bumi buton indonesia

bumi buton indonesia
PROSESI PINGITAN ALA BUTON

Sabtu, 01 November 2014

ASAL MULA TERJADINYA PULAU BUTON

OLEH : ALI HABIU

Berdasarkan Risalah RabbiKU Nomor : 0,1,2,3 "Onemillion Phenomena" oleh Fahmi Basya, edisi syawal 1404 hijriah atau tahun 1983 masehi. Dalam risalah ini dikisahkan asal mula terjadinya pulau Buton adalah akibat dari pergerakan lempeng kulit bumi poros Ka'bah-Thuur. Dataran arabia adalah merupakan kecepatan awal pergerakan kulit bumi mengarah ke timur laut Sulawesi. Pulau Sulawesi diambil sebagai standar, mengingat Sulawesi berada ditengah-tengah antara Mekka (dataran arab) dengan pulau Toamoto (dalam al-qur'an disebut Thuur) yang berada di laut Pasifik Selatan 180 derajat dari Ka'bah. Dan tepatnya adalah sekitar pulau Buton di Sulawesi Tenggara. Perlu diketahui bahwa kecepatan awal hanya sama pada radius-radius yang sama, sehingga kecepatan awal terbesar terdapat pada daerah Equator ketika Ka'bah-Thuur sebagai sumbu bumi. Semakin dekat pada kedua kutub, gerak sisa akan semakin kecil.  Oleh sebab itu di Pasifik cenderung untuk menjadi satu lempeng Tektonik yang berputar dengan pusat Toamoto. Demikian juga lempeng Tektonik Arabia cenderung untuk berputar ditempat dengan pusat Ka'bah, sehingga ia menyebabkan Laut Kaspia bertambah besar. Sedangkan gerak lempeng Tektonik Pasifik menyebabkan danau-danau di San Pransisco seperti permen karet ditarik, karena lempeng Amerika telah berada di atas lempeng Tektonik Pasifik. Gerak sisa pada kulit bumi dari poros artik-antartik adalah kecepatan akhir yang mengarah ke barat Sulawesi. Resultanta antara kecepatan awal dan kecepatan akhir adalah kecepatan tujuan yang mengarah ke Barat Laut. Dan perlu diketahui bahwa besar kecepatan tujuan dan arahnya berbeda-beda sesuai dengan seperangkat kecepatan akhir dan kecepatan awal serta arahnya.  Sehingga dipermukaan bumi berbagai kecepatan gerak lempeng Tektonik yang saling menjauh, saling mendekat, saling bergeseran hingga membentuk gunung, bukit, daerah retak, lembah, danau dan lain-lain. Pada daerah sekitar Sulawesi, gaya kecepatan awal dan kecepatan tujuan itu terlihat jelas. Akibat kecepatan tujuan, Sulawesi bergerak menjauhi tenggara. Bentuk pulau inipun masih memperlihatkan bentuk bongkok akibat dari menjauhi pulau Buton.  Buton berasal dari bahasa Arab "Buthuun" yang berarti "Perut-Perut". Kalau pulau Buton ini diistilahkan oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai "Al-Bathniy" atau "hurup Mim" pada pusat (perut) manusia, maka timbul pertanyaan ; Apa hubungannya Laut Kaspia dengan pulau Buton?

Peta Laut Kaspia di Arabia

 
 Bila kita membuka peta bumi (world map), perhatikan laut kaspia di dataran Arabia, relief dan struktur morfologisnya hampir sama dengan pulau Buton. 
Oleh karena itu, apakah secara ilmiah memang ada hubungan geologis antara pulau Buton dengan Laut Kaspia yang terdapat di dataran Arab?.  Para peneliti geologi dari Guelph University Toronto Canada sekitar tahun 1993 lalu telah melakukan penelitian struktur batuan yang terdapat di pulau Buton. 

 Hasil penelitian disimpulkan bahwa struktur batuan pulau Buton sama dengan yang terdapat di dataran Arab dengan usia sekitar 138 juta tahun.  Masih diperlukan studi lebih lanjut oleh para ilmuwan untuk menguak tabir ini sehingga Bangsa Arab tau bahwa ada bagian mereka yang hilang dan yang hilang itu ada di pulau Buton. Demikian pula untuk pulau Muna, reliefnya hampir sama dengan Laut Hitam dan usia batuannya diperkirakan 143 juta tahun lebih tua dari pulau buton.****

LUBANG GHAIB TEMBUS KA'BAH BAITULLAH ADA DI PULAU BUTON


 OLEH  ALI HABIU


Dalam Buku Tambaga/Perak berjudul "Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa Daarul Munajat" Oleh Laode Muhammad Ahmadi, mengatakan bahwa dua puluh tahun sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW kira-kira tahun 624 Masehi, ketika beliau berada di Madinah dan berkumpul dengan para sahabat dan terdengarlah dua kali demtuman bunyi begitu keras, ketika itu pula Rasulullah Muhammad SAW  mengutus Abdul Gafur dan Abdul Syukur yang keduanya merupakan kerabat dekat Nabi Besar Muhammad SAW  untuk mencari pulau Buton (Al-Bathniy), diapun melanglang buana mencarinya hingga menelan lamanya waktu pencarian hingga 60 tahun yakni sampai tahun 684 Masehi di kawasan Asia Tenggara. Nanti kemudian setelah melewati selat pulau Buton sesudah waktu shalat Magrib barulah dia mendengar suara azan persis sama dengan suara azan yang dikumandankan di Masjidil Haram Mekkah sewaktu tiba shalat zhuhur, maka diapun turun dari kapalnya lalu mencari sumber suara azan tersebut.  Ternyata suara azan tersebut adalah dikumandankan oleh Husein yang tak lain ialah kerabat dekatnya sendiri yang dilihatnya muncul dari sebuah lubang ghaib berbentuk kelamin perempuan terdapat di atas bukit. Lubang ghaib ini tembus ke Ka'bah Baitullah Mekkah. Didepan lubang ghaib inilah Abdul Gafur meneteskan air matanya merenungkan kebesaran Allah SWT, seraya mengingat kembali pesan Rasulullah Muhammad SAW sebelum tinggalkan Madina, bahwa isyarat tanda inilah telah menunjukkan disitulah terdapat pulau Al-Bathniy yang dicarinya. Didepan lubang ghaib inilah Abdul Gafur bisa melihat secara kasaf mata semua yang terjadi di Masjidil Haram Mekkah, termasuk juga orang yang sedang melakukan azan ketika itu dan diapun mengenal orang tersebut yang tak lain adalah sanak keluarganya sendiri bernama Zubair. Pada Zaman Kerajaan Wa Kaa Kaa atau nama aslinya Mussarafatul Izzati Al fakhriy yang terjadi pada Abad XIII yang pusat Kerajaannya di bukit dekat lubang ghaib tersebut. Pusat lubang ghaib itu berada di wilayah pusat Kerajaan Wa Ka kaa (sekarang Keraton Buton)  disucikan dan dipeliharan dengan baik yang kemudian dijadiakan tempat sakral untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk ghaib atas kehendak Allah SWT. Ketika berselang masuknya ajaran Islam di pulau Buton pada Abad XV yang dibawah oleh Sjech Abdul Wahid, maka pemerintahan sistem Kerajaan sudah berubah menjadi pemerintahan sistem Kesultanan dengan sultan pertama Buton bernama Murhum. Maka ketika itu dibangunlah mesjid Keraton Buton yang mana pusat lubang ghaib tersebut diletakkan di tengah-tengah dalam ruang mihrab Imam Mesjid Keraton Buton tempat Imam mesjid memimpin shalat.  sang Imam mesjid Keratonpun pada zamannya ketika memimpin shalat lima waktu bisa secara ghaib melihat kejadian di Masjidil Haram Mekkah seolah-olah dia sedang berada memimpin shalat disana, sehingga menambah makin khusu'nya sang Imam tersebut dalam memimpin shalat berjamaah di Mesjid Keraton Buton   Bukan itu saja, Sultan Buton dan para Sara pemerintahan Sultan Buton apabila ada keperluan dalam kepemerintahannya serta mau melihat keadaan perkembangan bangsa-bangsa di dunia atau apa saja, maka dapat mengunjungi lubang ghaib tersebut yang selanjutnya di lubang ghaib tersebut akan muncul keajaiban atas kehendak Allah SWT guna mengatasi segala permasalahan yang ada.  Sejak akhir tahun 1970-an, lubang ghaib yang terdapat di mihrab Imam Mesjid Keraton itu telah ditutup rapat dengan semen.  Hal ini dilakukan oleh para tokoh adat Keraton mengingat masyarakat umum sudah banyak yang menyalahgunakan lubang ghaib ini yang dikuatirkan bisa menduakan Tuhan YME atau murtad. Selain itu juga sebelum ditutupnya lubang ghaib tersebut terjadi kejadian histeris seorang mahasiswa yang berkunjung ke lubang ghaib ini karena disini dia melihat kedua orang tuanya yang sudah meninggal yang disayanginya. Dalam mihrab Imam mesjid Keraton tersebut dibagian atas dari letak lubang ghaib tersebut terdapat dua gundukan mirip buah dada perempuan gadis. Kedua gundukan tersebut ketika Imam mesjid Keraton Buton melakukan sijud shalat, maka ketika sujud dia memegang kedua gundukan mirip buah dada perempuan itu, sedang lubang ghaib berada dibagian bawa pusarnya atau berada disekitar arah kelamin sang Imam tersebut.  Lain halnya lubang ghaib yang terdapat di pulau Wangi-Wangi di bagian timur pulau Buton, tepatnya di desa Liya Togo letaknya 30 meter dibelakang mesjid Keraton Liya. Pada zamannya lubang ghaib ini juga dipelihara oleh Raja atau Sara Liya mengingat banyaknya keajaiban yang dapat dilihat dilubang ghaib tersebut. 


Lubang Ghaib

Lubang ghaib yang tembus ke Ka'bah Mekkah yang terdapat di Liya Togo ini sengaja tidak diletakkan di dalam mesjid Keraton Liya sebagaimana yang terdapat di mihrab mesjid Keraton Buton sebab tidak boleh dilakukan sama. Sultan Buton apabila mengunjungi Keraton Liya setelah melakukan shalat di mesjid Keraton Liya, selanjutnya sang Sultan langsung mengunjungi lubang ghaib tersebut lalu memohon kepada Allah SWT untuk dapat melihat seluruh keadaan dan kejadian pemerintahannya sehingga dia dapat melihat secara ghaib untuk menjadi kewaspadaan Sultan.  Kedua lubang ghaib tersebut saat ini secara spritual sudah tidak terpelihara lagi sehingga kini tinggal kenangan saja. Hanya dengan penegakan kembali sistem peradaban hakiki Islam dan penegakan Sara Agama pada masing-masing wilayah barulah mungkin rahasia lubang ghaib itu bisa berfungsi kembali atas izin Allah SWT.  Diperkirakan lubang ghaib serupa ini juga terdapat satu buah di Serambih Aceh Sumatera Utara pintu masuk pertamanya Islam di Indonesia. Sehingga di Indonesia terdapat 3 buah lubang ghaib yang dibentuk oleh alam atas kehendak sang halik. Berdasarkan petunjuk spritual di dunia ini terdapat 5 buah lubang ghaib tembus ke Ka'bah Baitullah Mekkah, 2 di antaranya terdapat di dataran Cina dan dataran Eropah Barat. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguak kisah ini secara ilmiah oleh para ilmuwan dunia sehingga dapat ditarik manfaatnya untuk perbaikan kualitas hidup dan kehidupan manusia dalam penegakan Iman dan Keyakinan kepada Tuhan YME serta pembenaran perkembangan kemajuan peradaban manusia di muka bumi ini.

KERAJAAN PERTAMA KALI di PULAU BUTON TERDAPAT DI KAMARU PADA ABAD KE IX SEBELUM MASEHI BUKAN DI WOLIO


OLEH : ALI HABIU

Asal mula kerajaan pertama kali di pulau Buton di perkirakan mulai terjadi pada abad IX SM dan hal ini terjadi di desa Kamaru kecamatan Lasalimu. Raja pertama ini bernama Putri Khan asal negeri Tibet-Mongolia-Tar-Tar dari keturunan baginda Sayidina Ali bin Abithalib yang ketika itu mendapat perintah spritual untuk mencari pulau Buton. Putri Khan merupakan permaisuri dari kerajaan asalnya yang berdasarkan perintah spritual tersebut dia  datang mencari pulau Buton dengan membawa pasukan sebanya 299 orang  dengan  menumpang sebanyak 9 Armada kapal perang berlayar.  Pelayaranpun dilakukan berbulan-bulan hingga mendapatkan pulau Buton. Ketika pertama kali pulau Buton ditemukan langsung rombongan armada kapal masuk selat Kamaru dan berlabuh di desa Kamaru pulau Buton. Putri Khan mulai pertama masuk pada pulau Buton melalui selat Kamaru dan berlabuh di perairan Kamaru. Setelah tiba di pulau Buton tepatnya di desa Kamaru, dia selanjutnya  mencari daerah strategis yang cukup aman dari serangan musuh. Maka dipilihnya gunung Ba'ana Meja yang kira-kira berjarak kurang lebih 1.000 meter dari bandar Kamaru.  Gunung ini merupakan gugusan pegunungan yang relatif tinggi dengan ketinggian lebih kurang  170 meter dari permukaan laut. Maka diputuskanlah untuk membuat istana kerajaannya di atas gunung ini yakni di puncak gunung Ba'ana Meja Kamaru.  Di puncak gunung Ba'ana Meja inilah memiliki tanah yang datar dengan luas kurang lebih 50 m2 yang relatif cukup baik untuk mendirikan istana permaisuri. Istana kerajaan pertama di pulau Buton ini dibangun di atas puncak gunung dengan ketingggian sekitar 170 meter dari permukaan laut dimana bangunan istana bersebelahan dengan pohon asam yang saat ini sudah punah tinggal bekas-bekasnya dan diperkirakan berdiameter 3 meter.  Sepanjang lingkup gunung Ba'ana Meja ini mulai dari kaki sampai puncak gunung lerengnya di timbuni oleh kulit kerang laut dengan ketebalan hingga 1-2 meter. dari sinilah asal mula dimulainya perkembangan manusia-manusia di pulau Buton dan membangun kerajaan-kerajaan kecil hingga memiliki lebih kurang 5 (lima) kerajaan di wilayah ini. Putri Khan inilah merupakan asal mula manusia pertama secara komunitas membentuk suatu kerajaan dan berkembang biak secara turun temurun di pulau Buton sampai menjadikan kisah hubungan Togo Motonu di Malaoge Lasalimu yang ada relevansi secara vertikal baik patrimonial dan matrimonial dengan Sawerigading di Luwu  Sulawesi Selatan.  Bukti-bukti secara artifak-arkiologis telah dibawah oleh penulis berupa satu buah slop (sandal) kaki kiri milik Putri Khan. Dan kisah ini merupakan hasil penuturan Putri Khan kepada penulis secara ghaib melalui dialogi bathin alam maya atau dalam istilah populer sering dikenal dengan dialog metafisis.  Pada saat penulis melakukan dialog  metafisis pada waktu itu turut disaksikan oleh 2 orang parabela orang keramat penjaga Batu Ba'ana Meja dan hal ini terjadi pada tahun 2002 lalu. Batu Ba'ana Meja adalah batu berwarna hitam pekat berdiameter 0,50 m2 dan 1 m2 yang merupakan meja tempat kerja  atau meja makan Sang Putri  Khan. Sejak tahun 1970-an sudah sering kali terjadi bila seseorang pengunjung ke gunung ini yang tidak percaya adanya kekuatan ghaib dari  batu Ba'ana meja ini, lalu dia  membuang batu Ba'ana Meja tersebut ke bawa gunung atau dibawa pulang ke rumahnya, namun kuasa Allah SWT, kejadian ghaibpun muncul, sebab keesokan harinya batu itu kembali lagi ketempat semula seolah-olah tak terjadi sesuatu apapun. para ahli penulisan sejarah Buton hingga saat ini belum pernah dijumpai naskah secara resmi yang mengemukakan pengakuan atas adanya eksistensi kerajaan-kerajaan kecil yang terjadi di Kamaru dan sekitarnya (Lasalimu-Tira-Tira-Wasuemba-Lawele) sehingga masyarakat Buton juga hingga sekarang ini masih bingung sebetulnya kerajaan-kerajaan apa saja yang terdapat di Kamaru dan sekitarnya pada zamannya, ada berapa keraajaan yang berlansung disana dan apa hubungan kerajaan-kerajaan ini dengan kedatangan orang-orang sakti ke pulau Buton yang juga mendapat perintah spritual termasuk didalamnya mengapa Raden Wijaya sebagai Raja Mataram dan terakhir sebagai Raja Majapahit mau memerintahkan 3 orang anak kesayangannya yakni Raden Sibatara, Raden Jutubun dan Putri Lailan Manggrani untuk mencari pulau Buton dan membuat bandar disana. Secara hipotesis, menunjukkan bahwa ada kaitan secara linier baik patrimonial maupun matrimonial antara kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Kamaru dan sekitarnya dengan kerajaan Mataram? Oleh karena itu berhubung kompleksnya eksistensi sejarah yang didudukkan oleh putri Khan di Kamaru dan sekitarnya ini mana sudah saatnya para peneliti sejarah untuk mengusut masalah ini sehingga masyarakat Buton dapat mengetahui hubungan-hubungan kekuasaan termasuk keturunan antara Raja pertama di Lasalimu yakni putri Khan dengan para raja-raja di pulau Jawa dan Sumatera termasuk Johor.
Dalam kaitan ini sudah saatnya para antropolog dan para arkiolog putra daerah Buton kerja sama dengan para ilmuwan dunia; untuk melakukan penelitian ilmiah dalam menyikapi kisah ini secara menyeluruh. Apa sebetulnya misi utama Putri Khan ke negeri ini?. Benarkah dia (Putri Khan) dan rombongannya para prajurit sebanyak 299 orang itu merupakan manusia pertama yang mendiami pulau Buton atau manusia kedua yang datang menginjakkan kaki di pulau Buton ? Apakah misi utama Putri Khan ada hubungannya dengan rahasia alam yang terkandung dalam pulau Buton?. Apakah masih ada hubungannya dengan Al-Bathniy sebagaimana yang diamanahkan oleh Rasulullah Nabi Besar Muhammad SAW?. Atau apakah ada hubungannya dengan perlindungan Potensi Sumber Daya Alam yang saat ini serba gaib di daerah ini?. Wallahu a'alam bisshabab.

BENTENG KERATON WOLIO (BUTON)

Oleh : Unggun69-Samarinda 


Benteng Keraton Wolio merupakan salah satu situs peninggalan sejarah terbesar di Pulau Sulawesi. Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos jaga/kubu pertahanan (bastion) yang dalam bahasa setempat disebut baluara. Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba (gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri. Benteng ini berdiri ketika Sultan ke-4 Kesultanan Buton Dayanu Ikhsanuddin (1597-1631) gundah melihat banyaknya bajak laut yang menyerang rakyatnya. Untuk menghalau serangan bajak laut itu, Sultan memerintahkan prajuritnya membangun 16 baluara di sekeliling bukit Wolio. Pendirian baluara itu tidak dilakukan sembarangan. Sultan mendasarkan pembangunan 16 baluara itu pada proses kelahiran manusia. Angka 16 dianggap angka kehidupan (nutfah). Sebab pada umur 160 hari, janin di kandungan seorang ibu akan ditiupkan roh tanda kehidupan oleh Allah SWT. Demikian pula dengan 16 baluara itu. Bangunan-bangunan itu diharapkan memberikan jaminan kehidupan bagi seluruh rakyat Kesultanan Buton pada masa itu. Sultan Dayanu Ikhsanuddin kemudian digantikan oleh Sultan Abdul Wahab yang memerintah hanya selama setahun (1631-1632). Pada masa pemerintahannya, tak ada perubahan yang berarti pada 16 baluara itu. Ketika sultan ke-5, Sultan Gafarul Wadudu (1632-1645) berkuasa, terjadi perubahan besar-besaran. Sultan Gafarul memerintahkan ribuan prajurit dan seluruh rakyatnya membangun benteng besar di puncak bukit Wolio dengan menghubung-hubungkan bangunan baluara itu dalam satu rangkaian. Agar bangunan benteng yang dibangun itu sesuai dengan keinginannya, Sultan Gafarul Wadudu memerintahkan Perdana Menterinya Maa Waponda menjadi arsiteknya. Maa Waponda lalu membuat rancangan denah bangunan benteng berdasarkan bentuk salah satu huruf dalam aksara Arab yakni “Dhal”. Huruf dhal itu sendiri, diambil dari huruf terakhir yang pada nama Nabi Muhammad SAW. Alasan Maa Waponda membuat rancangan denah seperti itu, karena ada salah satu sudut bangunan yang tidak dapat dipertemukan. Secara kebetulan, sudut yang dimaksud tepat di atas sebuah tebing yang sangat curam. Bukit Wolio memang berlokasi di sebuah kawasan berbatu cadas. Karena sejak awal pembangunan Benteng Keraton Wolio didasarkan pada proses kehidupan manusia, Sultan Gafarul Wadudu kemudian memerintahkan pembangunan 12 buah Lawa (pintu gerbang) di sekeliling benteng.  Angka 12 mengacu pada adanya 12 buah pintu (lubang) di tubuh manusia sebagai ciptaan Tuhan. Lawana Lanto, yang merupakan gerbang utama Benteng Keraton Wolio merupakan tamsil/pengandaian mulut manusia. Panjang keliling benteng tersebut 3 kilometer dengan tinggi rata-rata 4 meter dan lebar (ketebalan) dinding mencapai 50 centimeter. Bahan baku utama yang digunakan adalah batu-batu gunung yang disusun rapi dengan kapur dan rumput laut (agar-agar) sebagai bahan perekat. Luas seluruh kompleks keraton yang dikitari benteng 401.911 meter persegi. Untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan masyarakat di dalam kompleks benteng, Sultan Gafurul Wadudu juga membuat pasar. Begitu besar dan luasnya bangunan Benteng Keraton Wolio itu, memerlukan waktu 13 tahun bagi Sultan Gafarul Wadudu untuk menyelesaikannya. Selama proses pembangunannya, seluruh lelaki yang ada di wilayah Kesultanan Buton diwajibkan terlibat secara penuh. Konon kabarnya, lantaran seluruh lelaki diwajibkan ikut bekerja dan menginap di sekitar lokasi pembangunan benteng, berakibat pada rendahnya angka kelahiran yang nyaris mencapai nol persen. Setelah 13 tahun bersusah payah, Benteng Keraton Wolio ini selesai. (Sumber : Koran Tempo, diolah & http://wolio.wordpress.com/)