OLEH : ALIMUDDIN (BANG ALI)
Patut dicatat bahwa pada masa lalu Kesultanan Buton pernah mencapai kejayaan selama ratusan tahun dan karena terjadi pergeseran dalam tata kehidupan politik kejayaan itu harus berakhir dan ikhlas berintegrasi pada paradigma baru berbangsa dan bernegara sekalipun harus menelan pil pahit untuk tidak lagi eksis bahkan tidak terwadahi sama sekali dalam tatanan kekinian dalam arti keindonesiaan. Dengan tidak bermaksud mengungkit masa lalu dari sebuah negeri yang diterlantarkan atau bisa dikatakan sengaja dilupakan keberadaannya dan dengan menghindari kambing hitam siapa yang salah ternyata api kebesaran peradaban masa lalu tersebut belum padam oleh perjalanan waktu karena bersemayam dalam tutur kata dan hati sanubari orang buton sebagai jati diri yang selalu dibanggakan. Hilangnya kebesaran Kesultanan Buton sebagai sebuah lembaga bukan disebabkan oleh keputusan yang berhak untuk membubarkan sebagai representase rakyat buton, tetapi lebih pada upaya sistematis yang bertopengkan aturan perundang-undangan, sehingga janji tinggal janji dan kesepakatan dibuat hanya untuk dilanggar.
Keluarnya undang-undang nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan daerah daerah tingkat II di Sulawesi merupakan pamungkas mengakhiri riwayat Kesultanan Buton dalam artian Sarana Wolio tapi sekalipun demikian ternyata senjata pamungkas tersebut tidak langsung meluluh lantahkan keseluruhan perangkat Kesultanan karena dalam beberapa kelompok masyarakat masih terpelihara kelembagaan adat parabela dan pangalasa sekalipun mereka hidup dalam suasana kebingungan karena induk mereka telah tiada. Lembaga Parabela dan Pangalasa hidup dipelihara oleh rakyat seakan mereka menunggu saat yang tepat untuk berkumpul untuk menghidupkan kembali induknya dalam paradigma baru yang tentunya tidak akan sama persis dengan eksistensinya pada masa lalu dimana Kesultanan Buton sebagai Negara yang mempunyai kedaulatan politik.
Saat peradaban Buton sedang sakarat dan masyarakatnya masih belum berani menampilkan diri, dunia ilmu pengetahuan muncul menjadi solusi untuk mencarikan jalan keluar, ditandai dengan berbagai macam kegiatan keilmuan yang mengedepankan issu kebutonan mencapai puncaknya pada kegiatan seminar pernaskahan yang berlabel internasional dan menjadi spirit bagi kearifan local untuk bangkit dan tampil secara fulgar. Berbagai kegiatan yang mengedepankan issu ilmu pengetahun telah memberikan harapan baru bagi komponen masyarakat local akan kebangkitan dari kegamangan untuk menjawab kerinduan akan hadirnya kembali sebuah lembaga adat yang mewadahi aspirasi kearifan local yang pernah jaya di negeri Buton. Harapan dan kehakhawatiran, akan romantisme dan traumatis historis memuncul keberanian untuk merintis jalan kearah lahirnya lembaga adat sarana wolio kesultanan buton yang secara logik mempunyai kekuatan hukum dan politik dalam bingkai Negara kesatuan republik Indonesia.
Langkah pemerintah daerah kota Baubau menetapkan peringatan hari kelahirannya yang mengambil momentum pelantikan sultan Buton pertama Murhum atau Lakilaponto seakan menjadi lampu hijau untuk menghadirkan kembali sebuah lembaga adat yang mempunyai legitimasi kuat dari rakyat sebagai pemilik. Upaya pemerintah daerah kota Baubau berjalan terus untuk memberikan kepastian hukum bagi lembaga adat yang kelak akan dibentuk kembali oleh mereka yang berhak, dan selanjutnya melalui peraturan Walikota Baubau nomor 9 tahun 2011 tentang pelestarian, pemberdayaan dan pengembangan keratin, lembaga adat sarana wolio dan adat istiadat daerah merupakan bukti keberpihakan pemerintah dalam memfasiliasi lahirnya kembali lembaga adat Sarana Wolio kesultanan buton yang dulu pernah ada sekaligus melaksanakan amanah dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 tahun 2007 tentang pedoman fasilitasi organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan keratin dan lembaga adat dalam pelestarian dan pengembangan budaya daerah.
Kepastian hukum dari pemerintah kota Baubau dalam bentuk regulasi dan kerja keras tokoh-tokoh masyarakat serta dukungan penuh dari pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah kabupaten Buton mengakumulasi pada terjadinya momentum tanggal 22 mei 2011 di baruga keraton Buton Baubau yang dihadiri oleh Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara dan Perwakilan bupati/walikota sebuton Raya pada perhelatan akbar pengukuhan Bonto Siolimbona oleh parabela matanasurumba patamatana menurut tatanan adat wolio. Kata kata pengukuhan bonto siolimbona yang dilafalkan oleh parabela lapandewa merupakan mandat penyerahan kewenangan untuk mengurus negeri buton dengan baik dan mencari seorang pemimpin yang handal dan mempuni jauh dari perilaku kolusi, korupsi dan nepotisme.
Lembaga Siolimbona pada dasarnya telah mempunyai legitimasi kuat karena telah melalui prosesi yang menurut adat memenuhi syarat dan mereka pun berada dalam lembaga tersebut telah menyatakan kesiapannya untuk menjalankan tugas berat mencari seorang pemimpin yang akan mengepalai Lembaga adat sarana wolio sebagaimana yang telah diucapkan dihadapan matanasurumba patamatana. Pemilihan figure Laki wolio tentu mempunyai criteria untuk memenuhi persyaratan yang menurut adat sebagai mana amanah peraturan walikota nomor 11 tahun 2011 bahwa prosesi pemilihan sarana wolio berdasarkan adat wolio kesultanan buton. Kata kata jangan sekali kali engaku carikan jalur keluarga keturunanmu dan kerabatmu yang pegang kekuasaan dinegeri ini dan jangan engkau permainkan negeri ini dengan penguasa yang menjual negerinya serta jangan engau mengikuti hawa nafsumu dan seterusnya merupakan peringatan bahwa yang akan memimpin lembaga adat sarana wolio adalah mereka yang lebih kebaikannya dan lebih kedermawanannya, saying rakyat dan negerinya serta sempurna dan mendalam ilmunya.
Kesempurnaan lembaga adat sarana wolio tinggal menunggu waktu yakni hasil kerja siolimbona yang mempunyai tugas pemproses pencalonan dan memilih sultan definitif sesuai criteria dan persyaratan menurut adat wolio. Kehadiran sarana wolio sebagai lembaga adat resmi sangat diperlukan dalam upaya pemerintah mempertahankan, mengembangkan dan melestarikan budaya daerah yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional.
Pembentukan lembaga adat Sarana Wolio dengan paradigma baru bukan untuk sebuah kegiatan yang isidensial tapi diharapkan dapat menjadi wadah budaya yang lestari sebagai jati diri orang buton secara keseluruhan dan merupakan cerminan kembalinya spirit cultural kebutonan yang kaya dengan ajaran kerakyatan, kejujuran, kebenaran, keadilan yang mengutamakan kehormatan dan peradaban sebagai paradigma dalam bertindak. Semangat dan nilai luhur universal yang mengikuti eksistensi sarana wolio akan bangkit kembali menjadi karakter bagi setiap insan buton dalam menjalankan aktivitas keseharian disegala bidang dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara tidak semata hanya seremoni belaka. Terlepas dari sorotan dan pendapat akan kurang lebih dalam pelaksanaan tehnis kegiatan dari acara yang terjadi pada tanggal 22 mei 2011 di baruga keraton Buton tersebut, kita semua harus mengakui bahwa kejadian itu adalah momentum resto***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar