 dan pemberontakan Kuti tahun 1319. </b></i> Ketika terjadi <b>pemberontakan Kuti</b> inilah muncul nama <b style="color: red;">Gajah Mada.</b> Ia adalah anggota pasukan pengawal Raja Jayanegara yang berhasil menyelamatkan raja dalam peristiwa Bedander. Ketika itu Raja Jayanegara mengungsi dan sebagai imbalannya <b style="color: red;">Gajah Mada </b>diangkat menjadi <i style="color: blue;">Patih di Kahuripan</i> dan selanjutnya menjadi <i style="color: blue;">Patih di Daha.</i> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Setelah <b style="color: cyan;">Raja Jayanegara</b> wafat digantikan oleh <b style="color: magenta;">Tribhuwanatunggadewi</b> dan tak lama terjadi <b style="color: lime;"><i>pemberontakan Sedeng tahun 1331</i></b> dan berhasil dipadamkan oleh <b style="color: red;">Gajah Mada.</b> Sebagai balasan jasanya <b style="color: red;">Gajah Mada</b> diangkat menjadi <i style="color: magenta;">Perdana Menteri (Mangkubumi).</i></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b style="color: red;"><i>Pada saat dilantik inilah Gajah Mada mengucapkan suatu sumpah terkenal yang disebut Sumpah Palapa.</i></b> <i style="color: blue;">Dalam sumpah itu, Gajah Mada bertekad untuk tidak beristirahat sampai seluruh Nusantara dipersatukan dibawah panji Majapahit. </i><b style="color: red;">Gajah Mada </b>wafat tahun 1364 dan hingga saat ini belum jelas dimana disemayamkan. </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Para pakar sejarah hingga saat ini masih menyangsikan siapa sebenarnya Gajah Mada itu !! dan dari mana asal muasalnya !!, serta dimana letak makam aslinya. Hingga saat ini para ahli arkiologis belum pernah ada yang melakukan penelitian masalah lokasi asli kuburan Gajah Mada sehingga letak Makam Gajah Mada yang sebenarnya hingga saat ini belum ada persis yang mengetahuinya. Disamping itu juga kedatangannya dikerajaan Majapahit masih dianggap misterius karena semua lembaran sejarah Indonesia sampai saat ini belum ada pragraf yang menjelaskan masalah ini. </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Muncul pertanyaan ;<i style="color: lime;"><b> “Apa hubungan Kerajaan Majapahit dengan Buton” ?!. </b></i>Jawabnya adalah berdasarkan fakta sejarah Buton, mengkisahkan bahwa sejak awal tahun 1236 sampai tahun 1300-san, pulau Buton telah dimasuki oleh orang-orang besar dan sakti mandraguna. Seperti misalnya Sipanjonga orang sakti berasal dari suku Melayu negeri Pasai dengan membawa pembantu utamanya bernama si Tamanajo. Berikut si Malui dan si Sajawankati dari Melayu Pariaman, Musarafatul Izzati al fakhriy (Wa Kaa Kaa) dari negeri Yastrib Madina yang merupakan keturunan Saiyida Ali Bin Abithalib membawa bersama Muhammad Ali Idrus, Dun Kung Sang Hiang sebagai panglima perang kaisar tiongkok (kubilaikan) dan <b style="color: red;">Sang Ria Rana </b>seorang pujangga Melayu. Selanjutnya muncul pula 3 (tiga) Orang kakak beradik, yakni anak Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit masing-masing bernama Raden Sibatera, Raden Jatubun (Bau Besi) dan Lailan Mangrani atau putri Lasem dlsb. </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Seluruh orang-orang besar dan sakti tersebut datang kepulau Buton dengan mereka mencarinya berdasarkan perintah bathin atau petunjuk yang diperoleh dari orang tua atau leluhurnya, datang bersama dengan masing-masing 40 kepala keluarga. Dalam sejarah Buton, Raja pertama Buton yakni <b style="color: yellow;">Wa Kaa Kaa</b> serta <b><span style="color: yellow;">Raden Sibatera</span></b> hanya meiliki anak yang bernama Bula Wambona, sedangkan Raden Jatubun dan putri Lasem tidak jelas disebutkan kawin dengan siapa dan punya anak bernama siapa. Sehingga muncul hipotesis dalam tulisan ini, bahwa premis <b style="color: red;">Gajah Mada </b>merupakan anak yang berasal dari salah seorang dari kedua anak Raden Wijaya tersebut yakni <b>Raden Jatubun</b> atau<b> putri Lasem</b>. Sebagai sintesis adalah bahwa <b style="color: red;">Gajah Mada </b>setelah dewasa diutus kembali ke kerajaan Majapahit untuk memperkuat pasukan perang disana. Mengapa di utus ke Majapahit !?, Karena penguasa kerajaan ini masih erat bertalian darah dengannya. Adapun masuknya ketiga kakak beradik anak Raja Majapahit tersebut ke pulau Buton adalah jauh hari sebelum wafat ayahandanya yakni Raden Wijaya tahun 1309. Sehingga secara analisis dapat dikatakan bahwa Gajah Mada lahir akhir abad XIII dan ketika muncul di Jawa tahun 1319 usianya sudah cukup dewasa. </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Kedatangan ketiga anak Raden Wijaya itu ke pulau Buton bukan secara kebetulan tetapi merupakan petunjuk dan perintah bathin sang <b>Raja Raden Wijaya </b>yang diperoleh dari hasil pertapaannya, mengingat ketika itu kerajaan yang dipimpinnya mengalami banyak pemberontakan yang datangnya berasal dari orang-orang dalam Istana sendiri, dan diperintahkan anaknya untuk mencari pulau Buton ini. Adapun tujuannya ; pertama adalah untuk menyelamatkan ke tiga anaknya yakni <b style="color: orange;"><i>Raden Sibatera, Raden Jatubun dan putri Lasem </i></b>dari serangan pemberontak yang muncul dalam lingkungan pejabat istana. Dimana pulau Buton yang dipilih pada saat itu merupakan negeri yang relative (negeri keresian) aman dan kedua ialah untuk menyebarkan pemerintahannya dan pengembangan Bandar baru diwilayah lain disamping penyebaran keturunan. Adapun <b style="color: blue;">Raden Wijaya</b> berpesan: <i style="color: red;"><b>“Berangkatlah anak-anakku, berangkatlah 20 generasi nanti akan kembali bersatu dengan Bangsa Leluhurmu yaitu dalam Kebangsaan Nusantara” </b></i></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Di Desa Lasalimu terdapat Gunung Mada, konon diceritakan sebagai tempat mula kembalinya <b style="color: red;">Gajah Mada</b> setelah meninggalkan kerajaan Majapahit dengan membawa pasukan setianya sebanyak 40 orang. Sedangkan di kelurahan <b>Majapahit di Batauga,</b> konon dicerikakan sebagai tempat wafatnya <b style="color: red;">Gajah Mada</b> yang terdapat didalam satu liang bersama 40 orang pengikutnya. Mereka secara bersama-sama menguburkan/menimbunkan diri mendampingi mahpati <b style="color: red;">Gajah Mada </b>di dalam liang itu. Demikian pula di <b>gunung Takimpo </b>konon juga diberitakan sebagai tempat makamnya <b style="color: red;">Gajah Mada </b>beserta 40 orang prajurit setianya. Dan hasil tutur foklour masyarakat Liya disebutkan bahwa <b style="color: red;">Gajah Mada </b>Moksa di salah satu Goa di pulau Oroho wilayah Kerajaan Liya.<br />
</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Begitu setianya para prajuritnya tak mau berpisah jauh dengan sang maha pati <b style="color: red;">Gajah Mada </b>setelah wafat. Selama 40 hari dan 40 malam secara terus menerus gendang para perajurit mengiringi jasad sang mahpatih <b style="color: red;">Gajah Mada</b> di dalam liang tersebut dan setelah hari ke-41 bunyi genderang sekaligus hilang sunyi senyap ibarat ditelan bersama keheningan alam. Menandakan bahwa seluruh prajurit setia <b style="color: red;">Gajah Mada </b>yang ikut menguburkan diri bersama Gajah Mada diliang tersebut sudah wafat semua. Konon dikisahkan bahwa sampai dengan saat ini pada malam-malam tertentu masyarakat disekitar liang tersebut yang terdapat disalah satu Desa di Kelurahan Majapahit Kecamatan Batauga masih sering mendengar bunyi genderang para parajurit Gajah Mada itu sehingga daerah ini termasuk disakralkan oleh penduduk setempat.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Jika hipotesis ini benar, berarti tak salah lagi bahwa <b style="color: blue;"><i>Gajah Mada adalah cucu Raden Wijaya.</i></b> <b style="color: red;">Gajah Mada </b>selama berada di pulau Buton sejak kecil sampai menjelang dewasa dibawa bimbingan orang-orang sakti dan dia telah menimba ilmu bathin dan kanukragan yang amat dasyat. Setelah usia <b style="color: red;">Gajah Mada </b>dipandang cukup dewasa (usia antara 15 s/d 20 tahunan), barulah sang ayah mengutusnya kembali ke pulau jawa untuk memperkuat kerajaan pamannya yakni <i style="color: lime;"><b>Raden Jaya Negara</b></i> sebagai Raja Majapahit. Setelah selesai tugasnya dalam memperjuangkan bersatunya Nusantara dibawah Kerajaan Majapahit yang berlangsung selama kurang lebih 43 tahun. maha patih <b style="color: red;">Gajah Mada </b>akhirnya ia kembali lagi ke pulau Buton pada tahun 1364 untuk menemui kembali kedua orang tuanya. (dalam sejarah tahun 1364 diberitakan Gajah Mada wafat).<br />
</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><br />
<div style="text-align: justify;"> <div style="text-align: justify;"> <span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dalam catatan<b style="color: blue;"> Mpu Prapanca</b> <b style="color: lime;"><i>(Negarakertagama)</i></b> jelas ada disebut Butun (buton), <b style="color: red;"><i>LIYA-</i></b> wangiwangi, Selayar,dan Bontain, sebagai wilayah Kerajaan Majapahit.</span><br />
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> <i><b>“…..muwah tanah i bantayan pramuka bantayan len luwuk tentang udamakatrayadhi nikanang sunusaspupul ikangsakasanusanusa makassar butun banggawi kuni gra-<span style="color: red;">LIYA-</span>o </b><b style="color: red;">wangi (ng) </b><b>salaya sumba solo muar,…</b></i>.”( Mattulada mengutip buku ‘Gajah Mada’ karangan Muhammad Yamin, terbitan Balai Pustaka Jakarta tahun 1945). </span><br />
</div><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"></span></div><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span><br />
<div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Begitu besar makna <b style="color: red;">sumpah Palapa bagi Gajah Mada </b>sehingga diapun berjanji untuk tidak akan pernah tidur sebelum seluruh Nusantara dapat dipersatukan oleh kerajaan Majapahit----adalah merupakan suatu perjuangan yang amat berharga pada zamannya. “Apakah semangat juang Gajah Mada ini masih dimiliki oleh para pemimpin bangsa kita saat ini, dalam memperjuangkan tetap utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia” ??. Masih dalam tanda Tanya besar, sebab gaya kepemimpinan para pejabat kita saat ini ialah lebih cendrung kebaratan, konsepsi pola pikir dan tingkah laku kepemimpinan lebih individualistik, postulat merupakan produk kapitalistis, liberalistis, komunistis. Bukannya gaya kepemimpinan berdasarkan doktrin sesepuh para leluhur yang amat tersohor pada zamannya yang bersahaja, adil dan sederhana itu. Kata orang kampung ; “Amat sayanglah para pemimpin kita saat ini mereka tinggalkan begitu saja kebudayaan nenek moyang kita dahulu, tanpa mau mereka dengan sungguh - sungguh untuk mempelajarinya. Padahal disana para nenek moyang kita amat kaya akan sifat, sikap, gaya dan ilmu kepemimpinan”.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Semangat juang maha pati <b style="color: red;">Gajah Mada </b>yang tertuang dalam Doktrin Perjuangan Gajah Mada, meliputi <i style="color: magenta;"><b>15 (lima belas) Sumpah Palapa </b></i>sebagai esensi dasar soko guru dalam melangkah memperjuangkan kesatuan seluruh nusantara dalam kekuasaan Majapahit. Adapun isi Sumpah Palapa yang dikutif dalam naskah Bung Karno yang ditanda tangani 1 Maret 1955 yang tertera dalam dokumen Doktrin Perjuangan Penyelesaian Amanah Rakyat, sebagai berikut :</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b>1.VIJ N A</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Vijna artinya sifat Bijaksana yang khidmat. Sikap ini mencerminkan rasa tabah dalam keadaan genting, namun tidak lupa daratan dalam keadaan senang. Sikap ini juga mendidik kita untuk rendah hati, tidak pongah dan takabur atau sombong. Kita tidak perlu putus asa ketika menderita, tetapi tidak perlu lupa diri dalam keadaan senang. Didalam diri yang Vijna, terdapat rasa bersahaja yang seimbang.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="color: blue; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b>2.MANTRIWIRYA</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Mantriwirya,artinya sifat ini mendidik kita untuk menjadi pembela buat yang tertindas, menolong bagi yang teraniaya. Kita harus berani karena benar dan takut karena salah. Sikap ini mendidik kita berani karena ada sesuatu yang pelu dibela, bukan sesuatu yang perlu kita tundukkan dan kita kalahkan. Sikap ini datang dari kesadaran fikir, rasa dan raga yang menyatu serta berkebenaran yang sejati. Bukan karena perasaan diri kuat dan perkasa. Kekuatan hanya bisa menundukkan dan mengalahkan tapi tak pernah berhasil menciptakan kebenaran dan keadilan.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b style="color: lime;">3.WICAKSANENG NAJA</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Wicaksaneng Naja,artinya sikap ini mendidik kita berjiwa patriotik dan demokratis. Terhadap kawan dan lawan kita harus bersikap terbuka dan jantan. Sikap ini mendidik kita jangan suka menari di atas bangkai dan kuburan lawan. Musuh yang jujur itu kadang lebih baik dari kawan yang munafik. Dalam diri manusia selalu ada hal yang baik dan buruk. Tehadap keadaan ini kita harus bersikap bijaksana dan terbuka.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b><span style="color: lime;">4.MATANGGWAN</span></b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Matanggwan,artinya sikap ini bertalian dengan kepercayaan atau rasa kepercayaan. Kalau kita diberi kepercayaan atau amanah, janganlah kita bersikap ingkar atau cidera. Sebab kepercayaan adalah tanggung jawab yang harus kita penuhi. Kita dipercaya bukan lantaran kita kuat dan perkasa, tapi lantaran kita mampu bertangungjawab terhadap kepercayaan yang kita terima sebagai amanah dari orang lain. </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="color: orange; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b>5.SATYA BHAKTI APRABHOE</b> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Satya Bhakti Aprabhoe artinya, adalah sikap yang berhubungan dengan loyalitas kita pada atasan, pimpinan dan kenegaraan. Satya Bhakti memang soal loyalitas, tetapi loyalitas musti lahir dari rasa kesadaran dan bukan mitos atau dogma pribadi. Satya bhakti adalah kode etik pengabdian. Berarti itu bukan kultus pemujaan suatu terhadap seseorang yang kebetulan berkuasa.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b style="color: lime;">6.SARJANA PASAMO</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Sarjana Pasamo artinya, ialah sikap perwira atau sikap kesatria yang paripurna. Kesatria yang bersikap paripurna (sarjana pasamo) berhati tabah terhadap goncangan apapun. Sementara dia tetap taat pada pimpinan yang baik. Sikap ini mendidik kita supaya tetap berwajah manis dan ramah, sabar dan teguh pada pendirian. Kita kadang harus ikhlas kehilangan sesuatu dan tidak merasa miskin karena memberikan sesuatu. Juga tidak merasa sudah puas karena mencapai atau memiliki sesuatu.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="color: cyan; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b>7.WIGNIWAS</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Wigniwas artinya, adalah sikap yang membicarakan tentang kewibawaan. Sebenarnya kewibawaan itu terletak pada diri pemimpin yang pandai dan mahir. Dalam hal ini dituntut untuk mahir dalam ilmu historika dan logika. Untuk itu memerlukan pula beberapa ilmu diantaranya ; Kosmology, Konmogonie, Polemos, Egosentros, Logos dan Eros. Disamping itu juga pandai pidato dan mengerti ilmu jiwa lingkungan. Sikap ini menunjukan pada adanya sikap yang tegus dalam prinsip, berani dalam mengambil prakarsa dan tuntas jika suatu langkah sudah diambil.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b style="color: lime;">8.DIROTSABA</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Dirotsaba artinya, adalah sikap intensif dalam segala hal. Tekun dalam pada sesuatu yang diyakininya akan berhasil baik. Berkesungguhan dalam berfikir dan berbuat. Juga dalam hal ini tanpa harus kehilangan rasa yang manusiawi. Apapun yang direncanakan dan dikerjakan , cara mengerjakannya itu tetap sungguh-sungguh dan bukan iseng. Biarpun dalam beberapa hal mempunyai kelemahan dan kekurangan, Namun seorang kesatria tidak akan terpengaruh. Dan keadaan ini tidak akan membikin keperibadian dan kebesaran pribadi kesatria menjadi sirna. Jadi sifat ini mendidik kepada kita untuk tetap tegar dan mempengaruhi suasana ataupun lingkungan tanpa terpengaruh sedikitpun.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b style="color: #e06666;">9.TANLALANO</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Tanlalano artinya, ialah sikap manusia yang polos dalam duka dan suka, manusia harus tetap berwajah cerah. Manusia tidak perlu lari dari kenyataan ataupun lari dari dirinya sendiri, apapun yang menimpa dirinya. Sikap ini juga mendidik kita untuk tetap waspada tetapi waspada dan hati-hati yang tanpa dilandasi rasa benci, dengki, curiga dan prasangka. Mahpatih Gajah Mada mengatakan maksud dari pada diri yang Tanlalano adalah manusia itu harus selalu Setiti, Ngastiti, Surti dan Ati-ati. Tetapi tanpa dilandasi dengan hati yang ; Iri, Dengki, Srei, Dahwen, Panasten dan Patiopen. </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="color: lime; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b>10.TANSATRISNA</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Tansatrisna artinya, sikap ini menunjukan pada sikap kita untuk tidak memihak sejak kita tahu bahwa jalan yang sebenar benarnya telah kita miliki. Mahpatih Gajah Mada mengatakan bahwa kebenaran itu ada 5 (lima) macam, antara lain :</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> • Kebenaran yang sejati</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> • Kebenaran yang dapat diterima oleh seluruh bangsa</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> • Kebenaran yang hanya dapat diterima oleh satu golongan saja</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> • Kebenaran yang palsu</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> • Kebenaran yang sesat.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Sikap Tansatrisna ini mendidik kita untuk tidak pilih kasih dan pandang bulu. Tidak selalu berselera untuk pamrih dan tidak punya pertimbangan buat kepentingan diri sendiri. Berarti pula kita tidak punya selera untuk pamrih.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b style="color: red;">11.DWIGNYATCIPTA</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Dwignyatcipta Artinya, sikap ini mendidik kita sopan santun atau suatu watak yang sangat berbudaya. Dalam berhubungan dengan manusia sesama akan tampil sikap kita yang tahu akan tata krama dan berbudi luhur. Dalam sikap ini sangat menonjol sekali nilai demokratis. Jiwa Gajah Mada yang agung. Sikap ini mengajarkan kepada kita supaya siap dan sedia serta rela mendengar pendapat orang lain kendatipun pendapat itu tidak kita setujui.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="color: magenta; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b>12.SIH SAMASTHA BHOEA ERA</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Sih Samastha Bhoea Era Artinya, sikap ini membicarakan mengenai nilai-nilai yang patriotik. Seorang pahlawan tidak hanya cukup asal berani saja secara fisik, mental dan ideologi saja. Seorang pahlawan mesti harus mempunyai hati dan akhlak pahlawan, berbudi dan berjiwa pahlawan. Disamping itu harus dapat membentuk generasi muda pahlawan. Sikap tersebut sebagai ciri pahlawan dan untuk membesarkan pahlawan. Tetapi membesarkan pahlawan tidak sama dan bukan mendewakan pahlawan dan memuja buta pahlawan itu.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b style="color: red;">13.GYNONG PRATITDYA</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Gynong Prattitdya Artinya, sikap ini berbicara tentang watak moral yang tinggi. Manusia yang baik harus selalu mengerjakan yang baik dan harus dapat membuang jauh segala tingkah laku serta perbuatan yang buruk. Menurut keterangan Mahpatih Gajah Mada, baik itu adalah tingkat terendah, sedangkan urutannya ialah Baik, Bijaksana dan Bajiksana. Dalam hal ini juga berbicara tentang jiwa dan watak keterbukaan. Sebab cuma orang yang berwatak terbuka maka dia berani membuang segala yang buruk dalam dirinya.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b style="color: red;">14.SOEMANTRI</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Soemantri Artinya, sikap ini mendidik kita supaya memperlihatkan sikap yang selalu sadar, setai, teguh bulat dan utuh. Pribadi yang sumantri adalah memperlihatkan kepaduan antara ; Loyalitas, Dedikasi, Kreativitas, Dinamika dan Integritas diri manusia. Manusia yang Soemantri adalah manusia yang selalu ketiga kesadaran yang menyatu. Kesadaran itu ialah Kesadaran pikir, Kesadaran Rasa dan kesaaran raga. Disamping itu juga mengetahui ketiga kehendak, yakni kehendak yang disadari, Kehendak yang didorong oleh nafsu dan Kehendak yang supra.</div><div style="color: blue; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> </div><div style="color: purple; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <b>15.HANYAKEN MOESOEH</b></div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Hanyaken Moesoeh Artinya, sikap ini kita dididik untuk dapat mengetahui dengan jelas dan mengendalikan dengan jelas mengenai musuh itu. Yang sebenarnya musuh itu mempunyai gambaran dua dimensi, yakni musuh yang fisik/wadag disebut musuh luar yang kelihatan/dapat dilihat. Musuh ini mudah diketahui dan dapat dikendalikan. Sehingga dengan demikian sehingga musuh yang diluar ini dapat kita jadikan sahabat dapat juga kita jadikan syarat kesuksesan kita.<br />
</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Namun dalam penguasaan musuh ini kita harus ingat bahwa kita menang tapi kalau bisa jangan ada yang merasa dikalahkan. Selanjutnya terdapat musuh yang tidak kelihatan yakni musuh yang bersarang didalam diri kita sendiri. Musuh inilah yang agak susah kita kendalikan dan apalagi kita musnahkan. Rumah dari musuh yang tersamar ini adalah keinginan (krenteg, karep serta tumindak ). Kesemuanya ini memerlukan emosi, yang mana didalam diri kita terdapat dua jenisnya, ialah 6 akar kejahatan emosi dan 6 akar budi luhur emosi.</div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> <br />
Ke lima belas butir Sumpah Palapa oleh Gajah Mada itu senantiasa diamalkan dan dijadikan pedoman dalam setiap kepemimpinan Raja-Raja Liya, Raja-Raja Wolio dan para Sultan di negeri Buton, sehingga ketika mereka memimpin amat dihormati oleh masyarakatnya dan sangat disegani oleh lawan-lawannya. ****<br />
</div></div></div><div class="post-footer-line post-footer-line-1"><span class="post-author vcard"> <span class="fn"></span></span><span class="post-timestamp"><a class="timestamp-link" href="http://kabali-indonesia.blogspot.com/2011/08/gajah-mada-reinkarnasi-sumpah-palapa.html" rel="bookmark" title="permanent link"><abbr class="published" title="2011-08-25T00:18:00-07:00"></abbr></a></span><span class="post-icons"><span class="item-action"><a href="http://www.blogger.com/email-post.g?blogID=7677342365056182726&postID=7410212121497021927" title="Posting Email"><img alt="" class="icon-action" height="13" src="http://img1.blogblog.com/img/icon18_email.gif" width="18" /> </a> </span> <span class="item-control blog-admin pid-62362797"> </span> </span> <span class="post-backlinks post-comment-link"> </span> </div><div class="post-footer-line post-footer-line-2"><span class="post-labels"> Label: <a href="http://kabali-indonesia.blogspot.com/search/label/sumpah%20palapa" rel="tag">sumpah palapa</a> </span> </div></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-29792284799630323512011-08-21T00:17:00.000-07:002011-08-21T00:17:27.468-07:00SENJA KEBUDAYAAN (BUTON) CIA-CIA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><table class="contentpaneopen"><tbody>
<tr><td class="contentheading" width="100%"> </td> <td align="right" class="buttonheading" width="100%"> <a href="http://www.kendaripos.co.id/web/index2.php?option=com_content&task=view&id=20430&pop=1&page=0&Itemid=35" target="_blank" title="Print"> <img align="middle" alt="Print" border="0" name="Print" src="http://www.kendaripos.co.id/web/images/M_images/printButton.png" /></a> </td> <td align="right" class="buttonheading" width="100%"> <a href="http://www.kendaripos.co.id/web/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=20430&itemid=35" target="_blank" title="E-mail"> <img align="middle" alt="E-mail" border="0" name="E-mail" src="http://www.kendaripos.co.id/web/images/M_images/emailButton.png" /></a> </td> </tr>
</tbody></table><table class="contentpaneopen"><tbody>
<tr> <td align="left" colspan="2" valign="top" width="70%"> <span class="small"> Written by La Taya </span> </td> </tr>
<tr> <td class="createdate" colspan="2" valign="top"> Thursday, 18 August 2011 </td> </tr>
<tr> <td colspan="2" valign="top"> <div align="justify"><b style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">OLEH: ABD RAHMAN HAMID</b><span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"> </span><span style="color: lime; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">*)</span><br />
<br />
<span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;">Pada tanggal 22 Juli 2011, harian ini menurunkan artikel Cho Tae Young bertajuk refleksi dua tahun pengajaran aksara Hanguel-Korea di Kota Bau-Bau, tepatnya pada masyarakat Cia-cia. Artinya, sudah dua tahun pengguna kebudayaan asing itu melewati masa senjanya dari kebudayaan daerah (Buton) dan nasional. Atas dasar itulah, artikel ini diketengahkan sebagai bahan penyadar dini akan ancaman matinya kebudayaan daerah, seperti juga disitir oleh Young.</span><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /></div><div> </div><div style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">Sekilas pandang, sebagian kalangan berpendapat bahwa usaha adaptasi kebudayaan Korea di masyarakat Cia-Cia adalah langkah maju dalam persetubuhan kebudayaan asing dengan keudayaan lokal, yang nota bone memiliki berakar budaya Buton. Mengapa itu terjadi?<br />
<br />
Masalah ini seharusnya dijawab dengan terang benderang oleh Pemerintah Kota Bau-bau yang telah membuka pintu Malige bagi adaptasi kebudayaan ini. Itu juga membuktikan, bahwa telah kian lama Pemerintah abai merawat dan membina kebudayaan daerah. Sikap yang demikian kontradiksi dengan usaha Pemerintah dalam membangun kebudayaan nasional, ranah mana tempat bersemainya kebudayaan daerah yang secara antropologi terdiri dari 500 kelompok etnik dengan ciri-ciri bahasa dan kultur tersendiri.<br />
<br />
Bila pembiaran itu terus terjadi, maka terbuka kemungkinan peristiwa “Matinya Kebudayaan Daerah”, atau “Krisis Kepribadian Bangsa” dalam bahasa Bung Karno. Untuk menata kehidupan di masa mendatang, kata Bung Karno pada pidato monumentalnya yang menandai lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, kita harus mempunyai landasan kepribadian yang kokoh dan digali dari situs kebudayaan daerah kita yang tersebar di berbagai penjuru Nusantara.<br />
<br />
Tetapi, sudahkah penggalian kebudayaan itu dilakukan secara serius dan berkelanjutan? Oleh siapa dan untuk apa? Tak jarang upaya macam itu semata dilakukan oleh kalangan akademik sekadar menuntaskan kewajiban penempaan ilmiah akhirnya di meja studi, atau peneliti pada proyek risetnya. Sangat jarang ditemukan orang yang bergiat melakukan ikhtiar ilmiah dan kebudayaan tersebut demi pelestarian budaya daerah dan pembangunan bangsa. <br />
<br />
MENGAPA KEBUDAYAAN KOREA?<br />
<br />
Pertanyaan ini diajukan untuk memastikan titik pijak Pemerintah melegalkan adaptasi kebudayaan Korea bagi kaum belia akademik Cia-cia. Objek sasaran ini sangat strategis. Sebab mereka adalah generasi baru dan nakhoda Buton ditengah samudera budaya daerah dan global.<br />
<br />
Dalam batas cakupan jelajah akademik saya selama ini, terhadap sejarah dan kebudayaan Buton, upaya sosialisasi dan adaptasi ini tidak memiliki pijak yang kuat. Bahkan, hal itu tak lain dari gerak rantai pematian kebudayaan Buton.<br />
<br />
Pemilihan dan penggunaan aksara sebagai media transformasi pengetahuan dan kebudayaan sepatutnya berlatarkan sejarah dan budaya masyarakat penggunanya. Sebagai contoh, pemanfaatan aksara Latin di Indonesia tidak lepas dari pengaruh bangsa Barat (Eropa) di Bumi Pertiwi pada masa silam. Demikian juga pemungsian aksara Pallawa pada sejumlah Prasasti di Pulau Jawa erat kaitannya dengan interaksi masyarakat Nusantara dengan masyarakat kebudayaan India, khususnya pada periode Hindu-Budha.<br />
<br />
Penggunaan aksara Arab berbahasa Melayu, Arab, dan Wolio pada sejumlah naskah Buton merupakan buah interaksi pendukung kebudayaan itu di masa lalu. Aksara dan bahasa Arab, sebagai alat transformasi pesan-pesan Ilahi, tersebar seiring perkembangan agama Islam di Buton, dengan penganjur pada masa awalnya adalah Syekh Abdul Wahid dari Arab. Juga bahasa Melayu yang pernah menjadi lingua franca dalam dunia pelayaran dan perdagangan maritim Nusantara. Akar kebudayaan terakhir ini sangat kuat terutama pada fase awal sejarah politik Buton di abad XIII Masehi. Empat orang pengembara atau juga dikenal dengan Mia Pata Miana (Sijawangkati, Simalui, Sipanjonga, dan Sitamanajo) yang mendirikan Kerajaan Buton berasal dari Negeri Melayu di Semenanjung.<br />
<br />
Pendeknya, bila frase-frase kebudayaan itu digunakan sebagai alat transformasi pengetahuan dan kebudayaan di Kota Bau-bau, maka jelas memiliki akar sejarah yang kuat. Sejalan dengan usaha itu pula, jika terdapat itikad baik Pemerintah Kota untuk menggunakan frase budaya (Asia) Timur di masyarakat Buton Cia-cia, maka alternatif aksara China sedikit lebih tepat karena secara faktual memiliki fondasi sejarah dengan masyarakat Cia-cia.<br />
<br />
Dalam tradisi lisan Buton dikatakan, bahwa Ratu Buton pertama adalah Wa Kaa Kaa berasal dari China. Pendahulunya adalah Dungku Cangia yang menetap dan menjadi raja di Negeri Tobe-Tobe. Konon, setelah rombongan Wa Kaa Kaa mendarat di Wabula (Pasar Wajo), mereka bergabung dibawah pimpinan Dungku Cangia menuju Lelemangura, kelak menjadi pusat kerajaan. Dari Wa Kaa Kaa inilah, menurut tradisi lisan itu, berkembang masyarakat Cia-cia (di Wabula). <br />
<br />
Lalu, bagaimana akar serupa dapat ditunjukkan untuk aspek kebudayan Korea yang kini dipilih sebagai media transformasi pengetahuan dan kebudayaan bagi kaum belia akademik Cia-cia di Kota Bau-bau? Jika pemerintah Korea bersimpati pada penyelamatan kebudayaan daerah di Indonesia, seperti diungkapkan oleh Young dalam artikelnya, mengapa alas usahanya tidak bertumpu pada pemupukan kebudayaan daerah yang sudah ada sejak awal, sehingga terjaga kelangsunganya. Bukan menggantikannya, apalagi memaksakannya, dengan anasir kebudayaan baru menggunakan pemikat teknologi dan kapitalisme modern.<br />
<br />
BERALTERNATIF<br />
<br />
Penggunaan aksara Hangul-Korea di Bau-bau telah membawa kita pada, apa yang dikatakan oleh Bapak Antropologi Idonesia Koentjaraningrat, praktek mentalitas menerabas. Demi mencari jalan pintas dan instan untuk sebuah popularitas publik, sebagai daerah yang mampu mengadaptasi dan menyembangkan kebudayaan asing di era global, khasanah kekayaan kebudayaan nasional tergadai.<br />
<br />
Masyarakat Indonesia memiliki beragam kebudayaan, berikut aksara dalam mentransformasikan pegetahuan dan nilai-nilai budayanya. Di Sulawesi misalnya, tiga daerah yang memiliki ikatan erat di masa lalu adalah <i style="color: red;"><b> Wolio (Buton), Wotu (Luwu), dan Layolo (Selayar). </b></i><br />
<br />
Ketiganya, dari hasil studi lingusitik, memiliki persentase kimiripan bahasa yang tinggi (Pelras 2006), yang mengindikasikan kedekatan akar kebudayaannya. Dalam kaitan itu, masyarakat Bugis-Makassar telah lama dikenal menggunakan aksara Lontara sebagai media komunikasinya. Tetapi, mengapa kita tidak beralternatif untuk menggunakan media itu? Terlepas dari aspek dominasi budaya dan politiknya, yang dimiliki setiap daerah itu, alternatif ini masih dalam batas-batas terawang kebudayaan nasional. Atau alternatif lainnya adalah pemanfaatan aksara Arab dan Latin bagi kaum belia akademik Cia-cia. Akhirnya, selamatkan kebudayaan daerah demi masa depan kebudayaan nasional.<br />
<br />
<span style="color: lime;">*) Staf Pengajar tidak tetap Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unhas</span><br style="color: lime;" /> <br />
</div><div style="clear: both; text-align: center;"><div style="text-align: justify;"><br style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;" /></div><hr style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"></span></div></div></td></tr>
</tbody></table></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2310775921112238470.post-43010130886945165482011-06-11T09:14:00.000-07:002011-06-11T09:14:11.484-07:00MEMBANGUN OPTIMISME KEBUTONAN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><h3 class="uiHeaderTitle"><span style="color: red;">OLEH : HASMINA SYARIF</span></h3><h3 class="uiHeaderTitle"><span style="color: red;"> </span></h3><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmQf6ddXWzQ0mJnba1DhokBrK89ZN-f9c1LZZJ0weaTn6QQntPbg038JxPPUx6xlLqm_-RjFqiZD2t7R8UI4S5-aAn5FcZDUv024m72qJpu07NCdYFoK-iSUqGbhVOVB3mEBt12mZaIGQ/s1600/HASMINA+SYARIF.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmQf6ddXWzQ0mJnba1DhokBrK89ZN-f9c1LZZJ0weaTn6QQntPbg038JxPPUx6xlLqm_-RjFqiZD2t7R8UI4S5-aAn5FcZDUv024m72qJpu07NCdYFoK-iSUqGbhVOVB3mEBt12mZaIGQ/s1600/HASMINA+SYARIF.jpg" /></a></div><h3 class="uiHeaderTitle" style="font-weight: normal; text-align: justify;">Ditengah diskusi dan banyaknya postingan yang ada di group ini, banyak bermunculan ide-ide dan pikiran cerdas generasi Buton dari berbagai aspek keilmuan, mulai dari yang berstatus dosen, mahasiswa, aparat pemerintahan, pelajar, bahkan, ibu-ibu rumah tangga dan para professional asal Buton yang ada di dalam negeri maupun luar negeri.</h3><div class="mtm fbDocument" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"> Untuk mengatasi permasalahan yang kita hadapi dalam menemukan masa depan Buton, nurani kita terkadang membisikan sesuatu dan bertanya, apakah pemerintah daerah selaku pemegang kekuasaan yang memiliki otorisasi penuh sebagai pengemban amanat rakyat dan pengambil keputusan yg terkait dengan pembangunan di “Bumi Bolimo Karo Somano Lipu” ini, memiliki greget, rasa memiliki (<em>sense of belonging</em>), pola pikir (<em>mindset</em>), keprihatinan <em>(concerns</em>) bahkan merospon pikiran positif yang konstrukif dari manapun datangnnya termasuk dari group diskusi ini?<br />
<br />
Timbul pertanyaan, apakah mereka yg tengah berkuasa dan memperoleh gaji dari jabatannya, justru tengah sibuk memikirkan nasib dirinya dan kelompoknya dengan menghalalkan segala macam cara untuk memenangkan pesta demokrasi pilkada kedepan.? Jangan-jangan para pemimpin dan wakil-wakil kita di legislatif sedang membuat kalkulasi bagaimana melanggengkan kekuasaan di tengah derita rakyat kita yang berkepanjangan.!. Bahkan jangan-jangan forum diskusi yang dihuni banyak generasi intlektual Buton ini, gaungnya hanya sebatas dunia maya, yang diteriakan dan didengarkan oleh orang-orang yang sama di group ini ?<br />
<br />
Ketika muncul pemikiran demikian, seharusnya kita segera meralat dan menghibur diri dengan pemikiran positif bahwa berbuat kebaikan sekecil apapun, harus dilandasi keihlasan tanpa mengharapkan balasan dan pujian. Tidak usah menganggap diri baik dan menjelekan yang lain, menganggap diri lebih pintar dan orang lain bodoh, kalaupun mengeluarkan kritik hendaknya dilakukan dengan santun, tulus dan sampai sasaran.<br />
<br />
Kita harus tetap optimis, semoga pikiran-pikiran cerdas yg keluar dari hati kita yang tulus, dapat menjelma sebagai pilar kekuatan & kepintaran kolektif kedaerahan kita, sembari kita berharap akan berkembang lalu memiliki sayap serta kaki untuk menyapa masyarakat luas, menyebarkan penyadaran kolektif di bumi buton yang tercinta.<br />
<br />
Kekayaan alam Buton dalam wujud <em><b style="color: red;">“Endowment”</b> </em>dan keunggulan nilai leluhur dari Allah Swt, haruslah disyukuri dan disikapi dalam wujud implementasi yang real (nyata), dengan selalu konsisten berada dilintasan “nilai kebutonan” yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Buton akan maju dan bermartabat menuju masa depan kalau “Start-Up” pemahaman kita, diawali dengan mencangkokkan pendekatan nilai filosofi yang kita miliki seperti <strong>“Pekalapepo Karota Sebelumnya Tapekalepe Lipu” </strong>(Memperbaiki diri sebelum memperbaiki Kampung ) sebagai prinsip nilai-nilai kearifan local yang seharusnya di junjung tinggi.<br />
<br />
Kalimat sederhana yang bersumber dari nilai leluhur diatas, mengingatkan saya kepada seseorang teman dekat yang banyak memahami konsep nilai budaya strategis bangsa Jepang, dengan mengatakan bahwa nilai spirit diatas, memiliki kesamaan dengan strategi<em> “Perbaikan Berkesinambungan "</em> ala bangsa Jepang yang mendunia dan dikenal dengan <em><b style="color: blue;"> “Kaizen" </b>(Continuous Improvement)</em>, yang salah satunya terfokus pada kekuatan<em> <b style="color: red;">“Create People Before Create Product”</b></em>. Kedahsyatan pendekatan ini telah menjadi salah satu kunci kesuksesan Jepang dalam persaingan untuk menjadi bangsa yang maju.<br />
<br />
Timbul pertanyaan, apakah ini mengindikasikan bahwa filosofi perbaikan Buton <em>“Pekalapepo Karota Sebelumna Tapekalape Lipu” </em> sudah ada sebelum konsep Kaizen itu ada. Jawabannya <b style="color: red;">“Maybe Yes Maybe No”</b>, akan tetapi secara faktual pendekatan filosofi <b style="color: red;"><em>„Kaizen“</em> </b> telah membuktikan konstribusinya untuk mensejahterakan bangsa Jepang. Sementara wujud implementasi dari nilai filosifi <b style="color: magenta;"><em>"Pekalapepo Karota Sebelumnya Tapekalape Lipu"</em> </b> , hilang dan lenyap hampir tidak berbekas karena terlindas roda penuaan dunia politik yang menghalalkan segala macam cara dengan tidak menempatkan nilai budaya sebagai fondasi kekuatan pembangunan.<br />
<br />
Melihat Fenomena yang ada didepan kita, mungkin para leluhur akan meneteskan airmata dengan penuh penyesalan, karena melihat generasi Buton sekarang ini banyak yang menikung, menghianati, mengabaikan, merusak, menjegal cita-cita mulia mereka melalui pandangan-pandangan dan agenda pendek dengan membajak instrumen-instrumen daerah untuk kepentingan pribadinya. Banyak yang berebut untuk duduk dalam posisi strategis pemerintahan dan jabatan politik tapi agenda yg dominan hanya kepentingan politik jangka pendek untuk diri, keluarga dan kelompoknya. Bagaimana mungkin Buton akan menemukan masa depannya, jikalau sepintas sistem demokrasi pemeilihan pemimpin kita dalam pilkada sekarang ini telah berubah seperti pasar, dimana seorang dihargai karena duitnya sehingga pada kenyataannya yang menang bukanlah moralitas dan gagasan serta program yang jelas dan cerdas, malainkan siapa yang punya sumber dana yang besar dan berlimpah.<br />
<br />
Siapa yang salah dari semua ini, tentunya semua adalah kesalahan kita. Kita butuh proses transformasi yang berlandaskan dan menegdepankan nilai budaya kita, semoga kedepan rakyat Buton semakin kritis, sadar dan memegang prinsip moral dan nilai untuk tidak memilih pemimpin dan wakil rakyat yang miskin kompetensi, moral serta membeli suara dengan uang. Proses transisi yang diperlukan diharapkan semoga mendewasakan kita untuk selalu melakukan perbaikan sekecil apapun, yang penting dilakukan secara berkesinambungan.<br />
<br />
Perubahan dari suatu orde haus kekuasaan untuk kembali ke orde pembangunan yang berbasis nilai, tidak semudah membalikan telapak tangan. Mengapa? Dalam ukuran sejarah, sebagaimana negara maju seperti Korea Selatan yang periode “Star Up” pembangunannya, paska kemerdekaan dari penjajahan Jepang memeiliki kesamaan dengan negara kita, negara ginseng ini butuh waktu satu genarasi yaitu 20 – 25 tahun dengan pendekatan strategi pembangunan yang berbasisi nilai & berkelanjutan “Sustainable”, bahkan negara ginsen in berhasil menggiring budaya mereka menjadi <em>"budaya unggu" </em> yang selalu haus akan prestasi (<em>need for Achievement</em>). Korea Selatan juga telah membuka mata kita dengan membuktikan bahwa bukanlah sumber daya alam semata yang menjadi modal utama pembangunan tetapi pembangunan sumber daya manusia yang berkualitaslah yang membawa mereka duduk dan berdiri sejajar dengan negara-negara industri utama didunia.<br />
<br />
Dibutuhkan kepemimpinan yang tangguh yang berbasis nilai, komitmen, konsistensi, kekuatan fisik dan kesadaran para elite serta kesadaran sosial masyarakat buton yg bermodalkan napas panjang untuk siap berlari jarak jauh selama satu generasi. Kemudian Buton memerlukan “mind set & visi” bersama, diikuti dengan kesiapan berkorban untuk mewujudkannya, melalui strategi sosialisasi kesadaran kolektif yang effective dan berkesinambungan.<em> </em>Perubahan "mind set" untuk menjadi "manusia Buton yang maju" secara kolektif, harus menjadi suatu target yang mutlak untuk dicapai, sebab ditengah kegamangan orientasi nilai budaya kita, Buton semakin sulit menjaga keseimbangan olengan gelombang globalisasi, yang juga dipengarahi oleh jarak pandang kemasa depan pun sangat pendek karena kemiskinan visi yang realistis.<br />
<br />
Perbedaan antara manusia maju dan kurang maju hanya ditentukan oleh komitment untuk berubah melalui kehausan untuk belajar dan belajar, sementara kehausan untuk belajar berpadanan dengan keterbukaaan diri kita untuk menerima perubahan dari manapun asalnya. Sikap terbuka ini sangat menguntungkan selama itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya kita, karena dengan membuka diri terhadap perubahan berarti sudah membuka jalan kearah pengalaman baru untuk dipelajari dan diterapkan.<br />
Sikap ketertutupan kita tentang hal-hal yang baru dari dunia luar yang terkesan dibentengi oleh keangkuhan kita akan keberhasilan sejarah Buton masa lalu yang memegang teguh nilai-nilai budayanya, hanya membuat kita selalu terlena dan terperosok dalam kehidupan yang bermental inlander, tidak mau berkembang, bermalas-malasan, hampir tanpa budaya etos kerja tinggi bahkan akan berujung keterpencilan dari dunia nyata yang berarti hanya menangani kehidupan Buton dari luar permasalahan. Masa lalu Buton harusnya diposisikan sebagai pijakan dan tempat yang merujukkan arah perkembangan, tetapi fokus usahanya adalah perbaikan-perbaikan yang didorong oleh harapan hari ini dan masa depan.<br />
<br />
Alex Inkeles, sejalan dengan pendekatan baru yang kini banyak dibicarakan dan diterapkan, yakni pandangannya yang menegaskan bahwa “Culture Matter” kebudayaan dalam arti sikap dan orientasi nilai & karya amatlah berperan dalam membangun kemajuan bangsa & Negara diantaranya sikap dan orientasi nilai yang mengacuh pada :<br />
<ol><li>Berorientasi kemasa depan, </li>
<li>Kerja keras, kreatifitas, prestasi penting untuk menghasilkan dan harga diri.</li>
<li>Hidup hemat pangkal investasi.</li>
<li>Pendidikan kunci kemajuan</li>
<li>Prestasi dihargai</li>
<li>Saling percaya modal utama</li>
<li>Keadilan dan berbuat fair adalah nilai-nilai progresif dll.</li>
</ol><em>(sumber : “Culture Matter” – How Value shape human Progress) Lawrence E Harrison & Samuel P. Hutington)</em><br />
<br />
Untuk mencapai sikap dan orientasi nilai diatas, maka Buton harus di “grand desaign dengan strartegi pembangunan dalam waktu satu generasi yang “<em>sustainable” </em>dengan membutuhkan strategi yang mumpuni, kepemimpinan yang tangguh yang berbasis nilai <em>(Value Based Leadership)</em>, Management Sistem & Method yang efektif dan sumber daya yang terampil, jujur dan bertanggung jawab, serta transparansi pengawasan dan pengendalian yang efektif.<br />
<br />
Kita harus optimis bahwa Buton belum kehabisan seluruh potensinya untuk melaksanakan tugas sejarah dalam melakukan perbaikan untuk menuju masa depan. Maka pemotretan terhadap berbagai persoalan Buton perlu dilakukan sekedar tumpuan melakukan transformasi pikiran, mental, dan tindakan untuk berbagai langkah perbaikan. Maka sangatlah penting untuk menggelar perdebatan umum dan membuka dialektika pendapat antara sesama generasi Buton sembari mengharap semoga sikap pemerintah daerah untuk selalu membuka diri terhadap pemikiran-pemikiran generasi buton yang ada didalam maupun diluar sistem pemerintahan.<br />
<br />
Saatnya merubah mind set kita untuk menyikapi bersama bahwa<b style="color: lime;"> <em>“Key Performance Indikator (KPI)</em>” </b> kemajuan pembangunan suatu daerah tidak hanya cukup dilihat dengan menggunakan kacamata fisik, namun juga harus memadai dilihat dalam kacamata ahlak dan budi pekerti, sebagai modal utama kita dalam menghadap Allah SWT.***<br />
<br />
Sekian, semoga tulisan ini bermanfaat, amin.<br />
Hasmina Syarif, Jakarta 10 June 2011</div></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/11362206474015902999noreply@blogger.com1