bumi buton indonesia

bumi buton indonesia
PROSESI PINGITAN ALA BUTON

Rabu, 08 Februari 2012

BENTENG LIYA POSTULAT DIBUAT OLEH ROMBONGAN SI PANJONGA, SI MALUI DAN BAU BESI SEBELUM MEREKA MASUK KE TANAH BUTON

OLEH : ALI HABIU

Berdasarkan data sementara hasil observasi lapangan di beberapa tempat bekas lokasi benteng-benteng tertua di buton seperti di Benteng Wonco Kamaru,  Benteng  Koncu di Wabula Wasuemba  Lasalimu, Benteng Tobe-Tobe  di Sulaa , Benteng Kamasope di puncak gunung Lambelu di Kapuntori.  Postulat dapat disimpulkan bahwa keberadaan struktur pasangan Benteng Liya sama dengan struktur pasangan yang terdapat pada keempat benteng tersebut. Baik tebal benteng, cara menyusun batuan dan tinggi benteng serta modelnya Benteng Liya sama menyerupai Benteng Wonco dan Benteng Koncu, Benteng Tobe-Tobe dan Benteng Kamasope.
 
Berdasarkan Buku Perak Buton yang berjudul “Assajaru Haliqa Daarul Bathniy wa Daarul Munajat”  yang ditulis bersama oleh : Si Panjonga, Si Tamanajo, Si Malui, Si Jawangkati,  Bau Besi (Raden Jutubun) pada awal Abad ke XIII dalam bahasa  arab gundul (bahasa buton asli) yang kemudian diterjemahkan oleh seorang ulama besar dan Imam Mesjid Agung Gresik Ustaz Akbar Maulana Sayid Abdul Rahman Hadad tahun 1863 di Gersik  telah mengemukakan fakta-fakta otentik atas perjalanan Si Panjonga, Si Malui, Raden Jutubun, Si Jawangkati dan lainya menuju tanah Buton dan mereka datang atas amanah leluhurnya. Pertanyaan kemudian muncul dibenak kita mengapa para leluhur dari masing-masing orang sakti tersebut memberi amanah kepada mereka untuk mendatangi pulau Buton ?. Tentu jawabnya adalah ini ada hubungan dengan Raja pertama-tama yang ada di pulau Buton yakni bernama Putri Khan dari keturunan Mongol-Tiber-persia yang memerintah sejak pertengahan abad ke IX dan bertahta di gunung Ba'ana Meja Kamaru. 



Raja Putri Khan ini datang ke pulau buton atas perintah spritual para leluhurnya untuk tugas tertentu dan membawa prajurit perang sebanyak 299 orang dengan mengendarai armada kapal sebanyak 9 buah. Hubungan-hubungan paralel kerajaan di nusantara terutama pulau Jawa dan Sumatera diduga sudah mulai terjalin dengan adanya keberadaan Raja Putri Khan ini yang mana para prajuritnya sudah barang tentu akan sering mengunjungi negeri asalnya untuk keperluan logistik. Disini pula cikal bakan munculnya permukiman para wali di pulau Oroho Liya yang dalam bahasa sang sekerta pulau oroho ini di sebut ken-o-roh-an artinya pulau yang dipenuhi oleh para wali. Di pulau oroho ini telah diketemukan bekas-bekas hunian zaman dahulu kala dengan adanya benteng-benteng tua dan gua-gua tempat permukiman. Pengungkapan lebih lanjut tentang adanya permukiman tua di pulau Oroho ini akan ditindaklanjuti oleh sebuah penelitian ilmiah oleh Devisi Pernaskahan dan Pengembangan Sejarah Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia setelah terlebih dahulu menyelesaikan tuntas atas penelitian Makam Gajah Mada di wilayah Liya dan Buton.


Si Panjonga, Si Malui, Si Jawangkati dan Raden Jutubun atau Bau Besi dalam pelayaran dari negeri asalnya setelah melalui selat Jawa dan sebelum sebelum memasuki ke tanah Buton terlebih dahulu singgah di kepulauan Wangi-Wangi. Kepulauan Wangi-wangi dalam gugusan pulau-pulau tukang besi merupakan kepulauan yang terbesar dari  gugusan lainya dengan luas 156,5 km2, sedangkan pulau Kaledupa hanya memiliki luas 64,8 km2  dan Tomia 52,4 km2 serta Binongko 98,7 km2.  Disamping itu kepulauan wangi-wangi memiliki nilai strategis karena disamping memiliki dataran yang luas juga di apit oleh pegunungan rendah serta memiliki cekungan daratan yang rendah yang terdapat di wilayah Liya-Mandati disamping memiliki banyak gua-gua yang luas sehingga cocok untuk area persembunyian dan pertahanan dari serangan tenntara Mongol dibawah kekuasaan Khubilai Khan ketika itu.


Si Panjonga adalah orang sakti berasal dari Suku melayu dari negeri pasai meninggalkan negeri asalnya pada tiga likur malam bulan sya’ban tahun 634 Hijriah dengan mengajak Si Tamanajo sebagai pembantu utamanya serta serta 40 orang kepala keluarga sebagai pengikutnya. Kepergian rombongan besar ini dari negeri asalnya adalah mencari daerah yang telah diberitakan oleh leluhurnya untuk ditempati.  Informasi tentang keberadaan pulau Buton dan Wangi-wangi ini kepada leluhur Si Panjonga adalah dari Putri Khan dan pasukannya yang telah mendiami Kamaru pulau Buton sekitar pertengahan abad ke IX yang dibuktikan dengan keberadaan situs Ba’ana Meja dan situs bekas sandal kiri Raja tersebut.  Si Panjonga membuat benteng pertahanan  dan permukiman di bukit Tobe-Tobe di Sulaa. Kemudian Si Tamanajo mendirikan benteng pertahanan dan permukiman yaitu benteng Kamosope di puncak gunung Lambelu Kamuntori. Sebelum mereka membuat benteng tersebut di tanah buton, pada saat mereka menyinggahi dan bermukim sementara di pulau Wangi-Wangi mereka diduga membuat benteng Liya lapis ke-2 yang keberedaan sisa-sisa bentengnya masih dijumpai saat ini di kawasan keraton Liya.


Demikian pula tak lama selang datangnya Si panjonga, menyusul pula Si Malui bersama adiknya bernama Si Baana dengan pengawal setianya bernama Si Jawangkati. Si malui berasal dari daerah Bumbu negeri Melayu Pariaman meninggalkan daerah asalnya pada 15 hari bulan Sya’ban 634 Hijriah dengan rombongan sebanyak 40 orang kepala keluarga sebagai pengikutnya. Motif bendera Si Malui adalah berwarna kuning-hitam selang seling dinamakan bendera Buncaha. Si Malui sebelum masuk ke pulau Buton terlebih dahulu singgah di pulau Wangi-wangi untuk beberapa waktu dan diduga membuat benteng di Liya lapis ke-3. Sesudah itu barulah mareka masuk ke daratan Buton tepatnya di Kamaru pada ahir tahun 1236 masehi dan membuat benteng pertahanan dan permukiman di namakan benteng Wonco. Kemudian Si Jawangkati membuat benteng pertahanan dan permukinan di Wabula-Wasuemba dinamakan Benteng Koncu. Konon Bendera Kerajaan Liya yang dipakai selama ini adalah bendera bentuk segi tiga dengan dasar warna kuning kemudian di selang-selingi oleh warna hitam, sehingga postulat Si Malui pernah juga berkuasa sebagai raja di Liya pada zamannya.



Kemudian tak lama berselang datang rombongan Raden Jutubun (Bau Besi) dan Putri Lailan Manggraini (Putri Lasem) pada awal abad ke XIII atau sekitar tahun 1238 masehi dengan rombongan sebanyak 40 kepala keluarga. Lailan Manggraini atau Putri Lasem ini adalah cikal bakal ibunya Pati Gajah Mada yang bersuamikan Si Jawangkati. Raden Jutubun atau Bau Besi dan rombongannya singgah di pulau Wangi-Wangi untuk beberapa lama dan diduga mereka membuat benteng di Liya lapis ke-3 yakni sebuah benteng yang berada diperbatasan Mandati Tonga dengan wilayah Liya. Kehadiran Bau Besi di Buton dan Lailan Manggraini adalah untuk menemani kakaknya Raden Si Batara untuk membuat Bandar perniagaan di Buton. Sebelum Raden Jutubun menginjak tanah Buton, terlebih dahulu menyinggahi pulau Wangi-Wangi dan membuat benteng Liya lapis ke-3 yang sisa -sisa peningalan benteng Liya lapis ke-3 sampai saat ini masih bisa dijumpai secara utuh di wilayah antara Mandati Tonga dengan  keraton Liya. Studi Zoning dan Pemetaan benteng Lapis ke-3 ini baru rencana akan dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar pada tahun 2012 kerja sama dengan Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia setelah dana turun dari Jakarta. Sedangkan benteng Liya lapis ke-1 diduga dibuat oleh Mahisa Cempaka setelah meninggalkan  Kerajaan Singosari dan bermukim tetap di Keraton Liya. Pengungkapan secara ilmiah tentang keberadaan Benteng Liya mulai lapis ke-1, lapis ke-2 dan lapis ke-3 akan ditindaklanjuti dalam sebuah penelitian oleh Devisi Pernaskahan dan Pengembangan Sejarah pada Lembaga Forum Komunikasi Kabali Indonesia bila ada peluang memungkinkan untuk pelaksanaan itu. *****