bumi buton indonesia

bumi buton indonesia
PROSESI PINGITAN ALA BUTON

Sabtu, 28 Mei 2011

SEJARAH BUTON, SEJARAH YANG TERKALAHKAN?



OLEH : ALFIN RODA


BAGIAN PERTAMA




Itu kata Soesanto Zuhdi, pakar sejarah tentang sejarah Buton. Telah banyak analisa, telah banyak argumentasi, telah banyak inspirasi. Tapi bagi saya, sepanjang mencoba memahami sejarah sendiri, Boton tidak pernah terkonklusi sebagai "terkalahkan". Terkalahkan oleh siapa? Terkalahkan hanya karena tidak mendapat tempat dalam Sejarah Nasional Indonesia? Dih, itu picik.

Sejarah Nasiional Indonesia adalah sejarah "picik", yang hanya melihat nilai kepahlawanan dari sisi heroisme perlawanan fisik. Padahal siapapun tahu, bahwa perlawanan bukan hanya pada sisi fisik. Pahlawan yang melawan adalah gabungan dari simphoni indah perlawanan fisik, diplomasi, psy-war, intelijen dll. Dan, dalam sejarah panjang Buton, simphoni indah itu terekam indah. Mirip sebuah partitur musik, sejarah Buton adalah jalinan nada indah perlawanan fisik, perlawanan diplomatis dan perlawanan psikologis (psy-war). Sejarah Buton adalah sejarah yang membuktikan bahwa daerah ini telah lama menerapkan prinsip perang modern. Bahwa untuk memenangkan peperangan tidaklah hanya diukur dari kekuatan bersenjata. Prinsip inilah yang membuat Buton bisa bertahan dari berbagai gempuran kekuatan super-power ketika itu.

Buton pada zamannya adalah sebuah negeri "kecil" yang dikepung oleh kekuatan besar. Ternate dan Gowa adalah kekuatan besar. Belanda adalah kekuatan besar. Tapi sejarah membuktikan, justru kekuatan besar yang lebih dulu rontok dibanding Buton yang "imut". Dan ini bukan apa2, Buton hanya "smart" menjalankan taktis peperangan. Ibarat bermain catur atau bola, "sejarah Buton adalah sejarah yang smart!"

Apakah Buton pernah bekerja-sama dengan Belanda? Iya, jika dilihat dari kacamata "sejarah picik" Indonesia. Pertanyaannya, pada situasi dan kondisi saat itu, apa ruginya bekerja-sama dengan Belanda? Dan, bekerja sama dalam hal apa dulu? Apatah lagi, Buton "tidak selamanya" menempuh kebijakan kerja sama. Sesekali juga Buton memberi tekanan. Sesekali melawan dominasi. Ini masalah bagaimana memenangkan peperangan, bukan memenangkan pertempuran.
Sepanjang sejarah panjang negeri Buton, semua pemimpinnya mengambil kebijakan yang sangat tepat pada zamannya. Tidak terkecuali. Semua Raja maupun Sultan Buton, menempuh garis kebijakan yang sangat pas pada zamannya.


BAGIAN KE DUA



Pada bagian sebelumnya kita membicarakan singkat tentang Buton, negeri kecil yang diapit super-power. Tapi walaupun kecil, Buton dapat eksis dan hidup melebihi keberadaan para super-power. Ini pasti ada "kuncinya", dan kunci itu ternyata adalah pola "perlawanan" Buton yang sungguh modernis. Buton sejak lama mempraktekkan teori perang modern yakni (disamping) menggunakan kekuatan militer, namun diramu dan dimainkan dengan kekuatan diplomatis, perang psikologi, intelijen dan terakhir..pastinya kekuatan mental/spiritual. Semua kunci ini dimainkan dengan pola yang sungguh memikat, sama memikatnya dengan shimphoni musikus abad pertengahan.

Kita tentu bertanya, dari mana orang Buton memperoleh kunci yang sedemikian memikat itu? Apakah kunci itu dapat tercipta begitu saja tanpa pengetahuan sebelumnya? Apakah suatu pengetahuan dapat tercipta tanpa dukungan peradaban yang kuat? Peradaaban apa saja yang melatar-belakangi sumber kekuatan "kunci" kekuatan Buton?

Ternyata, kunci yang dipunyai Buton merupakan kunci yang diramu dari beberapa kekuatan peradaban dunia kala itu. Seperti kita ketahui, peradaban2 terbesar dunia seperti China/ Budha, India/ Hindu, Arab/Islam, maupun Majapahit/ lokal. Semua peradaban ini bercampur di kebutonan, sehingga melahirkan peradaban baru yang unik, modern dan "kuat" pada zamannya. Peradaban2 tersebut terpahat dengan kuat pada dada setiap orang Buton yang terangkum dalam falsafah:

 
Yinda-yindamo arataa somanamo karo, merupakan basis/ mesin perang ekonomi.

 
Yinda-yindamo karo karo somanamo Lipu, merupakan basis/ mesin pertahanan militer

 
Yinda-yindamo lipu somanamo Sara, merupakan basis/ mesin pertahanan diplomasi

 
Yinda-yindamo sara somanamo Agama, merupakan basis/ mesin pertahanan spiritual(agama)


Inilah kunci "kekuatan" perdaban Buton sehingga sanggup bertahan dari gempuran para super-power. Termasuk kekuatas super-power Belanda ketika itu.

Falsafah diatas bukan hanya sebagai falsafah hidup, tetapi juga sekaligus sebagai mesin-perang luar biasa. Dalam falsafah diatas terkandung prinsip2 perang modern yang memuat prinsip blokade perang ekonomi, militer, diplomasi dan perang spiritual.

Dapat dilihat dengan sangat jelas, bahwa setiap pemimpin Buton, mulai dari Wa Kaa Kaa, sampai kepada Sultan terakhir, masing2 mereka memegang salah satu atau gabungan dari prinsip2 mesin perang diatas. Setiap pemimpin Buton mengambil satu kebijakan pertahanan atau perlawanan entah kebijakan pertahan dari sisi ekonomi, kebijakan pertahanan dari sisi militer, kebijakan dari sisi diplomatis, kebijakan dari sisi psy-war/ inteligen ataupun kebijakan pertahanan terakhir dari sisi siritual/ agama. Tidak ada seorang sultan pun yang memilih jalan yang salah. Setiap sultan Buton mengambil arah kebijakan terbaik yang sesuai situasi dan kondisi pada zamannya.

Jika menilik kiprah para Raja dan Sultan Buton, ada beberapa pemimpin yang menitik beratkan pada basis pertahanan militer. Sebutlah misalnya Sulta Oputa Yo Koo dan beberapa sultan lain yang mengedepankan garis pertahanan militer. Ada Sultan yang mengedepankan basis pertahanan diplomasi. Ada Sultan yang mengedepankan basis pertahanan ekonomi. Dan ada juga Sultan yang memilih garis pertahanan spiritual/ agama. Bahwa, apa pun boleh diserang dan "dihancurkan" tetapi eksisensi agama haus tetap hidup di Buton. Sultan terakhir, dalam hal ini mengambil kebijakan terakhir. 

Dalam sejarahnya, Buton tidak pernah terkontaminasi atau pun disusupi misi2 tersembuyi penjajah. Sesuatu yang sangat unik dan sangat berbeda dengan Kesultanan/ kerajaan lain di Nusantara.****

Tidak ada komentar: