bumi buton indonesia

bumi buton indonesia
PROSESI PINGITAN ALA BUTON

Sabtu, 12 Februari 2011

LA TJILA MARDAN ALI SULTAN BUTON KE-8 PENEGAK KEBENARAN

OLEH : ALI AHMADI


Dalam menyikapi Mardan Ali yang populer dengan nama kecil “La Tjila”. Sumber-sumber sejarah di Buton menyatakan bahwa La Tjila dalam kehidupannya telah tumbuh menjadi seorang yang cerdas, berwatak keras dan menunjukkan sifat-sifat kepemimpinan, keteladanan yang telah diturunkan oleh ayahnya sendiri yaitu Laelangi Sultan Buton ke-4 juga merupakan sosok yang sangat menyenangkan bahkan nyaris tanpa cela.

Unsur-unsur yang menonjol telah dimiliki La Tjila Mardan Ali sejak kecil sebagai komponen awal yang mengantarkan seseorang menjadi Calon Pemimpin Negeri sebagian telah terlihat teriring dengan perjalanan waktu, tanda-tanda itu makin lama makin kelihatan walaupun hal itu tidak disadarinya.

La Tjila Mardan Ali dalam menata masa depannya dipengaruhi dua faktor utama yaitu sebagai putra Sultan yang tinggal dalam lingkungan keraton telah banyak belajar tentang Pemerintahan, Politik, Ekonomi dan Budaya. Faktor kedua adalah keimanan yang telah memperkokoh kepribadiannya untuk kemudian memperjuangkan, membela dan mempertahankan hak-hak azasi manusia.

Seiring dengan perjalanan waktu La Tjila tumbuh menjadi dewasa telah menyadari bahwa Negeri Buton saat itu berada pada posisi sulit menjadi Negeri rebutan Belanda, Gowa dan Ternate yang tidak mungkin dapat dilawan dengan kekuatan fisik.

Bersamaan dengan meninggalnya Saparigau Sultan Buton ke-7 maka dilantiklah La Tjila Mardan Ali sebagai Sultan ke-8 dimana situasi Negeri saat itu sudah sangat menyulitkan dan instabilitas politik keamanan, maka dengan sifat-sifat seorang Negarawan Beliau mampu menciptakan hubungan yang baik dengan Ternate, Belanda maupun dengan Kerajaan tetangga.

Sebagai bukti Sulltan Mardan Ali sangat menghargai dan menghormati hak asasi manusia hal ini tergambar ketika beliau menyelamatkan orang-orang Belanda yang mengalami musibah dengan pecahnya 3 buah kapal di Pulau Sagori Kabaena tahun 1650 dengan 561 orang penumpang.

Sebagai ucapan terima kasih dari Pemerintah Belanda kepada Sultan Buton maka beliau diberikan Bintang Kehormatan Angkatan Laut Kerajaan Belanda yang telah menyelamatkan dan membantu orang-orang Belanda dalam peristiwa di Pulau Sagori.

Konsekuensi logis akibat eratnya hubungan antara Belanda dan Sultan Buton menimbulkan ketidak puasan Dewan Sara Kesultanan Buton karena menganggap Mardan Ali telah melanggar Sumpah jabatannya sebagai Sultan. Untuk tidak menimbulkan konfrontasi dengan Pemerintah Belanda maka dalil yang tepat untuk menghukum Mardan Ali tidak lain dengan jalan membuat fitnah seolah-olah Sultan telah melakukan perbuatan melanggar hukum agama dengan dijatuhi hukuman gogoli ( hukuman gantung ).

Sesungguhnya Mardan Ali sangat menyadari hal tersebut tetapi beliau juga seorang Negarawan hukum harus ditegakkan tidak ada perbedaan antara penguasa dengan rakyatnya. Inilah wujud dari keikhlasan, kerelaan, kersadaran Mardan Ali menerima hukuman tersebut dan hal ini dilakukan semata-mata untuk mengelabui agar Pemerintah Belanda tidak terlalu jauh mencampuri urusan dalam Negeri Kesultanan Buton maka dipilihlah Liwuto ( Pulau Makasar ) sebagai tempat Penguburan Jasad beliau yang sangat dicintai oleh rakyatnya.****

Selasa, 08 Februari 2011

HUBUNGAN DARAH ASAL KETURUNAN PUTRI KHAN DENGAN PUTRI MUSARAFATUL IZZATI AL FIKHRIY (WA KAA KAA) SEBAGAI RAJA DI PULAU BUTON

Seperti telah dikisahkan sebelumnya bahwa Raja Pertama di pulau Buton terjadi pada Abad IX Masehi dengan nama Rajanya adalah Putri Khan asal Tibet daerah Tar-Tar dari keturunan langsung Sayidina Ali bin Abithalib. Dia beserta rombongannnya berangkat mencari pulau Buton dengan membawa kapal perang sebanyak 9 buah dengan pasukan prajurit sebanyak 299 orang. Setelah pulau Buton diketemukan di bagian timur, dia membuat pusat kerajaan bertempat di atas gunung Ba'ana Meja Kamaru. (sumber: hasil konsultasi metafisis religius antara penulis dengan Putri Kan tahun 2002 di atas gunung Ba'ana Meja Kamaru). Namun kemudian muncul versi sejarah lain yang tersurat yakni dikisahkan dalam buku perak/tembaga yang berjudul "Assajaru Daarul bathniy Wa Daarul Munajat" dengan penulisnya Laode Muhammad Ahmadi dkk, yakni diterangkan bahwa pada Abad XIII Masehi terdapat Raja Pertama di pulau Buton dengan nama Raja Putri Musarafatul Izzati Al Fakhriy (Wa Kaa Kaa). Putri ini mempunyai silsilah keturunan, dengan mulai dari yahandanya yakni Abdullah Badiy Uz Zaman bin Abubakar bin Muhammad Said Salim bin Muhammad Ali Ridha bin Muhammad Musa Ali bin Muhammad Ali Zainal Abidin bin Ali Husein bin Sayidina Ali bin Abithalib yang memperistrikan putri Nabi Besar Muhammad SAW bernama Az Zahra dari istrinya Sitti A'isah. Kemudian dari garis keturunan Ibundanya bernama Rabbihatum dari nasab bersambung dengan Abdul Syukur dimana beliaua adalah sepupuh satu kali dengan Rasulullah Muhammad SAW dari baniy Hasyim. Abdul Syukur inilah bersama Abdul gafur yang pertama tama kali mendapatkan pulau Buton sesuai perintah Rasulullah Muhammad SAW untuk mencari pulau Buton pada 624 Masehi. Bila ditinjau secara patrimonial maupun matrimonial ternyata kedua putri ini yakni Putri Khan dan Putri Musarafatul Izzati Al Fakhriy rupanya sama sama berasal dari keturunan Sayidina Ali bin Abithalib. Hanya saja masing-masing kedatangan kedua putri tersebut ke pulau Buton didasarkan pada kisah yang berbeda. Kalau Putri Khan datang ke pulau Buton yakni atas perintah bathin atau spritual untuk mencari pulau Buton untuk sesuatu tugas tertentu dalam mengamankan pulau Buton dari sesuatu yang belum jelas, namun kedatangan Putri Masarafatul Izzati Al Fakhriy ke pulau Buton didasarkan atas pelariannya dari negeri Madina karena ada sesuatu yang dia tidak sukai. Mulau-mula Putri Masarafatul Izzati Al Fakhriy tinggalkan Madina Persia menuju Istana Pasai akibat tidak maunya sang putri dilamar untuk dinikai oleh Baidul Hasan yang tak lain adalah putra mahkota Raja Persia bernama Urugan bin Hulaqun. Pada tahun 1298 Masehi Raja Persia Muhammad Ali Idrus, ditemani Khun Khan Ching seorang Cina Islam dari Hoe-Hoe daerah Tar-Tar serta Panglima perang Kaisar Tiongkok bernama Kubilaikhan dan Sang Ria Rana seorang musafir sakti beserta 40 (empat puluh) kepala keluarga berangkat berlayar menuinggalkan Pasai dengan menumpangi Kapal bernama Magela Hein's menuju arah tanpa tujuan. Berkat kesaktian mereka dan izin Allah SWT akhirnya dalam perjalanan yang cukup panjang melelahkan, terdamparlah di pulau Buton. Sehingga pada hakekatnya kedua Putri asal garis keturunan Sayidina Ali bin Abithalib tersebut sama-sama bermukim di pulau Buton dengan waktu tahun pemukiman yang berbeda guna mengembangkan keturunannya disana. Belum ada sejarah spesifik asal pulau Buton yang mengkisahkan kedua putri ini secara berbeda, oleh karena itu masih diperlukan penelitian lebih lanjut secara ilmiah oleh para ilmuwan dunia; sebetulnya mengapa mesti keturunan Sayidina Ali bin Abithalib dan keturunan Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi Raja di pulau Buton?. Apa saja tugas-tugas utama secara rahasiakedua keturunan tersebut dalam melindungi eksistensi pulau Buton?. Apakah kedatangan kedua keturunan Sayidina Ali bin Abitalib dan Nabi Besar Muhammad SAW tersebut dalam rangka mengembangkan ajaran hakiki Rasulullah Muhammad SAW di negeri ini?. Sebagaimana sabda Rasululah Muhammad SAW berbunyi (dikutif dari buku Assajaru Daarul Bathniy Wa Daarul unajat) : Menurut Hakekat Rahasia Keyakinan Hatiku Kedua Negeri Tersebut Kunamai Al-Bathniy dan Al Munajat). Dalam Hadist Rasulullah Muhammad SAW berbunyi : "WAL BATHNIY KALMIYMITS TSAANI ALAA SUURATI MUHAMMAD". Artinya Bathniy adalah Negeri Buton huruf MIM kedua dari rangkaian namaku Muhammad dan kutamsil ibaratkan sebagai PerutKU. Penelitian ini amat diperlukan guna menyikapi sebetulnya apa hubungan emosional antara ajaran Rasulullah Muhammad SAW yang diajarkan di Mekkah dan Madina dengan ajaran Islam yang dikembangkan di pulau Buton untuk keperluan pengembangan ajaran Islam dikemudian hari. Namun bukan itu saja yang menarik, yang paling penting untuk diteliti lebih lanjut secara arkiologis dan antropologis budaya adalah sebetulnya siapakah Raja pertama yang bermukim dan memerintah di pulau Buton; apakah Putri Khan atau Wa Kaa Kaa (Murarafatul Izzati Al Fikhriy)?!

Senin, 07 Februari 2011

PEMBENARAN ADANYA KERAJAAN DI LASALIMU SEBELUM SIBATARA DAN WA KAA KAA BERKUASA SEBAGAI RAJA PERTAMA DI BUTON


OLEH : ALI HABIU


Menurut Sumber yang dapat di percaya yang di tulis oleh Sultan Zaliq Faqih Kamarudin (http://www.facebook.com/home.php?sk=group_151044274944488&notif_t=group_activity#!/home.php?sk =group_151044274944488&notif_t=group_activity….) mengatakan bahwa sebelum Sibatara sebagai Raja Pertama Buton dan Permaisurinya Wa Kaa Kaa, ternyata sudah ada berdiri sebelumnya Kerajaan di wilayah Lasalimu yang terdiri dari 4 (empat) Kerajaan, yakni :
1. Kerajaan Kamaru
2. Kerajaan Jaw Jawari
3. Kerajaan Ambua
4. Kerajaan Lasalimu

Hal ini juga menandakan bahwa jauh sebelum Mia Patamiana yang terdiri dari Si panjonga, Si Jawangkati, Si Jatubun dan Si Malui tiba di pulau Buton yang mulai masuk tahun 1213. Hanya saja sumber tersebut di atas belum memberikan secara rinci tahun berapa masing-masing berdirinya Kerajaan itu dan siapa nama masing-masing Raja dan Permaisurinya.
Berdasarkan data ontologisme yang saya peroleh bahwa Kerajaan Pertama di pulau Buton terdapat di Kamaru tepatnya pusat kerajaannya ada di gunung Ba’ana Meja dengan nama Rajanya bernama Putri Khan asal Tibet-Mongol memerintah sejak pertengahan abad IX sebagaimana kisahnya telah disebutkan dalam salah satu entri yang terdapat di http://www.bumibuton.blogspot.com. Nama asli dari Putri Khan tidak saya sebutkan dalam web blog tersebut sebab itu masih merupakan rahasia yang belum bias untuk di kontekskan ke public sampai batas yang ditentukan. Pembuktiaan secara ilmiah tentang waktu berkuasa Raja Pertama ini dapat diamati secara massif di salah satu benda situs yang saya temui berupa sebdal slop kaki kiri Raja tersebut dimana telah mengalami stratifikasi endapan 10 lapis saturasi yang mana setiap lapis saturasi dinilai selama 100 tahun atau 1 abad. 

Namun demikian benar dikatakan sumber di atas bahwa sebelum terdapat 4 (empat) Kerajaan di wilayah Lasalimu sudah ada manusia yang mendiami pulau Buton yang mana manusia tersebut memiliki kehidupan dua alam yakni alam nyata dan alam tidak nyata. Komunitas manusia manusia ini sampai sekarang masih terdapat di pedalaman hutan Lasalimu yakni tepatnya mereka bermukim antara gunung Ba’ana Meja dengan gunung Siantopina. Salah satu penguasa atau Raja dari Komunitas ini telah pernah bersama saya menemai saya ketika bertugas di desa Bungi Kamaru selama 3 hari 3 malam yang namanya dan asal usulnya tidak saya sebutkan dalam kesempatan ini sebab belum diperbolehkan.

Menurut sumber Sultan Zaliq Faqih Kamarudin mengatakan bahwa Kerajaan Kamaru dan Kerajaan Jaw Jawari ikut bergabung dalam pembentukan Kerajaan Buton pertama, sedangkan Kerajaan Ambua di telan bumi (Togo Motonu dalam Tradisi lokal dikisahkan tanah dan daratan disekitarnya secara tiba-tiba tenggelam dan masuk ke perut bumi). Sementara itu Kerajaan Lasalimu sempat dikuasai Sanggila, yang berhasil direbut kembali oleh Tokoh Pejuang Lasalimu, seorang sakti yang memiliki2 buah Kepala.

Berdasarkan folklour menyebutkan bahwa latar belakang terjadinya Togo Motonu di muara sungai Umala Oge itu disebabkan karena adanya seorang bayi yang baru lahir ditaruh dianyaman keranjang rotan dan dihanyutkan di ujung muara sungai Umala Oge, yang mana bayi tersebut merupakan anak dari seorang Raja yang berkuasa ketika itu (mungkin : Kerajaan Ambua?) dia kawini dan menjadikan permaisurinya saudara kandungnya sendiri karena saudara kandungnya itu dia sangat cantik ayu dan menawan. Sementara dilain pihak hukum adat ketika itu tidak diperbolehkan mengawini saudara sekandung. Dan seketika terjadi keajaiban alam begitu bayi dihanyutkan dengan ditempatkan didalam anyaman keranjang bambu, terjadilah bumi tertelan (baca : togo motonu) disertai kilat dan halilintar bersamaan itu pula keranjang bayi tersebut hilang tanpa bekas. Konon kisahnya bahwa bayi yang hilang inilah cikal bakal munculnya Sawerigading di Luwu. Kisah ini masih perlu pendalaman dan pembuktian antropolog dan arkiolog serta perbandingan antara naskah sejarah dengan pihak-pihak lain yang relevan dalam pembuktian kebenarannya*****.

Rabu, 02 Februari 2011

KABANTI "BUNGA MELATI" WOLIO

 Renungan Kabanti-Banti Dalam Mesjid Agung....

Laode : Ali Ahmadi


Kutipan Kabhanti "BUNGA MELATI", Sebuah nasehat untuk bersama kita Renungkan, sambil kita belajar kembali mengenal Bahasa WOLIO...!

Mai rangoa kasega momalapena = Marilah dengar keberanian yang baik
O kasegana malingu mia malape = Beraninya orang-orang yang baik
Mincuanapo yi sarongi amasega = Belumlah disebut Berani
...Nesabutuna atalo sabhara lipu = Kalaulah baru kalahkan segala negeri
Tabeanamo yisarongi amasega = Kecuali yang disebut berani
Atalomea hawa nafuusuna = Kecuali sudah kalahkan hawa nafsunya

Mincuanapo yisarongi amakaa = Belumlah disebut kuat
Nesabutuna usu'ungi bhatubuti = Kalau baru mampu menjunjung batu bhuti
Tabeana yisarongi amaka'a = Kecuali yang disebut kuat
Apoolia faradhu limba sunati = Mampu melakukan ibadah fardhu sampai sunat

Mincuanapo yisarongi rangkae'a = Belumlah disebut kaya
Nesabutuna bhari arata'ana = kalau baru banyak hartanya
Tabeanamo yisarongi rangkae'a = Kecuali yang disebut kaya
Hengga hakuna apeka dawvuakamo = Walaupun haknya diberikan kepada orang lain

Mincuanapo yisarongi maradika = belumlah disebut merdeka
Nesabutuna apo'opua yipau = Kalaulah baru keturunan raja
Tabeanamo yisarongi maradika = Kecuali disebut merdeka
Alapamo yiwva'ana naraka'a = sudah luput dari api neraka

Mincuanapo yisarongu misikini = Belumlah disebut miskin
Nesabutuna yinda koarata'a = Kalaulah hanya tidak berharta
Tabeanamo yisarongi misikina = Kecuali yang disebut miskin
Apo'olimo arasi kohakuna = Masih ingini hak orang lain

Mincuanapo yisarongi apintara = Belumlah disebut pintar
Nesabutuna alentu sabharagiu = Kalau baru tau menghitung segala sesuatu
Tabeanamo yisarongi apintara = Kecuali disebut pintar
Hengga sa'angu dhosana amataua = Walaupun satu dosanya diketahuinya

Mincuanapo yisarongi amakida = Belumlah disebut pandai
Alawva oni yinda'a bhara'akea = Menjawab kata tak sukar baginya
Tabeanamo yisarongi amakida = Kecuali disebut pandai
Alaw'va nangkiru yinda'a kasunu-sunu = Menjawab nangkir tak tersendat-sendat

Mincuanapo yisarongi metandai = Belumlah disebut pengingat
Nesabutuna yinda mali-malingu = Kalaulah hanya tidak pernah lupa
Tabeanamo yisarongi matandai = Kecuali yang disebut pengingat
Sakija mata yinda bhara'aka Opuna = Sekejap mata tidak melupakan tuhannya

Mincuanapo yisarongi ahliy = Belumlah disebut ahli
Nesabutuna ahafili Qura'an = Kalaulah baru menghafal Qur'an
Tabeanamo yisarongi ahliy = Kecuali yang disebut ahli
Akanamea malingu mingku malape = Sudah kenal segala tingkah yang baik

Mincuanapo yisarongi asilamo = Belumlah disebut pesilat
Nesabutuna yinda kanea tobho = Kalaulah hanya tidak dikena keris
Tabeanamo yisarongi asilamo = Kecuali yang disebut pesilat
Mo'o sanga-nga yinda kanea 'oni = Walaupun sekata tak dikena bicara yg jelek

Mincuanapo yisarongi amalute = belumlah disebut lemah
Nesabutuna yinda po'oli mingku = Kalau hanya tidak mampu kerja
Tabeanamo yisarongi amalute = Kecuali yang disebut lemah
Mo'o sa'angu yinda teamalana = walau satu tak ada amalnya yang baik

Mincuanapo yisarongi Isilamu = Belumlah disebut Islam
Nesabutuna aturu a sambahea = kalaulah hanya rajin sembahyang
a hajimo ambulimo yi Madina = Sudah haji kembali dari madina
Tabeanamo yisarongi Isilamu = Kecuali yang disebut Islam
Mo'o sa'angu yindamo te amarana = Walau satu tak ada lagi marahnya

Mo la'ahirina tawva mobaatinina = Yang lahir atau yang bathin
Mincuanapo yisarongi amakesa = Belumlah disebut cantik
Nesabutuna rouna te badhana = Kalaulah baru muka dan badannya
Tabeana yisarongi amakesa = Kecuali yang disebut cantik
Amalapemo te totona yincana = Sudah indah dengan hati nuraninya

Mincuanapo yisarongi amangkilo = Belumlah disebut suci (bersih)
Nesabutuna apebhaho apocabo = kalau baru mandi bersabun
A pokunde, posuawvi apogunti = Keramas, bersisir dan bercukur
Tabeanamo yisarongi amangkilo = Kecuali yang disebut suci (bersih)
Ise omata, juaka otalinga = Satu mata, dua telinga
Talu o dela, apaka olimata = Tiga lidah, empat kedua tangan
Lima oaye, ana'aka okompota = Lima kedua kaki, enam perut
Tee zakara komandona pituangu = dan zakar kelengkapan ketujuh
Osiytumo karo yi Maeya'aka = Itulah tubuh yang harus dipelihara dari segala yang memalukan ****

 Sumber : www.facebook.com/#!/home.php?sk=group_151044274944488