Aku menggali lima mutiara… yang tadinya lima mutiara itu  cemerlang tetapi oleh karena penjajahan asing yang 350 tahun lamanya  terbenam kembali di dalam bumi bangsa Indonesia” (Pidato Bung Karno, 24  Desember 1955, Surabaya)
 Ini adalah salah satu contoh bentuk statement yang diucapkan oleh Bung  Karno (Sang Putra Fajar, Pemersatu Nusantara) selaku Presiden Pertama  Republik Indonesia, sebagai penolakan bila beliau dipuji atas filsafat  Pancasila yang dicetuskannya dalam sidang BPUPKI dalam menentukan dasar  Negara pada bulan Mei 1945 silam dan membawa kejayaan Indonesia hingga  kini. Beliau selalu dengan tegas menolak untuk disebut sebagai  “pencipta” dari PANCASILA.
Mengutip semboyan yang biasa digunakan oleh Bung Karno, marilah kita  mencoba Think & amp; Re-Think, berfikir dengan cara atau sudut pandang  yang lain atau "to think in another manner, in another way” pernyataan  beliau tersebut diatas, dimanakah tepatnya “perut buminya bangsa  Indonesia” yang dimaksud oleh beliau?
 Beliau menyatakan bahwa bukan “pencipta”, melainkan “penggali”. Bila  disusun secara logika, beliau mula-mula menggali     menemukan     merumuskan     mengutarakan. Mari telaah kata menggali disini. Dengan  apakah dan bagaimana Bung Karno menggali isi jiwa bangsa Indonesia?  Hanya sekedar RASIO-kah? Apa hanya dengan membaca, menganalisis,  merenungkan bertahun-tahun? Mengingat pada zamannya dijumpai buku-buku  dengan beragam bahasa seperti bahasa Barat (Belanda, Perancis, Jerman,  dll) atau bahasa Melayu-Jawa Kuno (Kawi) dan Sansekerta, yang sangat  sulit dipahami? Akankah semua bacaan itu bisa ditelaah oleh Bung Karno  secara tepat, mengingat beliau hanya manusia biasa yang juga punya  keterbatasan kemampuan? Lalu bagaimana dengan waktu yang dimiliki Bung  Karno mengingat kesibukannya sebagai aktivis dan pejuang kemerdekaan  yang kerap dihukum dan diasingkan? Dan kondisi saat beliau hidup  dipengasingan, penjara Sukamiskin-Bandung lalu di Ende dan Bengkulu,  apakah fasilitas minimal lampu/penerangan bisa membantu Bung Karno dalam  membaca dan mencari informasi sebagai dasar lahirnya pemikiran tentang  PANCASILA? 
 Jadi pernyataan bahwa PANCASILA adalah Isi Jiwa bangsa Indonesia benar  adanya karena didapat bukan  hasil dari Karya, Cipta, Rasa dan hasil  Pemikiran seorang Bung Karno, tetapi dari KALBU SANUBARI yang telah  berurat akar dalam darah seorang Bung Karno Sang PUTRA BUTON.
 Yang dimaksud oleh beliau adalah perut bumi PULAU BUTON, dari negeri  inilah sesungguhnya Beliau mendapatkan falsafah hidup (Way Of Life) dari  Bangsa Indonesia. Sebelum telaah lebih jauh mengapa DAARIL BUTHUUNII  yang dimaksud oleh Beliau sebagai perut bumi bangsa Indonesia, maka kita  lihat dari asal usul siapakah Beliau ini.
 Dr. Ir. H. Koesno Sosro Soekarno, lahir dari Ibu yang bernama Ida Ayu  Nyoman Rai/Sitti Maryam dan Ayah Bung Karno adalah La Ode Muhammad Idris  dari Kesultanan Buton, lahir di Buleleng Bali pada 06 Juni 1901.  Walaupun fakta sejarah mencatat bila Ayah Bung Karno adalah Raden  Sukemi. Bila dijabarkan siapa sebenarnya orangtua biologis Beliau maka  didapat fakta sebagai berikut:
 Dari pihak Bapak, Bung Karno adalah putra biologis dari La Ode Muhammad  Idris/Yarona Imamu Yiambo(Mantan Imam Masjid Agung Keraton Kesulthanan  Buton) sementara kakek Beliau adalah Sulthan Buthon XXXII Muhammad Umar  Qaimuddin Khalifatul Khamis (Oputa Yi Bariyya, 1887-1904), sementara  dari pihak ibu, Ida Ayu Nyoman Rai/ Sitti Maryam adalah putri dari La  Jami/ I Nyoman Pasek, yang ternyata kakek dari pihak ibu diketahui masih  ada darah Butonnya yaitu Bonto Ogena Yi Gundu-Gundu. Jadi jelas sudah  bahwa Bung Karno PUTRA BUTON (Bangsawan Asli) yang juga mengalir darah  biru Bangsawan Bali.
 Mari kembali pada saat Bung Karno mencetuskan PANCASILA pada sidang  BPUKI 29 Mei- 1 Juni 1945, beliau selaku pembicara terakhir dalam  pertemuan tersebut mengemukakan lima hal sebagai berikut: Kebangsaan  Indonesia; Internasionalisme atau Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi;  Kesejahteraan sosial serta Ketuhanan. Mari kita me Re-Think satu persatu  kelima hal yang diungkapkan Bung Karno.
 1. KEBANGSAAN INDONESIA (PERSATUAN INDONESIA)
 Bangsa, adalah rakyat yang harus dilindungi, dapat dilihat, Bung Karno  mengambil prinsip MIA PATAMIANA dan MIA PATAKAOMUNA yang membentuk  Bangsa Buton dengan paham kebangsaan “KAMATA MOBHARINA TOO MOSAANGUNA,  KAMATA MOSAANGUNA TOO MOBHARINA”(Memandang yang banyak untuk yang satu,  dan memandang yang satu untuk yang banyak) Satu Bangsa, Bangsa Buton;  Satu Tanah Air, Tanah Wolio; Satu Bahasa, Bahasa Buton/Wolio yang  kemudian diaplikasikan menjadi Satu Bangsa, Bangsa Indonesia; Satu Tanah  Air, Tanah Air Indonesia; Dan Satu Bahasa, Bahasa Indonesia 
 2. INTERNASIONALISME ATAU KEMANUSIAAN (KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB)
 Sikap saling menghargai, dan hal ini Bung Karno mengadopsi SYARA  PATAANGUNA (Empat Pegangan Dasar), BHINCI-BHINCI KULI yang meliputi :
 a. POMAA-MAASIAKA(Sikap saling menyayangi dan kasih mengasihi)
 b. POANGKA-ANGKATA (Sikap saling menghormati)
 c. POPIA-PIARA (Sikap Saling memelihara dan Menjaga)
 d. POMAE-MAEKA (Sikap saling segan menyegani dan takut terhadap sesama)
 3. MUFAKAT ATAU DEMOKRASI (KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT 
 KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN)
 Azas mufakat dan musyawarah ini mencontoh system yang dilakukan oleh MIA  PATAMIANA dan MIA PATAKAOMUNA pada saat pembentukan Kerajaan/Keratuan  dan mengangkat WA KAAKAA sebagai RATU/RAJA BUTON pertama, dimana asas  musyawarah ini diangkat dari SYARA PATAANGUNA, POANGKA-ANGKATA (Sikap  saling menghormati, saling meninggikan derajat sesama)
 4. KESEJAHTERAAN SOSIAL (KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA)
 Bagi Bung Karno, kesejahteraan diarahkan kepada kehidupan “Gotong  Royong”, sementara dalam falsafah Buton ditegaskan sebagai berikut: “  HAKUMU LAE MUNTUMU, PARAULEAMU PARABUATAMU ”(hakmu adalah untukmu, dan  perolehanmu adalah hasil perbuatanmu)
 5. KETUHANAN (KETUHANAN YANG MAHA ESA)
 Kesulthanan Buton dalam menjalankan pemerintahannya telah menerapkan  DEMOKRASI KETUHANAN sejak tahun 1311 M  yaitu sebagai berikut:
 OPUTA (Ketuhanan)
 YINDA-YINDAMO SYARA SOMANAMO AGAMA 
 (Biar Hilang/Tiada Pemerintahan Tetapi  Agama Utuh Berjalan)
 YINDA-YINDAMO LIPU SOMANAMO SYARA 
 (Biar Hilang/Tiada Negeri Yang Penting Pemerintahan Tetap Berjalan)
 YINDA-YINDAMO KARO SOMANAMO LIPU 
 (Biar Diri Hilang/Hancur Tetapi Negeri Utuh Dan Jaya)
 YINDA-YINDAMO ARATA SOMANAMO KARO 
 (Biar Harta Hilang Tapi Martabat Diri Tetap Kokoh)
 Selain PANCASILA, BHINEKA TUNGGAL IKA ternyata mengambil filosofis  Undang-Undang Kesulthanan Buton yaitu, “TONTOMAKA MOBHARINA TOO  MOSAANGUNA, TONTOMAKA MOSAANGUNA TOO MOBHARINA, MAKASU INDA APOSAANGU,  AMARIDHO INDA AKOOLOTA” ( Menetap Yang Banyak Untuk yang TUNGGAL,  menetap yang TUNGGAL untuk yang banyak, Berdekatan tidak bersekutu,  berjauhan tidak berjarak”)
 Bung Karno menegaskan bahwa Pancasila adalah Isi Jiwa Bangsa Indonesia,  Intisari Peradaban Indonesia, Filsafat Bangsa Indonesia, Kepribadian  Bangsa Indonesia serta Landasan Kefilsafatan (‘Weltanschauuung’) Bangsa  Indonesia, jadi dapat dilihat bahwa dasar Negara kita bukan berdasarkan  filsafat individualism seperti Historis –Materialisme milik Marx, Trias  Politica milik Montesquieu, Jhon Locke, Roseau, Kant, Hegal dll,  sehingga Bung Karno menolak kalau PANCASILA ini adalah “Filsafat  Soekarno” atau “PANCASILA Soekarno” seperti nama para pembesar di atas. 
 Itu karena Bung Karno benar-benar menyatakan bahwa PANCASILA digali dari  Bumi Tanah Buton yang keseluruhannya terinspirasi dari sistem  Kenegaraan Kesulthanan Buton.
 Wahai Saudara-saudara, teman-teman, adik-adikku yang penulis hormati dan  sayangi, tidakkah kalian dan kita semua bangga akan tanah BUTON? Tanah  leluhur kita ternyata tanah yang menyimpan 1000 misteri, Tanah yang  melahirkan para pembesar di setiap zamannya, yang mungkin kita semua  akan menjadi pembesar seperti pendahulu kita di masa depan kelak,  tidakkah hati tergerak untuk melestarikan apa yang telah dihasilkan oleh  para leluhur kita, yang kemudian oleh Bung Karno selaku PUTRA BUTON  digunakan sebagai dasar Negara kita yang juga pernah digunakan Leluhur  kita untuk tetap Berjaya hingga sekarang?
 Marilah kita mulai menanamkan kecintaan akan tanah leluhur kita Tanah  Buton, Tanah Air kita Tanah Air Indonesia dengan melahirkan kesadaran  kita bahwa PANCASILA harus lebih dihayati dan diamalkan. Di masa lampau  Bangsa Buton bersatu padu mempertahankan PANCASILA, dan di masa kini  serta masa yang akan datang kita semua terpanggil untuk kembali  mengamalkan PANCASILA,  MENGGALI kembali PANCASILA dari kalbu kita.  Karena Konsep Bernegara Republik Indonesia yaitu PANCASILA dan BHINEKA  TUNGGAL IKA telah mendapat pengakuan dimata dunia khususnya oleh Amerika  Serikat dan ini dinyatakan langsung oleh Presidennya Barack Husein  Obama (yang juga pernah belajar di Indonesia dan pastinya masih terekam  dalam memorinya kelima butir/dasar PANCASILA) pada 10 November 2010 lalu  dalam Pidatonya saat memberi kuliah  Studium General di Universitas  Indonesia, bahwa AS kini menganut dan mempraktekkannya. 
 Negara  Adidaya saja mengakui dan mempraktekkan dasar Negara kita, lalu  mengapa kita sebagai pemiliknya tidak mengamalkannya??? 
Sekali lagi,  amalkanlah, dengan selalu mengobarkan rasa yakni “BANGGALAH SEBAGAI  BANGSA BUTON…BANGGALAH SEBAGAI BANGSA INDONESIA, JAYALAH TANAH BUTON,  JAYALAH TANAH AIR INDONESIA” !!!
 Sebuah Tulisan dalam Rangka Memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni  2011 dan In Memorian Dr. Ir. H. Koesno Sosro Soekarno (6 Juni 1901 – 20  Juni 1970)  Sebagai Putra Buton Pencetus Pancasila.
*) Penulis merupakan Staff Persidangan Sekretariat DPRD Kota Baubau.