OLEH : ALI HABIU
Menurut Sumber yang dapat di percaya yang di tulis oleh Sultan Zaliq Faqih Kamarudin (http://www.facebook.com/home.php?sk=group_151044274944488¬if_t=group_activity#!/home.php?sk =group_151044274944488¬if_t=group_activity….) mengatakan bahwa sebelum Sibatara sebagai Raja Pertama Buton dan Permaisurinya Wa Kaa Kaa, ternyata sudah ada berdiri sebelumnya Kerajaan di wilayah Lasalimu yang terdiri dari 4 (empat) Kerajaan, yakni :
1. Kerajaan Kamaru
2. Kerajaan Jaw Jawari
3. Kerajaan Ambua
4. Kerajaan Lasalimu
Hal ini juga menandakan bahwa jauh sebelum Mia Patamiana yang terdiri dari Si panjonga, Si Jawangkati, Si Jatubun dan Si Malui tiba di pulau Buton yang mulai masuk tahun 1213. Hanya saja sumber tersebut di atas belum memberikan secara rinci tahun berapa masing-masing berdirinya Kerajaan itu dan siapa nama masing-masing Raja dan Permaisurinya.
Berdasarkan data ontologisme yang saya peroleh bahwa Kerajaan Pertama di pulau Buton terdapat di Kamaru tepatnya pusat kerajaannya ada di gunung Ba’ana Meja dengan nama Rajanya bernama Putri Khan asal Tibet-Mongol memerintah sejak pertengahan abad IX sebagaimana kisahnya telah disebutkan dalam salah satu entri yang terdapat di http://www.bumibuton.blogspot.com. Nama asli dari Putri Khan tidak saya sebutkan dalam web blog tersebut sebab itu masih merupakan rahasia yang belum bias untuk di kontekskan ke public sampai batas yang ditentukan. Pembuktiaan secara ilmiah tentang waktu berkuasa Raja Pertama ini dapat diamati secara massif di salah satu benda situs yang saya temui berupa sebdal slop kaki kiri Raja tersebut dimana telah mengalami stratifikasi endapan 10 lapis saturasi yang mana setiap lapis saturasi dinilai selama 100 tahun atau 1 abad.
Namun demikian benar dikatakan sumber di atas bahwa sebelum terdapat 4 (empat) Kerajaan di wilayah Lasalimu sudah ada manusia yang mendiami pulau Buton yang mana manusia tersebut memiliki kehidupan dua alam yakni alam nyata dan alam tidak nyata. Komunitas manusia manusia ini sampai sekarang masih terdapat di pedalaman hutan Lasalimu yakni tepatnya mereka bermukim antara gunung Ba’ana Meja dengan gunung Siantopina. Salah satu penguasa atau Raja dari Komunitas ini telah pernah bersama saya menemai saya ketika bertugas di desa Bungi Kamaru selama 3 hari 3 malam yang namanya dan asal usulnya tidak saya sebutkan dalam kesempatan ini sebab belum diperbolehkan.
Menurut sumber Sultan Zaliq Faqih Kamarudin mengatakan bahwa Kerajaan Kamaru dan Kerajaan Jaw Jawari ikut bergabung dalam pembentukan Kerajaan Buton pertama, sedangkan Kerajaan Ambua di telan bumi (Togo Motonu dalam Tradisi lokal dikisahkan tanah dan daratan disekitarnya secara tiba-tiba tenggelam dan masuk ke perut bumi). Sementara itu Kerajaan Lasalimu sempat dikuasai Sanggila, yang berhasil direbut kembali oleh Tokoh Pejuang Lasalimu, seorang sakti yang memiliki2 buah Kepala.
Berdasarkan folklour menyebutkan bahwa latar belakang terjadinya Togo Motonu di muara sungai Umala Oge itu disebabkan karena adanya seorang bayi yang baru lahir ditaruh dianyaman keranjang rotan dan dihanyutkan di ujung muara sungai Umala Oge, yang mana bayi tersebut merupakan anak dari seorang Raja yang berkuasa ketika itu (mungkin : Kerajaan Ambua?) dia kawini dan menjadikan permaisurinya saudara kandungnya sendiri karena saudara kandungnya itu dia sangat cantik ayu dan menawan. Sementara dilain pihak hukum adat ketika itu tidak diperbolehkan mengawini saudara sekandung. Dan seketika terjadi keajaiban alam begitu bayi dihanyutkan dengan ditempatkan didalam anyaman keranjang bambu, terjadilah bumi tertelan (baca : togo motonu) disertai kilat dan halilintar bersamaan itu pula keranjang bayi tersebut hilang tanpa bekas. Konon kisahnya bahwa bayi yang hilang inilah cikal bakal munculnya Sawerigading di Luwu. Kisah ini masih perlu pendalaman dan pembuktian antropolog dan arkiolog serta perbandingan antara naskah sejarah dengan pihak-pihak lain yang relevan dalam pembuktian kebenarannya*****.